Silau mentari berselimut mendung, telah datang menyibak gelapnya malam. Gemericik hujan masih setia beradu dengan isi bumi, menyembunyikan syair dalam kebisingan. Udara dingin yang seharusnya sudah berganti hangat, tetapi seakan enggan untuk pergi. Dia begitu setia menemani wanita malang yang sedang meringkuk di atas kasur. Badannya menggigil menahan pelukan hawa dingin yang datang menyapa. Entah atas dosa apa yang dia tebus, hingga dirinya harus kehilangan harsa kehidupan dalam sekejap mata. Hanya tangis yang bisa mewakili teriakan lara hati Rebeka. Derap langkah terdengar mendekatinya, tetapi Rebeka masih enggan menengadahkan kepala, walau hanya sekedar mengintip siapa yang datang padanya. Dia masih setia meringkuk dan meratapi luka hati yang sedang menganga. Hidup yang biasa bergelimang harta, kini dia harus hidup berbanding terbalik dengan dunia sebelumnya. Kasih sayang dan perhatian yang selalu dia dapatkan dari sang kakak, sekarang tidak lagi akan dia temui. Rebeka harus terbia
"Ternyata wanita sialan itu punya nyali juga. Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus waspada dan lebih menekannya lagi, sebelum semuanya hancur." Difza menghempaskan tubuhnya ke ranjang yang begitu empuk.Difza dan Rebeka tinggal di satu rumah yang sama, tetapi kamar berbeda. Begitu juga tempat beristirahatnya yang jauh berbeda. Rebeka dibiarkan tidur di kasur usang yang sudah keras, tidak ada ranjang untuknya. Kasur yang langsung di biarkan tergeletak begitu saja di atas lantai. Sedangkan di kamar Difza, ada ranjang dan kasur yang begitu empuk untuk memberi kenyamanan pada dirinya saat beristirahat. Niat Difza yang semula mendatangi Rebeka ke kamarnya untuk menekan dan menyakiti wanitu itu, ternyata dia seakan datang untuk membangunkan singa yang sedang tidur. Akhirnya Difza kembali ke kamarnya untuk mencari ide tentang cara selanjutnya balas dendam pada keluarga Rebeka. Satu targetnya sudah masuk perangkap, tinggal menghancurkan yang lain.Dendam Difza yang telah mendarah daging, membu
"Katakan padaku, apa saja yang telah kamu lakukan dengan lawan jenismu sebelumnya?" tanya Difza yang sudah mengungkung Rebeka. Rebeka sekarang sudah berada dalam pelukan Difza dengan posisi dikunci pergerakannya dengan sangat erat. Rebeka yang duduk di depan Difza, bersandar pada tubuhnya, kedua tangan Rebeka dipegang erat oleh Difza, sedangkan kakinya dihimpit oleh kaki Difza. Hingga semua pergerakan Rebeka sudah terkunci dalam kungkungan pria itu. Bernafas pun Rebeka terasa sesak, Difza benar-benar seperti simpul mati yang melilit tubuh Rebeka dan sangat susah untuk dibuka.Rebeka mencoba melepaskan diri, tetapi itu hanya sia-sia. Karena kekuatan tubuh mungil Rebeka sudah pasti kalah oleh tubuh kekar Difza. Satu tangan Difza saja sudah bisa mengalahkan seluruh kekuatan Rebeka. Apalagi saat ini rebeka benar-benar dikungkung dan dikunci pergerakannya."Ayo jawab! Apa saja yang kamu lakukan dengan lawan jenismu sebelumnya?" tanya Difza yang semakin mengeratkan kungkungannya."Kalau in
Difza terbuai dan terlena oleh sentuhan demi sentuhan Rebeka yang begitu memabukkan. Hampir saja dia lupa akan misi dan komitmen yang dia jalin sebelumnya. Rencana besar yang telah dikemas sedemikian rupa oleh Difza, terguncang dan hampir saja runtuh berantakan akibat dirinya tidak bisa menguasai kondisi yang saat ini dia alami. Sadar akan sesuatu yang sudah tidak beres dan bisa saja menghancurkan komitmennya, Difza yang sudah mulai terhasut oleh hasrat yang ditimbulkan oleh aksi Rebeka, dia kembali menguasai dirinya dan tidak membiarkan terlena semakin dalam lagi. Dengan deheman yang membuat dirinya kembali terlihat sangar, Difza mendorong tubuh Rebeka hingga terjatuh ke lantai. Sakit … sudah pasti sangat sakit dirasakan oleh pinggul Rebeka. Karena tanpa ada penghalang sedikitpun, tubuhnya mendarat dengan sangat keras ke lantai keramik yang begitu keras. Mata elang Difza memancarkan kemarahan yang sudah berkobar. Tangannya mengepal dengan rahang yang mengeras. Rebeka yang melihat p
"Sayang, kamu di mana? Aku sudah gak sabar untuk diresmikan jadi pasangan hidupmu," rengek Rebeka dengan manjanya."Iya, Sayang. Ini sudah mau berangkat ke sana," jawab lelaki yang begitu memabukkan hati Rebeka."Aku video call, ya?" Tanpa menunggu persetujuan lawan bicaranya, Rebeka segera menyentuh layar benda pipih yang ada di tangannya, mengubah panggilan biasa menjadi panggilan Video.Tidak berselang lama, hanya dalam hitungan detik, di layar ponsel Rebeka sudah terlihat wajah pria yang begitu gagahnya. Wajah yang selalu membuat rindu membara di hati Rebeka. Senyuman manis Rebeka pun secara otomatis menyambut sambungan video call itu."Ayang," rengek Rebeka dengan air muka yang begitu menggemaskan."Kamu makin cantik bak bidadari. Aku juga sudah tidak sabar ingin menjadikanmu milikku seutuhnya," balas Zidan yang membuat hati Rebeka kian berbunga-bunga."Aku memang bidadari, Sayang. Bidadari di hatimu," ujar Rebeka dengan begitu percaya diri."Kalau itu sudah pasti," jawab Zidan d
Rebeka kaget alang-kepalang mendengar penuturan Alina yang mengatakan kalau mereka bukanlah saudara kandung. Sudah dua puluh dua tahun umurnya, baru kali ini Rebeka mengetahui hal itu. Entah itu hanya guyonan dari sang kakak, atau memang benar adanya. Namun, apa yang diucapkan Alina mampu membuat jantung Rebeka terasa ingin meledak saat itu juga."Kakak lagi bercanda, kan?" tanya Alina meyakinkan apa yang dia dengar adalah sebuah kebohongan Alina untuk mengerjainya.Alina hanya menggeleng pelan tanpa menjawab sepatah kata pun pertanyaan dari Rebeca. Dia sebenarnya tidak mau mengasih tahu Alina tentang hal yang ditutupi selama ini. Bahkan ini ditutupi berpuluh tahun lamanya. Namun, Alina merasa ini waktu yang tepat dia mengungkap rahasia yang sebenarnya tidak boleh dibocorkan oleh orang tua mereka. Alina ingin Rebeka tahu status mereka yang sebenarnya dan seberapa besar cinta serta sayang Alina pada Rebeka."Kakak, kamu bercanda." Rebeka memegang erat tangan Alina dan masih berharap in
Ponsel Rebeka yang tadinya digenggam untuk mengecek pesan dari calon suaminya, kini jatuh ke lantai begitu saja. Sontak membuat Alina kaget dan bertanya-tanya apa yang terjadi. Pikiran Alina langsung dipenuhi hal-hal negatif yang telah terjadi pada Zidan–calon suami Rebeka."Ada apa, Re? Apa terjadi sesuatu yang tidak diinginkan?" Tanya Alina sambil mengambil ponsel yang sudah tergeletak di lantai.Rebeka tidak bisa berkata apapun untuk menjawab pertanyaan kakaknya. Dia tidak menyangka cobaan untuk dirinya hadir pada hari yang seharusnya dia sangat bahagia. Mulai dari dia yang memgetahui kebenaran tentang dirinya yang bukan adik kandung Alina, kini datang lagi cobaan yang tidak kalah dahsyatnya menghantam hati Rebeka. "Astaga!" Alina terlonjak kaget ketika melihat foto di layar ponsel Rebeka yang sedang berada di tangannya."Re, ini seriusan?" tanya Alina minta penjelasan dari Rebeka.Rebeka tidak menjawab pertanyaan Alina. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Berharap Alina tidak
"Aku terima nikah dan kawinnya Rebeka Alzelia Yosie dengan mahar uang sebanyak dua ratus ribu rupiah dibayar tunai," ucapan lantang dengan sekali tarikan napas menggema di telinga Rebeka. Air mata Rebeka kian deras mengalir melewati pipinya. Dia tidak menyangka, mimpinya untuk menikah terwujud juga, tetapi bukan sama orang yang didamba oleh Rebeka untuk menjadi imamnya. "Sah!" suara para saksi pun kini terdengar bak panduan suara.Hancur bersama penyesalan. Itulah kini yang menghiasi hati Rebeka. Apalagi, sejak tadi dia selalu mengedarkan pandangannya, tetapi kakak tercinta yang biasa selalu ada ketika suka dan duka Rebeka, kali ini tidak menampakkan batang hidungnya untuk menyaksikan betapa rapuhnya Rebeka saat ini."Kak, begitu besarkah rasa bencimu padaku saat ini? Aku butuh kamu untuk bersandar mencurahkan segala kehancuranku dan memelukmu untuk sedikit membalut lukaku. Kenapa kamu tidak ada di sampingku ketika badai menghantamku hingga hancur?" Rebeka membatin dalam isakan tang