공유

#BAB 2

last update 최신 업데이트: 2022-03-08 14:21:24

Di salah satu meja yang ada di sudut lantai satu Stars Peach Cafe, seorang pria bertopi oranye dan bermasker duckbill putih dengan pakaian kemeja putih tulangnya duduk membelakangi pengunjung dan panggung kafe.

Jika sekilas melihatnya, maka akan terbesit di dalam pikiran bahwa pria bertubuh cukup atletis itu adalah seorang pujangga yang sedang patah hati. Ia hanya duduk dengan kepala menunduk dan mata yang berselancar pada layar ponselnya.

Tampak foto wanita pemilik Stars Peach Cafe yang tengah berpose dengan elegan di layar ponselnya itu.

'Dia itu perempuan nggak tau malu! Artis murahan yang bisanya cuma ngerayu suami saya!'

Itulah sepatah kalimat dari Rina yang masih ia ingat. Kalimat yang lantas membuat perasaan pria di sudut kafe itu cemas tak menentu.

Dengan penuh kehati-hatian, pria berkelopak mata indah itu pun mulai membaca panel info yang muncul setelah ia melakukan pencarian dengan keywords “Tiffany Adhara”—nama dari seorang gadis remaja yang ia kenal.

[Tiffany Adhara adalah seorang pengusaha muda sekaligus penyanyi berkebangsaan Indonesia yang juga merupakan vokalis Bumantara Band; kelahiran: 15 Maret 1993 (usia 28 tahun), Bandung; tinggi: 1,67 m.]

Pria pemilik nama Kevin Lee itu sontak tergemap. Seketika pula dadanya terasa begitu tersentak. Tangannya bergetar ketika mulai menggulir sejumlah clickbait yang muncul pada pencarian internetnya.

[Profil Tiffany Adhara, Selebgram, Pengusaha, dan Vokalis Cantik Asal Bandung]

[Masa Lalu Tiffany Rintis Karir bersama Mantan Kekasih, Satria: Dia Satu-satunya …]

[Selalu Kompak, Inilah 9 Potret Kedekatan Tiffany dengan Personel Band-nya]

[Persahabatan Tiffany dengan Kim Shin, Warganet: Mereka Serasi Banget, Semoga Jadi …]

[Telah Lama Pisah, Tiffany dan Satria Masih Kompak Bermusik di Bumantara …]

[Warganet Sebut Dirinya Jatuh Cinta pada Tiffany, Lee Yul: Siapapun Akan …]

[Tiffany Diisukan Dekat dengan Artis Korea, Ini Pendapat Dimas Soal Mantan Kekasihnya]

[Sukses Bangun Kerajaan Bisnisnya, Siapa Sangka Tiffany Pernah Rela Tidak Makan …]

Mata Kevin mulai berkaca-kaca setelah membaca setiap clickbait yang muncul pada penelusuran internet. Dadanya naik turun tak beraturan dengan mulut yang sedikit terbuka.  Namun, tak satu pun dari clickbait itu yang ia sentuh.

Sementara itu, wanita yang bernama Tiffany Adhara masih berjalan mondar-mandir dengan penuh kekhawatiran di ruangan pribadinya.

“Kamu nggak salah liat, Her?” tanya Tiffany pada Heru yang saat ini hanya diam tak berkutik.

Heru menggelengkan kepalanya dengan pelan.

“Tidak, Bu. Salah satu barista yang memberitahu saya, dia kan tidak mungkin berani bercanda dalam situasi seperti ini.”

Tiffany tiba-tiba berjongkok sambil menutupi wajah.

“Her, sumpah saya malu banget!” rintihnya yang mulai terisak pilu.

“Apa lebih baik saya sampaikan permintaan maaf kita secara pribadi saja, Bu? M—maksudnya saya datangi langsung ke mejanya, gitu,” ujar Heru.

“Saya pikir dia sedang tidak ingin dikenali di tempat ini,” tambahnya setelah ia ikut berjongkok di depan Tiffany yang merasa frustrasi karena kehadiran Kevin Lee di kafenya.

“Nggak usah!”

Tiffany spontan membuka wajahnya yang memerah dan langsung menampik inisiatif manajernya itu.

“Kamu nggak usah sampe nyamperin dia juga kali, Her!”

“Saya nggak kenal sama dia. Jadi kita nggak perlu minta maaf secara personal,” sanggah Tiffany dengan suara bergetar sambil mengusap pipinya yang basah.

“B—baik, Bu,” balas Heru. “Lalu kita harus bagaimana, Bu?”

Tiffany menjentik bibirnya. Matanya berkeliling sambil berpikir.

Ia mendengkus kesal. “Nggak tau,” lirihnya dengan memelas.

Heru menarik napasnya dalam-dalam. Ia tidak mengerti dengan apa yang telah membuat bosnya itu tampak begitu merasa cemas dengan kehadiran Kevin.

“Tapi tadi nggak ada yang cari perhatian ke dia, kan? Barista kita nggak nunjukkin ke dia kalau mereka tuh kenal sama—”

“Tidak, Bu. Lagi pula dia pakai masker, jadi kita tau kalau dia memang tidak ingin dikenali oleh orang-orang yang ada di kafe,” tukas Heru.

Barista dan seluruh karyawan di Stars Peach Caffe memang terbiasa untuk bersikap profesional, sekalipun jika pengunjungnya adalah artis idolanya.

Tiffany membuang napasnya dengan kasar. Ia lantas duduk di lantai dengan pasrah.

“Kenapa dia bisa datang ke sini ya, Her?” gumamnya tanpa melepaskan kegundahan dari wajahnya.

Heru tersenyum kecut. Jelas saja ia tidak tahu alasannya.

“Mungkin karena tempat ini hits di kalangan artis, Bu?” Heru bergumam sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Tanpa aba-aba, Tiffany tiba-tiba membelalak dengan ekspresi yang penuh keterkejutan.

Heru menyeringai keheranan, lagi-lagi ia dibuat bingung oleh reaksi bosnya yang tidak bisa ditebak.

“Apa ada artis lain yang dateng?”

“Tidak, Bu. Sore ini kebetulan belum ada artis lain yang ke sini.”

Tiffany mengusap dadanya sambil menghela napas lega.

“Kamera?” Sekali lagi matanya membulat.

“Saya dan yang lain sudah memastikan kalau mereka tidak ada yang mengarahkan kameranya,” balas Heru.

“Dan beberapa orang, termasuk saya juga tadi berdiri merapat menutupi keributan,” tambahnya.

Jawaban melegakan itu spontan dibalas dengan anggukan oleh Tiffany. Namun, bukan berarti kekhawatirannya akan kehadiran Kevin hilang begitu saja. Tiffany masih tak habis pikir dengan apa yang akan ada di benak Kevin setelah melihat dirinya yang baru saja dipermalukan di kafe.

“Berarti muka saya nggak keliatan sama pengunjung ya, Her?” tanya Tiffany dengan tatapan penuh harapan.

Heru tergemap. Ia membisu dengan bola matanya yang sedikit berputar.

“Eheum,” gumam Heru sambil mengangguk ragu. Sebenarnya ia tidak begitu yakin.

“Yang bener, Her.” Tiffany kembali kehilangan harapan.

Heru tersenyum canggung. “Mungkin terlihat dari sudut pandang tertentu, Bu.”

Tiffany mengembuskan napasnya dengan kasar. Ia mengerucutkan bibirnya dengan wajah lesu.

“Memangnya Kevin duduk di sebelah mana sih, Her?”

“Di pojok, Bu.”

“Pojok?” gumamnya sambil mengerling. “Di pojok tuh, pojok sebelah mana sih?”

“Di deket pintu masuk, Bu.”

Tiffany sontak membulatkan matanya sambil menelan ludah. “Serius kamu?”

“Berarti literally dia sejajar sama panggung, dong?” Tangan Tiffany bergerak sambil memeragakan posisi tempat duduk Kevin dengan panggung.

“I—iya, Bu.”

“Mampus lo, Fan!” gerutu Tiffany dalam hati.

***

“Lu cari masalah ya sama gua! Berani-beraninya lu malu-maluin Fany di depan banyak orang! Lu masih waras?” gerutu Satria sambil menyetir mobilnya.

Rina membungkam. Ia terus terisak di jok belakang sementara suaminya tak henti merutuk dengan emosi yang tidak kunjung mereda.

“Udah gua bilang, jangan sedikit pun ngusik hubungan gua sama Fany!”

“Mau sekeras apa pun usaha lu buat misahin gua sama Fany, lu nggak akan pernah bisa Rin!”

“Lagian kenapa sih lu ribet-ribet ngurusin hubungan gua sama Fany! Toh transferan pun lancar, kan? Gua kasih lu jatah bulanan, duit buat anak-anak juga lancar! Lu kagak usah khawatir soal urusan duit!” Satria kian mengeraskan suaranya memenuhi kepenatan di mobil.

“Lagian hampir semua duit gua, gua gelontorin buat urusan rumah! Kagak ada tuh sepeser pun yang gua pake buat Fany! Jadi lu kagak usah bertingkah aneh-aneh!”

Sekilas ia menyempatkan dirinya untuk melihat Rina melalui spion dalam. “Ini tuh masalah hati, lu kagak usah ikut campur!”

“Justru karena masalah hati, Mas! Aku itu istri kamu! Seharusnya kamu bisa jaga perasaan aku!” balas Rina dengan suara yang bergetar.

Satria menyeringai kesal. Wajahnya memerah disertai urat-urat pada pelipisnya tampak menonjol.

“Jangan pernah lu bahas-bahas soal urusan perasaan di antara kita!”

“Tapi kan ak—”

“Gua nggak pernah minta lu buat punya perasaan sama gua!”

***

Tiffany mengerutkan keningnya di depan jendela sambil mengintip parkiran kafe dari sela-sela gorden.

“Dia pake baju apa, Her?” tanya Tiffany untuk yang ke sekian kalinya tanpa mengalihkan pandangannya ke arah parkiran.

“Saya lupa, Bu. Pokoknya dia pake topi sama masker.”

Heru ikut mengintip dari sisi jendela yang satu lagi.

Tiffany menjentik bibir. Sebenarnya ia merasa enggan untuk melakukan hal konyol ini. Namun, rasa penasarannya untuk melihat Kevin secara langsung mengalahkan segala perasaan getirnya.

Bagaimanapun, ia merasa penasaran dengan keadaan pria yang sudah belasan tahun tidak dijumpainya itu.

“Oooh, itu Her?” seru Tiffany dengan mata membulat.

“Nah, itu Bu.” Heru mengangguk tanpa melepaskan pandangan.

“Eumm,” gumam Tiffany sambil mengangguk kecil. Beberapa kali ia menelan ludahnya menahan perasaan tegang. Hingga tak lama setelah itu ia pun segera menutup gordennya rapat-rapat dan berlalu dari jendela.

“Ibu penggemarnya, ya?” celetuk Heru setelah Tiffany kembali duduk di depan mejanya.

Tiffany sontak menyeringai terkejut.

“Enggak,” balasnya menunjukkan keengganan.

“Memangnya kenapa?” tanya Tiffany penasaran.

“Oh, tidak apa-apa Bu. Saya hanya menebak saja.” Heru tersenyum kecil sambil menggaruk tengkuknya.

“Enggak kok, saya nggak ngefans sama dia. Saya juga nggak kenal sama karya-karyanya,” ketus Tiffany dengan sinis.

Heru mengangguk dengan segan sementara Tiffany tampak tengah menimbang-nimbang sesuatu.

“Kamu nggak perlu kasih tau siapa-siapa ya soal Kevin yang dateng ke sini.”

“M—maksudnya jangan dikasih tau kepada siapa, Bu?”

Tiffany menggerakkan bola matanya dengan canggung. “Ya siapa pun itu. Apalagi Satria.”

Heru bergeming, benaknya spontan bertanya-tanya akan kaitan Kevin dan Satria.

Tiffany melirik Heru dengan ekor matanya. “Urusannya bakalan ribet kalau Satria sampe tau ada artis yang liat kejadian tadi. Apalagi artis Korea,” tambah Tiffany sebelum ia menelan ludahnya lagi.

“Ooooh, iya-iya Bu. Siap,” balas Heru sambil mengangguk-angguk paham.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 69

    [Flashback]Langit tak kunjung berhenti menangis. Derai airmatanya terus membasahi tanah, menggenangi jalan, membanjiri hati seorang gadis jelita yang saat ini tengah bermenung di depan jendela kamarnya.Ia tampak begitu nyaman dalam posisinya yang tengah memangku wajah. Bibirnya yang pucat tak sedikit pun melunturkan keindahan garis senyumnya.Tuk ... Tuk ..."Fan." Terdengar suara lelaki yang memanggil namanya di depan kamar.Tiffany spontan menoleh ke belakang. Tanpa berpikir panjang, ia segera berjalan ke arah pintu. "Iya, tunggu."Cklek."Kakak," ucap Tiffany dengan lirih sambil menyimpulkan kebahagiaan. Ia begitu girang saat berjumpa dengan kakaknya.Arga membalas sambutan adiknya dengan reaksi yang jauh lebih antusias. Ia melebarkan senyumnya dengan riang sambil memeluk Tiffany. Tangannya meraih kepala sang adik dan membelainya dengan penuh kehangatan.Arga mengecup puncak kepala adik satu-satunya itu. "Udah makan?"Tiffany mengangguk dengan girang. "Udah. Kakak gimana?""Udah,

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 68

    "Berkunjung ke rumah keluarga, Pak?"Itulah pertanyaan kesekian kalinya yang terlontar dari mulut sopir yang kini tengah mengantarkan Kevin ke Bandung. Pertanyaan yang lagi-lagi memaksa Kevin untuk berbicara ketika suasana hatinya sama sekali tidak dalam keadaan yang baik-baik saja."Iya," sahutnya singkat."Wah, seneng banget saya kalau lewat jalanan di sana." Sang sopir meneruskan pembicaraannya tanpa mencoba memahami kondisi kliennya. "Romantis banget itu suasananya."Kevin tersenyum pahit. Kata-kata yang diucapkan oleh sopir itu seketika kian membuatnya cemas. Setiap ingatan yang muncul tentang kota legendaris dalam hidupnya itu kini membuatnya berkeringat dingin."Nggak kebayang sih untuk saya, harga rumah di sana. Pasti miliaran, ya," ucap sang sopir.Kevin sama sekali tak menyahut sopir. Pikirannya berantakan. Banyak hal yang kini berkeliaran dalam benaknya. Bahkan ia sendiri pun tidak tahu apa tujuannya pergi ke Bandung.Untuk menyusul Tiffany? Rasanya mustahil untuk saat ini.

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 67

    "Aduuuuh, La! Pelan-pelan atuuuh!"Tiffany menjerit sambil mencengkeram bajunya. Sementara itu, Damar dan istrinya terus terkekeh saat melihat tingkah konyol Tiffany yang terilihat tidak lagi memedulikan wibawanya sebagai seorang figur publik. Wanita itu malah terlihat seperti gadis kecil yang mengaduh menggemaskan."Aduuuh! Sakiit, Lala!""Lalaaa!""Damar! Lo jangan ngetawain gue! Ini sakit!"Wanita itu tidak berhenti mengoceh hingga bulir airmata terus mendarat di wajahnya. Tingkah wanita itu membuat Damar dan istrinya kian cekikikan sampai wajahnya memerah."Bentar, Fan," ujar Lala sambil merapikan perban yang telah disiapkannya.Bohong sekali jika sebelumnya Tiffany mengaku-ngaku bahwa luka yang ada di dahinya sama sekali tidak berarti apa-apa untuk dirinya. Nyatanya, setelah luka itu dibersihkan oleh Lala, rasa sakitnya bukan main.Tiffany memang benar-benar membenci luka yang menyakiti tubuhnya. Namun, kali ini, ia mengaduh kesakitan bukan semata-mata hanya karena luka yang ada p

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 66

    Kim Shin menggoyang-goyangkan kakinya di bawah meja. Sejak Heru memulai presentasinya terkait bisnis Stars Peach Cafe, pria oriental itu memang tampak gelisah. Ia bahkan tidak terlihat benar-benar menyimak apa yang telah dipaparkan oleh Heru. Perasaannya begitu buncah dengan pikiran yang tidak karuan."Sudah?" tanyanya singkat setelah Heru kembali duduk di kursinya.Heru menganggukkan kepala sambil tersenyum simpul. Ia sejenak melirik pada Dine. "Sudah, Pak."Pertemuan mereka memang terjadi sangat mendadak. Kim Shin tiba-tiba datang ke kafe dan mendesak Heru untuk mempresentasikan bisnis Stars Peach Cafe. Tidak banyak alasan yang dapat membuat Heru menolak permintaan itu, terlebih lagi dengan kondisi keuangan kafe yang memang tengah membutuhkan suntikan dana investor. Alhasil, meskipun Heru belum mendapatkan tanggapan dari Tiffany terkait permintaan Kim Shin yang begitu mendadak, Heru memberanikan diri untuk mengambil keputusan. Ia menyanggupi permintaan Kim Shin.Kim Shin merapatkan

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 65

    "Lu baik-baik aja, Fan?" tanya Geza setelah Tiffany masuk ke dalam mobilnya dan duduk di jok penumpang depan.Wanita itu terus saja menundukkan pandangannya. Tidak ada kehangatan yang biasanya terpancar dari wajah orientalnya itu. Bibirnya terus saja melengkung ke bawah dengan mata yang sayu.Tiffany tersenyum tipis. "Gue nggak mungkin baik-baik aja, Gez."Geza menarik napas dengan wajah gamam. "Tadi keliatannya Teh Yuna serius banget."Geza menelan ludahnya. Ia merasa gugup untuk memancing Tiffany agar ia mau menceritakan sesuatu tentang perbincangannya dengan Yuna barusan. Meskipun tidak begitu akrab, entah mengapa hatinya tergerak untuk memastikan agar Tiffany baik-baik saja. Geza tahu persis kalau Dimas sangat menyayangi Tiffany dan tidak ingin wanita itu terluka sedikit pun. Mungkin ini salah satu upaya yang dapat ia lakukan sebagai teman dari pria malang yang harus kehilangan nyawanya dalam insiden kecelakaan itu."Jadi ke DU-nya?" tanya Geza

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 64

    Tiffany dan Yuna masuk ke dalam mobil kepunyaan kerabat Dimas. Keduanya tampak bersitegang. Yuna terus bersikap dingin dengan raut wajahnya yang sama sekali tidak memberikan ketenangan kepada Tiffany. Sementara itu, Tiffany terus menundukkan pandangannya sambil menahan tangis dan perasaan khawatir. "Jidat kamu kenapa?" tanya Yuna dengan datar. Tiffany refleks memegang perban pada keningnya. Ia menelan ludahnya sebelum melirik pada Yuna. Tiffany bingung harus menjawab apa. Mungkinkah Yuna belum membaca berita soal skandal terbarunya dengan ibu dan mertuanya Satria? "I—ini, kejeduk, Teh," balas Tiffany dengan gugup. "Gara-gara Dimas?" celetuk Yuna. Tiffany membulatkan matanya. Ia spontan bergumam kebingungan. "Bukan, Teh." Otaknya berupaya menemukan alasan yang tepat, Tiffany diam dengan ken

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status