Bab 1
"Apa?" Riri memekik. Gadis itu terhenyak dari tempat duduknya. "Coba ulangi kata-katamu, Mas. Apa aku tidak salah dengar?""Jadilah kekasih dan nantinya akan menjadi istri pura-puraku. Itu pekerjaan yang cukup mudah, bukan?" Leo kembali mengulang ucapannya. Nada bicaranya terdengar santai dan sangat ringan, seolah tanpa beban.
"Menikah? Menikah pura-pura?" ulang Riri. Sepasang alisnya naik turun. Kepalanya menggeleng. Sementara matanya menatap sekeliling ruangan. Riri mengamati dengan detail semua bagian apartemen ini.
Apartemen ini demikian mewah. Kemewahan yang sungguh tak sebanding dengan penghasilan seseorang yang ia kenal hanya memiliki pekerjaan sebagai pengawal pribadi. Kejanggalan itu semakin terasa saat Leo mengucapkan kalimat yang alih-alih bernada pernyataan cinta, melainkan tawaran pekerjaan paling aneh yang pernah ia dengar.
Menjadi kekasih, calon tunangan, kemudian istri pura-pura!
Riri benar-benar tak habis pikir. Mengapa Leo memintanya menjadi kekasih pura-puranya? Apakah sedemikian sulit lelaki itu mendapatkan kekasih beneran?
Riri kembali menggeleng. Rasanya tidak mungkin. Meski hanya seorang pengawal pribadi, tapi Leo bertubuh tinggi tegap dan berparas tampan. Rasanya tidak sulit untuk mencari wanita yang bersedia menjadi kekasih sekaligus calon istri.
"Bagaimana, Ri? Kamu bersedia, bukan? Jangan khawatir. Kalau kamu bersedia menjadi kekasih dan istri pura-puraku, kamu bisa tinggal di apartemen ini. Sebuah mobil juga akan aku sediakan, berikut uang bulanan yang berjumlah cukup besar. Kamu tinggal sebut nominalnya dan aku akan memenuhinya." Leo mengambil dompet dari saku celananya dan memberikan sebuah kartu sakti kepada Riri. "Peganglah, Ri. Setiap bulan aku akan transfer untuk memenuhi kebutuhanmu...."
"Mas Leo seperti akan membeliku!" protes lirih Riri. Spontan ia mengembalikan kartu itu kepada Leo.
"Aku tidak sedang membelimu, tetapi aku sedang menawarkan sebuah pekerjaan yang membuat kamu nggak perlu lagi menjadi baby sister," ujar Leo santai. Bibirnya melengkungkan senyuman, seringai yang samar. Dia merasa yakin bahwa Riri akan luluh dengan bujukannya.
Riri adalah yang terbaik. Gadis itu gampang dikendalikan dan lagi pula jika kedepannya dia sudah bisa menemukan seorang wanita yang seperti Zakia, maka ia bisa menceraikan Riri kapan saja, beda ceritanya jika ia memiliki kekasih atau calon istri beneran. Urusannya bakal rumit.
Riri bangkit dari sofa, kemudian melangkah menuju kaca jendela. Pemandangan kota nan indah kini tersaji di depan matanya. Namun, tak sedikitpun keindahan itu membuat hatinya merasa terhibur. Gadis itu memutar tubuhnya menghadap Leo yang rupanya juga ikut-ikutan berdiri.
"Jelaskan semua ini, Mas. Jelaskan semuanya! Selama ini aku mengenal Mas Leo sebagai pengawal pribadi Nyonya Zakia dan kita pernah bekerja di tempat yang sama. Tetapi kenapa hari ini aku malah mendapatkan kejutan, bahkan terlalu banyak kejutan yang harus kudapat...." Tenggorokannya terasa tercekat.
Dalam hati ia sangat menyesal karena telah mengikuti ajakan Leo setelah ia dinyatakan berhenti bekerja sebagai pengasuh anak nyonya Zakia. Andai tahu begini, dia tidak akan pernah mau mengikuti lelaki itu dan kini malah tercebur ke pusaran masalah yang dihadapi oleh lelaki itu.
Leo memintanya untuk menjadi kekasih sekaligus calon istri pura-puranya. Bukankah ini berarti dia harus bersiap dengan masalah lain yang akan terjadi dan itu di luar perkiraannya?
Riri tak bisa membayangkan setelah ini dunianya pasti jungkir balik. Bukankah tidak akan mungkin seorang lelaki meminta kepadanya untuk menjadi kekasih dan calon istri pura-pura, jika lelaki itu tidak memiliki masalah dengan keluarganya?!
Tangan kokoh itu segera meraih tangan Riri di barengi dengan sebuah anggukan dari lelaki itu.
"Duduk dulu, Ri. Aku akan jelaskan pelan-pelan. Aku tahu kamu bingung," ajaknya.
Riri menurut dan kembali ke sofa. Mereka duduk berdampingan. Riri membiarkan lelaki itu merangkul bahunya.
"Kita sudah lama saling mengenal, Ri. Dan kita pun berteman baik selama ini. Itulah satu-satunya alasan pekerjaan ini aku tawarkan kepadamu. Aku minta maaf, selama ini tidak jujur sama kamu, karena situasinya memang tidak memungkinkan. Kalau kamu mengenalku sebagai seorang pengawal pribadi Nyonya Zakia, itu memang benar. Dan aku menjalani itu dengan nyaman. Akan tetapi...." Leo menjeda ucapannya sembari melihat reaksi Riri yang kini menatapnya tanpa berkedip.
"Di samping pekerjaan itu, aku juga memiliki pekerjaan lain." Sepasang mata Leo pun balas menatap Riri begitu dalam.
"Ketahuilah, Ri, mobil yang barusan kita tumpangi dan apartemen ini adalah milikku."
"Milik Mas Leo?" Tanpa sadar Riri memegang tangan kokoh itu. "Jadi Mas Leo ini sebenarnya siapa?"
Dada Riri seketika berdesir. Dia memegang dadanya. Meresapi getaran di jantungnya. Tak pelak, ia pun sangat kaget dengan pengakuan Leo.
"Sebenarnya aku adalah CEO dari PT Indo Tekstil Berdikari, perusahaan tekstil yang menginduk ke Amanah Group," jelas Leo.
"Jadi kamu nggak usah khawatir. Jika kamu bersedia menjadi kekasih dan istri pura-puraku, hidupmu pasti akan terjamin." Meski berusaha bersikap seramah mungkin, tetap saja aura dingin dan arogan Leo tidak bisa disembunyikan.
"Tapi Mas, kenapa harus menikah pura-pura? Dengan kedudukan dan harta yang Mas miliki, rasanya tidak mungkin tidak ada wanita yang mau dengan Mas Leo...." Riri menyela sembari memainkan jemarinya pada ujung gaun yang ia kenakan.
"Aku hanya belum menemukan calon istri yang cocok. Dan jelas, kamu itu bukan tipeku. Jika aku sudah menemukan calon istri yang cocok untukku, kita bisa bercerai," jawab lelaki itu terus terang. Seolah ia ingin menyampaikan kepada Riri, bahwa di dalam hubungan pernikahan seperti itu, tidak boleh melibatkan perasaan di dalamnya.
"Sementara kedua orang tuaku terus memaksa, menjodohkan dengan wanita-wanita yang tidak aku sukai. Dan aku tahu persis, mereka melakukan itu lantaran pertimbangan bisnis, bukan karena ingin memberikan pendamping hidup yang terbaik untukku," imbuhnya.Mata gadis itu seketika membulat saat Leo kembali meletakkan kartu sakti itu ke telapak tangannya. Namun, Riri segera sadar, dia bukan seorang gadis yang haus dengan harta. Dia memang membutuhkan uang, tetapi bukan berarti dengan cara seperti itu.
"Maaf, Mas. Aku tidak bisa menerima." Gadis itu mengembalikan lagi benda itu kepada Leo.
Lelaki itu mendesah. Dia merangkul gadis itu semakin erat.
"Tapi aku hanya menginginkan kamu, Ri. Hanya kamu gadis yang cocok untuk dijadikan kekasih dan istri pura-puraku. Apalagi kamu adalah temanku. Aku hanya percaya sama kamu, Ri...."
Gadis itu kembali menggeleng.
"Tidak ada pernikahan pura-pura, Mas. Jangan permainkan pernikahan."
Akhirnya Riri mengibaskan tangan Leo yang melekat kuat di bahunya. Gadis itu berdiri dan melangkah menuju tumpukan barang-barangnya.
"Sudahlah, Mas. Kamu cari gadis yang lain saja. Kurasa aku tidak cocok untuk kamu jadikan kekasih dan istri pura-pura. Aku juga tidak punya bakat untuk berakting di depan keluargamu." Riri terus menolak
Dia tahu tawaran Leo begitu menggiurkan. Namun harga dirinya lebih mahal lagi. Menerima tawaran Leo sama saja dengan memasukkan dirinya ke dalam permasalahan keluarga Leo yang ia tidak tahu seperti apa. Riri menghela nafas seraya mengibaskan rambutnya. Anak-anak rambutnya yang menjuntai di dahi ia rapikan sebelum akhirnya memutar tubuhnya melangkah menuju pintu apartemen.
"Tunggu, Ri. Tunggu!" Secepat kilat Leo kembali meraih gadis itu.
"Apalagi sih, Mas? Lepas!" pekik Riri saat tangan kokoh itu mengunci pergerakannya. Kini mereka tak ada lagi jarak. Riri jatuh ke dalam pelukan Leo.
"Ri, jangan begitu. Jangan pergi! Aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku. Hanya kamu yang terbaik. Kamu yang paling bisa aku percaya. Aku tidak punya kandidat lain. Tolong aku, Ri. Kamu bisa sebutin berapa uang bulanan yang kamu inginkan. Kamu bisa sebut merk mobil apa yang ingin kamu kendarai, atau mungkin kamu punya permintaan lain? Aku akan memenuhinya...."
"Tapi aku punya harga diri, Mas. Dan harga diriku lebih mahal dari apapun." Riri berontak.
Namun pegangan tangan kokoh lelaki itu begitu kuat. Kali ini Leo memang tidak ingin lagi melepaskan Riri. Dia harus berhasil membujuk Riri untuk mengikuti kemauannya.
"Aku tidak sanggup menukar harga diriku dengan semua kemewahan yang Mas tawarkan. Seandainya Mas memintaku sebagai kekasih ataupun calon istri atas dasar cinta, mungkin aku bisa pertimbangkan, tetapi Mas menganggap semua itu sebagai sebuah pekerjaan. Ketahuilah, Mas. Pernikahan itu sesuatu yang suci, sakral. Jangan pernah bermain-main dengan akad."
Nafasnya tersengal. Riri berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya, tetapi aroma maskulin yang keluar dari tubuh Leo begitu memabukkan. Seumur hidup dia belum pernah dipeluk seperti ini. Ini adalah pelukan pertama dari seorang lelaki selain kakaknya, Daffa.
Riri terus berontak. Ketika ia hampir berhasil melepaskan pelukan Leo, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Nama Daffa tertera di layar yang membuat Riri seketika menekan tombol berwarna hijau.
"Iya, Mas. Kenapa?" sambutnya. Riri berani bertaruh. Kalau Daffa yang menelpon, pasti urusannya tidak jauh-jauh dari seputar biaya pengobatan ibunya. Bulan ini Riri memang belum mengirim uang, padahal biaya pengobatan ibunya tidaklah sedikit. Dua kali seminggu ibunya harus bolak-balik ke rumah sakit untuk cuci darah.
"Maaf, Ri." Suara berat Daffa di ujung telepon. "Kamu ada uang nggak? Bisa nggak transfer sekarang? Soalnya Ibu masuk rumah sakit lagi...."
"Ibu masuk rumah sakit lagi?" Ekspresi wajahnya berubah seketika, antara cemas, panik dan takut.
"Iya, Ri. Sekarang aku dan Mbak Nelly sedang di rumah sakit...."
"Ibu gimana?" sela Riri tak sabar.
"Ibu masih belum sadar, masih di ICU, tapi barusan Dokter bilang jika ginjal Ibu sudah tidak bisa dipertahankan. Ibu harus segera menjalani operasi transplantasi ginjal dan biayanya nggak sedikit, Ri...."
***Hai....Assalamualaikum, teman-teman. Mak Jannah bawa cerita baru lagi nih. Semoga kalian suka ya.Cerita ini masih ada hubungannya dengan novel terdahulu, yang judulnya Ditalak Setelah Melahirkan.Bagi yang belum baca novel itu dan masih bingung siapa sebenarnya Riri dan Leo ini, bisa baca novel Ditalak Setelah Melahirkan, pada bab ekstra part 1 dan ekstra part 2.Terima kasih.Bab 2Riri berlari kecil menghampiri Daffa dan Nelly yang berdiri di depan ruang ICU. Di belakangnya nampak Leo mengiringi dengan langkah-langkah panjangnya.Setelah menerima telepon dari Daffa, Leo memutuskan untuk mengantar Riri ke rumah sakit yang disebut oleh Daffa. Leo harus tahu situasi yang sebenarnya agar ia bisa mengambil manfaat dari keadaan tersebut.Daffa sama sekali tidak berbohong. Ibu mereka yang bernama Diana itu memang dirawat di rumah sakit."Bagaimana keadaan Ibu, Mas?" Nafas Riri terengah. Gadis itu berdiri di depan sang kakak. Riri meraih tangan Daffa dan menggenggamnya erat."Ibu masih belum sadar...." Nelly menjawab mendahului Daffa."Ya, tapi kita tidak punya uang untuk membiayai operasi itu, meskipun sudah ada donornya, yaitu Mas sendiri." Suara Daffa terdengar lirih, lalu menghela nafas berat. Dia pun bingung dan pusing. Dia rela berbagi ginjal dengan ibunya, tapi untuk melakukan operasi itu, diperlukan biaya yang tidak sedikit. Pekerjaan Daffa hanya buruh pa
Bab 3Riri berusaha untuk tetap tenang meskipun lima pasang mata tengah memandangnya dengan tatapan menindas. Ya, di ruangan itu ada Arnando, Sinta, Gunadi, Rossi dan Nilam. Gunadi dan Rossi adalah ayah dan ibu Nilam, wanita yang tengah dijodohkan dengan Leo.Setidaknya itu yang Riri ketahui dari cerita pria itu."Siapa gadis ini, Leo?" Meskipun sudah mengenakan pakaian yang bagus, tapi di mata Sinta, Riri tetap saja kampungan. Dia bisa menebak gadis itu sengaja di make over Leo untuk mengelabui pandangan mereka.Cuih!Jangan harap mereka bisa tertipu!"Kenalkan Pa, Ma, ini Riri. Dia kekasihku," ujar Leo lantang. Pernyataannya membuat semua mata tertuju kepadanya.Riri mengulurkan tangan kepada Sinta. Namun wanita tua itu segera menepis kasar. "Jangan sentuh! Jangan harap saya mau bersalaman dengan gadis kampung seperti kamu!""Ma!" pekik Leo spontan."Kenapa Mama bersikap kasar kepada Riri? Dia kekasihku, Ma. Gadis pilihanku! Bukankah Mama dan Papa selama ini ingin agar aku membawa
Bab 4Riri yang membaca situasi sudah tak mengenakkan segera menghindar. Dia berlari kecil menjauhi tempat itu, sehingga luput dari amukan Arnando. Meski tidak hafal dengan lika-liku rumah ini, tetapi tanpa sadar Riri berjalan melewati pintu samping yang terhubung dengan kamar pribadi Leo."Kenapa kamu meninggalkanku sendirian? Memangnya kamu pikir menghadapi orang tuamu itu mudah?" protes Riri. Dia yang dengan segera bisa menemukan kamar Leo, membuka pintunya yang memang sudah tidak terkunci. Riri melangkah masuk dengan wajah masam.Leo yang tengah berbaring segera bangkit, spontan menepuk-nepuk kasur di sisinya. "Duduk dulu, Ri. Aku tahu itu bukan hal yang mudah, tapi kamu baik-baik saja, bukan? Kamu nggak diapa-apain sama mereka, kan?"Gadis itu menggeleng. "Tapi aku harus berdebat habis-habisan dengan mereka. Itu pun aku tidak yakin bisa membuat mereka berpikir dan memberikan restu pada rencana pernikahan kita," ungkapnya."Dengan restu atau tidak, pernikahan kita tetap akan berl
Bab 5Riri terus memejamkan mata sampai aroma tubuh maskulin itu benar-benar lenyap dari indera penciumnya, baru setelah itu ia menutup pintu apartemen, kemudian menghempaskan tubuhnya di sofa.Riri memegang keningnya. Bekas bibir Leo masih begitu terasa, begitu lembut dan hangat. Harus diakui, terkadang sikap Leo begitu manis kepadanya, meski itu tak bisa menyembunyikan sifat aslinya yang dingin dan sedikit arogan "Ah, apa yang aku pikirkan? Kenapa aku malah memikirkan ciuman Mas Leo barusan? Tidak menutup kemungkinan jika itu hanya akting, kan? Bukankah kami hanya teman dan partner sebuah perjanjian? Tidak seharusnya aku terbawa perasaan padanya." Sebuah sisi di hatinya menegur.Namun tak urung, dadanya serasa dipukul. Pukulan bertalu-talu yang membuat gadis itu memegang dadanya."Ada apa denganku? Kenapa dadaku seperti ini?" Gadis itu kembali memejamkan mata seraya mengingat-ingat apa yang sudah mereka lewati hingga berada di titik ini.Berawal dari diberhentikannya dirinya dari
Bab 6"Jangan bilang kamu ingin menggodaku, Ri, desis Leo seraya melangkah mundur. Matanya menatap sekilas gadis di hadapannya, sesudah itu ia membuang muka.Leo lelaki normal. Munafik rasanya jika ia tidak tergoda dengan penampilan gadis itu. Seluruh tubuh Riri terekspos dan ia tahu betul, Riri masih perawan. Kenyataan itu memacu adrenalinnya. Sekali lagi Leo mundur selangkah, sembari mati-matian berusaha menahan diri. Jika menurutkan hati, ingin rasanya ia menerkam Riri saat itu juga. Tapi ia ingat, bukan cuma Riri yang tidak boleh terbawa perasaan, tetapi juga dirinya"Kenapa kamu menggunakan pakaian laknat ini?! Jangan melanggar perjanjian, Ri." Sepasang mata itu berkilat-kilat. Leo benar-benar kecewa. Rahangnya bahkan mengeras lantaran emosi."Mas, aku bisa jelaskan...." l.idah Riri serasa kelu saat melihat tangan Leo yang terangkat."Stop! Aku nggak butuh penjelasan apapun darimu. Kamu udah bikin aku kecewa. Buat apa kamu mengenakan pakaian seperti ini? Ini bukan pernikahan yan
Bab 7Sepasang mata gadis itu mengerjap dan tersentak kaget saat melihat wajah tampan yang berjarak sangat dekat dengan dirinya. Dada Riri seketika berdesir. Tubuhnya langsung terasa panas dingin. Tangan kokoh itu masih saja membelai-belai rambutnya.Ah.... Desahan itu lolos begitu saja dari mulut Riri seolah memberi sinyal kepada Leo untuk melakukan hal yang lebih.Pandangan Leo seketika mengabut. Tidak tahu kenapa, tiba-tiba saja raut wajah Riri berubah menjadi wajah seorang wanita yang namanya selama ini ia tulis rapi di dalam hatinya. Zakia!Ya, dialah Zakia. Sayang, dia sudah jadi istri orang. Seandainya suaminya bukan Arkan, barangkali Leo akan bertindak nekat merebut wanita itu dari dekapan suaminya. Entah ini dinamakan pengecut atau bukan, tapi Leo tak mau berurusan dengan Arkan. Dia tahu betul level Arkan berada dimana. Jangan sampai ia mati konyol karena bermasalah dengan bos besar Jaguar Mobil itu.Ya, Leo hanya bisa mencintai Zakia dalam diam.Leo semakin mendekatkan wa
Bab 8"Memanfaatkan keadaan? Apa maksud Mas?" Riri mengerutkan keningnya sembari beringsut menjauh. Meskipun penampilan Leo berantakan, tetapi itu tak mengurangi kadar ketampanannya, bahkan ketampanannya malah bertambah berkali-kali lipat. Aroma tubuh lelaki itu pun sangat memabukkan. Riri tak bisa berdekatan dengan lelaki itu terlalu lama dan memutuskan melangkah menuju sofa. Namun lelaki itu segera mengejar. Pria itu berjalan tanpa peduli dirinya sendiri yang dalam keadaan polos, tak mengenakan sehelai benang pun.Riri segera menutup mata. Tak sampai hati ia melihat pemandangan itu, meski rasa ingin tahunya terhadap lekuk tubuh lelaki itu begitu besar. Dia tak ingin mata perawannya terus ternodai dengan memandang pahatan indah ciptaan Tuhan, walaupun sebenarnya ia boleh melihatnya kapanpun ia inginkan."Jangan berpura-pura, Ri! Aku tahu kamu melakukan sesuatu tadi malam. Jika tidak, bagaimana mungkin diriku sampai tidak berbusana seperti ini. Pasti kamu kan, yang sudah...." Lelaki
Bab 9"Tapi gadis ini jelas tidak seimbang denganmu. Dia hanya tahu memasak dan mencuci pakaian. Hanya itu, kan, yang bisa ia kerjakan?!" tukas Sinta seolah tak peduli dengan air mata yang terus berhamburan dari sudut mata Riri."Menurut Mama, apakah pekerjaan seperti itu adalah pekerjaan yang hina?!" sahut Leo. Dadanya turun naik. Menghadapi sang ibunda memang selalu menguras emosinya."Apa salahnya seorang istri memasak dan mencuci pakaian suaminya? Aku tidak pernah meminta Riri untuk melakukan hal itu, tapi dia sendiri yang ingin mengerjakannya. Bahkan aku pernah menawarkan untuk mencarikan asisten rumah tangga, tetapi Riri hanya mengizinkan asisten rumah tangga yang dibayar per jam untuk membantu pekerjaannya. Apakah itu salah?" Leo mendongak, memandang Sinta dengan tajam. Pandangannya begitu mengintimidasi. Lalu bibirnya mulai mengukir senyuman, lebih tepatnya menyeringai."Aku lebih baik memiliki istri yang hanya bisa memasak dan mencuci pakaian, daripada punya istri yang kerjan