Share

bab 4 Tidak bisa boros

"Kau membeli mobil?" Tanya Layla ketika hendak pergi ke kantor.

"Iya, mulai hari ini aku akan mengantarmu dengan mobil ini. Meski tampilannya mobil tua, tapi tenang saja mobil ini tidak akan menyusahkanmu." Ucap Logan sembari mengelus bodi mobil tua yang baru saja ia beli. Ia sengaja membeli mobil yang tidak mencolok sama sekali namun telah direstorasi sehingga terasa mengendarai mobil baru.

"Berapa kamu membeli mobil ini?" Tanya Layla curiga, sebab mobil ini sangatlah rapi bahkan juga memiliki fasilitas yang umum pada mobil keluaran baru.

"Hanya beberapa puluh juta." Jawab Logan berbohong. Namun untungnya Layla tak begitu paham tentang otomotif sehingga ia banyak berkomentar lagi.

"Besok malam Nathan akan bertunangan dengan Aine. Jadi kita harus datang, aku juga ingin membeli sebuah hadiah." Layla memulai pembicaraan dengan pandangan keluar jendela.

"Ohh benarkah? Aine? Dia sekertaris Nathan bukan?" Logan memastikan.

"Ya, mungkin mereka terlalu sering bersama sehingga memilih untuk menjalin hubungan serius." Ucap Layla datar.

"Mereka menyewa seluruh Sky Lounge di Alhambra Resort." Tambah Layla, menampakkan wajah irinya. Karena Layla tak pernah mengalami pertunangan yang romantis. Pernikahannya saja hanya didepan ranjang rumah sakit dimana neneknya berbaring.

"Tenang saja Sayang, kita akan datang dan aku akan menyiapkan hadiah yang bagus untuk mereka." Logan menepuk pundak Layla.

"Baiklah, tolong jemput aku nanti ya. Rasanya aku sedang malas berdesakan di dalam bis." Pinta Layla.

"Tentu Sayang, aku akan jemput tepat waktu." Janji Logan.

"Sudah sampai sayang." Ucap Logan seketika setelah sampai di depan kantor Layla.

"Terimakasih." Layla melepaskan sabuk pengamannya dan melangkah keluar mobil kemudian melenggang masuk ke dalam gedung Johnson Architect.

Logan pun kembali memacu mobilnya kembali menuju sebuah hotel bintang lima miliknya. Ia memarkirkan mobilnya kemudian berjalan masuk menuju resepsionis hotel tersebut.

"Aku mencari Elias Davis, apa dia ada ditempat?" Tanya Logan pada resepsionis hotel tersebut.

"Dengan siapa? Apa anda sudah membuat janji?" Resepsionis itu bertanya kembali dengan pandangan menelisik.

"Tidak, aku tidak membuat janji dengannya." Jawab Logan santai.

"Mohon maaf jika anda membutuhkan pekerjaan, kami sedang tidak ada lowongan. Lagi pula jika ingin melamar pekerjaan anda tidak perlu menemui Tuan Elias. Cukup letakkan saja lamaran kerja anda disini." Resepsionis itu mulai meninggikan suara dengan nada mengejek.

"Maaf saya tidak ingin melamar kerja..." Kalimat Logan terpotong.

"Kalau begitu, kami tidak menerima sumbangan! Silahkan pergi dari sini." Ucap Resepsionis itu angkuh.

Logan segera mengeluarkan gawainya dan menelepon seseorang.

"Aku dibawah, dan di usir oleh pegawaimu. Sebaiknya jemput aku!" Ucap Logan sedikit kesal.

Tak perlu waktu lama Elias bersama beberapa orang body guard nya.

"Maaf Tuan Williams." Ucap Elias sedikit membungkuk di depan Logan. Kemudian ia berbalik kearah resepsionis itu.

"Marina?" Elias membaca name tag di dada resepsionis itu.

"Maaf Tuan saya tidak tahu jika tuan itu adalah kawan Tuan Elias." Ucap Marina ketakutan, tubuhnya gemetar dan terlihat keringat mengalir dari darinya.

"Kawan?" Tanya Elias sambil mengerutkan keningnya.

"Maaf Tuan, tolong maafkan saya." Marina kini terduduk di lantai sangking takutnya.

"Sudahlah Elias, jangan menakuti wanita seperti itu. Itu bukan tabiat kita, lepaskan dia." Ucap Logan santai.

"Baiklah Tuan." Balas Elias pada Logan.

"Mulai hari kau di pecat, dan pergilah ketempat dimana aku tidak akan menemukanmu atau nyawamu akan melayang saat itu juga!" Bentak Elias pada Marina.

Wanita itu pun segera pergi dari hadapan Elias tanpa berkata-kata lagi.

"Kau terlalu sadis Elias." Ucap Logan sambil terkekeh.

"Maaf Tuan Williams, mari saya antar ke ruangan saya." Ucap Elias merendah.

"Tak perlu bersikap seperti itu, karena aku tidak nyaman. Hanya musuh yang harus menundukkan kepalanya dihadapanku. Sebaliknya, jika kau berada di pihakku kau harus berdiri tegak dan membusungkan dada." Ucap Logan sembari berjalan sesuai arahan Elias.

"Baik Tuan Williams." Angguk Elias.

Sesampainya di ruangan Elias, Logan menghenyakkan tubuhnya di sofa ruangan itu.

"Apa ini sama seperti kedatangan anda menemui Ayah saya kemarin?" Tanya Elias.

"Kau benar-benar mirip dengan ayahmu hahahaha." Jawab elias sambil tertawa.

"Maaf Tuan." Ujar Elias takut jika ia telah melakukan kesalahan.

"Untuk apa minta maaf, aku suka kinerjamu. Sangat taktis dan tanpa basa-basi. Sama seperti ayahmu, kalian adalah aset berharga yang kumiliki." Puji Logan senang.

"Terimakasih Tuan." Ucap Elias senang.

"Kita adalah sepupu, panggil saja aku Logan seperti ayahmu memanggilku." Logan berbasa-basi.

"Maaf kalau soal itu, saya berbeda dengan ayah saya. Mungkin di rumah keluarga besar anda adalah kakak sepupu saya, tapi disini anda adalah atasan saya." Jelas Elias tanpa ragu.

"Baiklah, terserah kau saja." Angguk Logan.

"Aku ingin mengerjai Nathan, kudengar ia menyewa Sky Lounge untuk acara pertunangannya. Aku ingin kau putarkan foto-foto ini di saat acara klimaks." Logan menyodorkan sebuah flashdisk pada Elias.

"Apa ini?" Tanya Elias heran.

"Kejutan yang menyenangkan, Ayahmu yang memberikannya padaku semalam. Aku sudah memilih yang terbaik dan kusimpan disini." Jelas Logan enteng.

"Baiklah, saya akan lakukan yang terbaik untuk permintaan anda." Elias menerima flashdisk itu.

Setelah urusan dengan Elias selesai, Logan pun kembali kerumah mertuanya dan melakoni aktivitas seperti biasanya.

"Bu, aku akan menjemput Layla." Pamit Logan pada ibu mertuanya saat telah mendekati jam pulang istrinya itu.

"Ya, hati-hatilah jangan sampai terlambat menjemput Layla." Sahut Suzy yang tengah duduk di teras rumah, seperti biasanya.

Logan pun segera memacu mobilnya agar segera sampai ke tempat Layla Tengah menunggunya.

Dari persimpangan jalan nampak Layla yang tengah mengobrol dengan seorang pria. Tak lama kemudian Logan sampai didepan Layla.

"Sampai jumpa Tuan Hasan." Ujar Layla pada lelaki itu dengan senyum lebarnya yang sangat manis di mata Logan.

"Kita pulang sekarang?" Tanya Logan setelah Layla masuk ke dalam mobil.

"Tentu, lagi pula mau kemana kita jika tidak pulang kerumah?" Tanya Layla yang mendadak wajah ramahnya hilang begitu saja.

"Mungkin kamu ingin kita makan malam diluar?" Tanya Logan dengan pandangan terfokus kedepan.

"Aku tidak bisa boros, perusahaan sedang tidak baik-baik saja. Aku takut gajiku akan ditangguhkan atau paling tidak terlambat." Ujar Layla bersedih.

"Dan sepupumu bisa membuat pesta pertunangan mewah ketika perusahaan kalian sedang kekurangan uang?" Tanya Logan memancing.

"Entahlah, Nathan sangat beruntung mendapat wanita seperti Aine. Walaupun dia hanya bekerja sebagai sekretaris Nathan, namun sebenarnya ia seorang putri dari keluarga kaya raya." Layla mulai berhasrat untuk menggunjing.

"Kurasa pesta mewah itu dibiayai oleh Aine." Tuduh Layla dengan berbisik, meski mereka berdua pun tahu bahwa tidak akan ada yang mendengar pembicaraan mereka.

"Jangan menuduh seperti itu Sayang. Mungkin Nathan memang benar-benar punya banyak uang untuk acara itu." Logan masih mencoba mengorek informasi dari Layla.

"Entah," Layla berpikir sejenak.

"Benar, bisa saja itu terjadi. Semenjak ia memegang proyek dari Williams Skyworks sepertinya gaya hidupnya meningkat. Bahkan adik dan ibunya juga tak kalah hedonnya." Layla mulai menyadari kejanggalan tentang Nathan.

"Benarkah? Aku kira dia memang berbeda, dia dan keluarganya nampak lebih lebih berkelas daripada kau dan yang lainnya." Ucap Logan sengaja memanasi Layla.

"Benarkah? Kamu merasa seperti itu?" Tanya Layla nampak geram seakan baru menyadari bahwa Natan dan keluarganya mungkin telah berlaku curang.

"Aku harus tahu kebenarannya, Kakek telah bersusah payah meyakinkan perusahaan raksasa itu agar mau bekerjasama dengan kami. Bahkan uang yang telah kami terima belum sepeserpun kami gunakan untuk menjalankan proyek. Semua uang itu habis untuk membayar hutang-hutang perusahaan yang telah mendesak untuk di selesaikan." Wajah cantik Layla menampakkan raut frustasi.

"Kalian belum mengerjakan proyek itu?" Tanya Logan sekenanya agar nampak bahwa ia sangat bersimpati. Meski kenyataannya ia telah mengetahui semuanya. Layla menghela nafasnya,

"Aku sudah peringatkan kakek agar menggunakan dana yang ada untuk proyek sesuai kesepakatan. Tapi kakek benar-benar merasa terdesak saat itu." Seketika pandangan Layla menerawang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status