Share

PULANG KERUMAH

"Jelaskan padaku apa yang terjadi?" Raga bertanya seraya menatap Anin penuh selidik.

Sebelum menjawab pertanyaan Raga, Anin menghela napasnya panjang.

"Aku memutuskan untuk membatalkan pertunanganku dengan Kak Leon," ucap gadis itu sendu.

"Apa yang telah diperbuat si Bodoh Leon padamu?" tanya Raga penuh emosi.

"Tapi aku ingin kakak berjanji satu hal padaku, jika aku menceritakannya." Anin menatap Raga serius.

"Oke," jawab Raga singkat.

"Jangan putuskan hubungan persahabatan kakak dengan Kak Leon, dan aku mohon jangan memukulnya, Kak!" seru Anin sambil menggenggam tangan Raga. Raga pun mengangguk tanda setuju.

Lalu aku mulai menceritakan apa yang terjadi pada hari itu dengan mata yang berkaca-kaca.

"Leon Brengsek!" Raga emosi, tangannya mengepal erat kemudi mobil yang sedang melaju. "Berani-beraninya dia!" Raga menahan amarah yang bergejolak didadanya.

"Kak, tolong jangan melakukan apapun padanya," Anin mengiba. "Tolong jangan ceritakan masalah ini ke ayah dan ibu, juga ... tante Rena," ucap Anin kembali.

Raga menatap adik kesayangannya itu dengan sendu.

"Aku sendiri yang akan berbicara kepada mereka nanti," sambung Anin.

"Baiklah, kalau itu mau mu." Raga menghela napasnya. "Katakan jika kamu butuh pertolongan, Kakak akan membantumu!" Raga mengusap rambut Anin dengan sayang dan menatapnya penuh iba.

Anin hanya menganggukan kepalanya lalu dia mencoba tersenyum dihadapan kakak laki-lakinya itu.

*****

Hari masih sore saat kami tiba dijakarta.

Aku mengucap salam dan melangkah menuju ke dalam ruang tamu.

"Wa'alaikumussalam!" jawab Ibu dari dalam.

Aku menghampiri ibu yang terlihat sibuk di dapur. "Hmm ... wangi banget, Ibu lagi bikin kue?" tanyaku memasang wajah semringah.

"Iya, Ibu lagi manggang kue kesukaan kamu nih," jelas beliau.

"Makasih, Bu." Aku memeluk ibu erat.

"Mulai sekarang, Ibu kayanya harus rajin masak makanan kesukaan kamu deh," celoteh orang tua itu. "Kalau gak, nanti kamu kabur ke rumah Nenek lagi," sindirnya.

"Ibu ... iiih!" Aku pura-pura merajuk.

Ibu hanya mencebikkan bibirnya.

"Maafin Anin ya, Bu," ucapku sembari menatap wanita istimewa yang sangat menyayangiku itu. "Anin cuma lagi kangen makan masakan Nenek." Aku tersenyum menatapnya.

"Ya sudah, kamu makan dulu sana! Raga mana?" tanya ibu.

"Tadi katanya, Kak Raga ada urusan sama temannya, jadi langsung pergi lagi." Aku menjelaskan.

"Oh ... Ya sudah," sahut ibu sambil terus mengurusi kue di hadapannya.

"Ayah belum pulang, Bu?" tanyaku.

"Ayahmu sedang ada pekerjaan di luar kota," jawab Ibu. Lalu beliau menatapku dengan tatapan penuh selidik. "Semua baik-baik aja kan, Nin?" tanya ibu memperhatikanku.

"Baik-baik aja kok, Bu," jawabku sambil berusaha terlihat setenang mungkin.

"Gimana Leon? Ibu kira kamu mau lama di tempat Leon." Ibu menatapku penuh lekat.

"Kak Leon juga baik-baik aja, Bu." Aku tersenyum menatap orang tua itu.

"Syukurlah ... Ibu kira kamu sama Leon lagi berantem," Ibu menghela napas lega.

"Anin mau makan dulu Bu, udah laper nih," ucapku mengalihkan pembicaraan.

"Kamu makan duluan. Nanti Ibu nyusul, mau angkat kue dulu," serunya.

Setelah selesai makan dan membantu ibu mencuci piring juga membersihkan dapur. Aku pamit pergi menuju ke dalam kamar.

"Anin istirahat dulu ya, Bu," pamitku.

Sebelum berlalu, ibu memanggilku lagi. "Oh iya, Nin. Tante Rena nanyain kamu terus lho, kangen sama calon menantu katanya," ujar Ibu. "Besok kita kerumahnya ya!"

"Mmm ... liat besok ya, Bu. Kalau Anin ga capek," jawabku sambil tersenyum. Aku pun mempercepat langkah kaki ini, berharap Ibu tidak melanjutkan pembicaraan.

Setelah sampai di dalam kamar, kurebahkan tubuh di atas ranjang. Kuhela hirup udara dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan, aku coba memejamkan mata. Tapi yang terbayang olehku hanyalah wajah Kak Leon.

Aah ... betapa rindunya aku pada lelaki itu. Walau hatiku masih terasa sakit, jujur aku tak bisa membencinya. Aku berpikir mungkin dia memang benar telah dijebak oleh seseorang. Tapi tetap saja aku tidak bisa menerima, jika ada wanita lain melakukan hal seintim itu kepada calon suamiku.

Kuambil hape yang memang sudah seminggu ini tidak aktif, karena lowbat. Setelah terpasang charger, aku melangkah menuju kamar mandi.

Selesai mandi, aku memeriksa hapeku. Ada beberapa pesan yang masuk dan panggilan tak terjawab dari Kak Leon. Aku langsung memblokirnya, karena aku merasa belum siap untuk berbicara dengannya lagi.

Setelah membalas beberapa pesan lain yang masuk, aku membuka sebuah halaman youtube yang judulnya membuat aku penasaran ingin mengetahuinya.

"Perempuan-perempuan yang buruk untuk laki-laki yang buruk. Dan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik juga." ucap seorang ustadz.

Aku mengernyitkan dahi mencoba mencerna apa yang ustadz tersebut sampaikan.

"Ada pun Jodoh itu ibarat cermin. Bagaimana sifat cermin? Sifat cermin itu memantul, apa yang kamu lihat di dalam cermin adalah serupa atau sama.

Tapi, cermin juga bersifat terbalik, jika kamu melihat di cermin, tangan kananmu akan berada disebelah kiri cermin dan tangan kirimu ada di sebelah kanan cermin. Begitu pun bagian tubuh yang berpasangan lainnya.

Jadi, ada juga jodoh yang kita dapatkan berbanding terbalik dengan diri kita. Misal, istri suka pedas, suami ga suka pedas. Suaminya pendiam, istrinya cerewet. Atau hal-hal sebaliknya.

Dan sebaiknya, dalam rumah tangga, apalagi yang memiliki pasangan yang berbanding terbalik dengan pasangannya ini harus lebih bersabar, bisa menahan diri , saling memahami, saling mengerti. Selama pasangan kita tidak melakukan hal hal yang dilarang agama.

Ataupun ketika pasangan sudah keluar dari jalur agama, kita harus sabar dalam menasihati. Kemudian membimbingnya serta mendoakannya untuk kembali ke jalan yang benar.

Ketika pasangan suami istri sama-sama mencari ridho Allah, maka akan terciptalah rumah tangga yang sakinah, mawadah warohmah." Ustadz tersebut pun mengakhiri kata-katanya.

Lalu setelahnya, aku melihat beberapa video dakwah yang berkaitan tentang hijrah.

Hijrah adalah meninggalkan sesuatu yang buruk karena Allah dan merubah diri menjadi lebih baik untuk mendapatkan cinta-Nya. Entah mengapa aku merasa asyik menyimak itu semua.

Sampai akhirnya aku pun tertidur. Kemudian terbangun di sepertiga malam. Untuk pertama kalinya aku bermunajat kepada Tuhan di malam yang hening itu.

Aku menangis dan mengadukan segala masalah yang sedang dihadapi. Aku memohon jalan keluar yang terbaik dan juga memohon untuk bisa berubah menjadi hamba yang lebih baik.

Pagi harinya, Ibu mengajak aku pergi ke salah satu butik pakaian muslimah. Ibu ingin mencari pakaian muslimah untuk dipakai saat ia umroh nanti.

Setelah sampai di sana, aku tertarik dengan sebuah abaya dengan set hijab panjangnya yang berwarna hitam, terlihat sederhana. Ibu memilih abaya berwarna putih, yang terlihat sangat cocok dipakai Ibu untuk ibadah Umroh.

Aku pun mencoba abaya yang kupilih tadi di ruang ganti. Ketika menatap pantulan diriku di depan cermin, entah mengapa ada perasaan haru yang membuncah di dalam dada ini. Jantungku terasa bergetar. Aku pun keluar dari kamar ganti sambil memakai abaya hitam dan hijab panjangnya.

Ibu membulatkan kedua matanya. Beliau tertegun menatapku dengan penampilan yang berbeda. Lalu tatapannya melembut ke arahku. Kemudian aku pun menghambur ke arahnya dan memeluknya erat.

Entah mengapa tiba-tiba aku meneteskan air mata. "Bu, Anin mau hijrah!" ucapku lirih. "Anin mau jadi perempuan baik-baik, Bu," tangisku pecah seketika.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Handayani
MasyaAllah...aku jadi ikut terharu.. dengan hijrahmu Anin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status