Difza terbuai dan terlena oleh sentuhan demi sentuhan Rebeka yang begitu memabukkan. Hampir saja dia lupa akan misi dan komitmen yang dia jalin sebelumnya. Rencana besar yang telah dikemas sedemikian rupa oleh Difza, terguncang dan hampir saja runtuh berantakan akibat dirinya tidak bisa menguasai kondisi yang saat ini dia alami. Sadar akan sesuatu yang sudah tidak beres dan bisa saja menghancurkan komitmennya, Difza yang sudah mulai terhasut oleh hasrat yang ditimbulkan oleh aksi Rebeka, dia kembali menguasai dirinya dan tidak membiarkan terlena semakin dalam lagi. Dengan deheman yang membuat dirinya kembali terlihat sangar, Difza mendorong tubuh Rebeka hingga terjatuh ke lantai. Sakit … sudah pasti sangat sakit dirasakan oleh pinggul Rebeka. Karena tanpa ada penghalang sedikitpun, tubuhnya mendarat dengan sangat keras ke lantai keramik yang begitu keras. Mata elang Difza memancarkan kemarahan yang sudah berkobar. Tangannya mengepal dengan rahang yang mengeras. Rebeka yang melihat p
"Sayang, kamu di mana? Aku sudah gak sabar untuk diresmikan jadi pasangan hidupmu," rengek Rebeka dengan manjanya."Iya, Sayang. Ini sudah mau berangkat ke sana," jawab lelaki yang begitu memabukkan hati Rebeka."Aku video call, ya?" Tanpa menunggu persetujuan lawan bicaranya, Rebeka segera menyentuh layar benda pipih yang ada di tangannya, mengubah panggilan biasa menjadi panggilan Video.Tidak berselang lama, hanya dalam hitungan detik, di layar ponsel Rebeka sudah terlihat wajah pria yang begitu gagahnya. Wajah yang selalu membuat rindu membara di hati Rebeka. Senyuman manis Rebeka pun secara otomatis menyambut sambungan video call itu."Ayang," rengek Rebeka dengan air muka yang begitu menggemaskan."Kamu makin cantik bak bidadari. Aku juga sudah tidak sabar ingin menjadikanmu milikku seutuhnya," balas Zidan yang membuat hati Rebeka kian berbunga-bunga."Aku memang bidadari, Sayang. Bidadari di hatimu," ujar Rebeka dengan begitu percaya diri."Kalau itu sudah pasti," jawab Zidan d
Rebeka kaget alang-kepalang mendengar penuturan Alina yang mengatakan kalau mereka bukanlah saudara kandung. Sudah dua puluh dua tahun umurnya, baru kali ini Rebeka mengetahui hal itu. Entah itu hanya guyonan dari sang kakak, atau memang benar adanya. Namun, apa yang diucapkan Alina mampu membuat jantung Rebeka terasa ingin meledak saat itu juga."Kakak lagi bercanda, kan?" tanya Alina meyakinkan apa yang dia dengar adalah sebuah kebohongan Alina untuk mengerjainya.Alina hanya menggeleng pelan tanpa menjawab sepatah kata pun pertanyaan dari Rebeca. Dia sebenarnya tidak mau mengasih tahu Alina tentang hal yang ditutupi selama ini. Bahkan ini ditutupi berpuluh tahun lamanya. Namun, Alina merasa ini waktu yang tepat dia mengungkap rahasia yang sebenarnya tidak boleh dibocorkan oleh orang tua mereka. Alina ingin Rebeka tahu status mereka yang sebenarnya dan seberapa besar cinta serta sayang Alina pada Rebeka."Kakak, kamu bercanda." Rebeka memegang erat tangan Alina dan masih berharap in
Ponsel Rebeka yang tadinya digenggam untuk mengecek pesan dari calon suaminya, kini jatuh ke lantai begitu saja. Sontak membuat Alina kaget dan bertanya-tanya apa yang terjadi. Pikiran Alina langsung dipenuhi hal-hal negatif yang telah terjadi pada Zidan–calon suami Rebeka."Ada apa, Re? Apa terjadi sesuatu yang tidak diinginkan?" Tanya Alina sambil mengambil ponsel yang sudah tergeletak di lantai.Rebeka tidak bisa berkata apapun untuk menjawab pertanyaan kakaknya. Dia tidak menyangka cobaan untuk dirinya hadir pada hari yang seharusnya dia sangat bahagia. Mulai dari dia yang memgetahui kebenaran tentang dirinya yang bukan adik kandung Alina, kini datang lagi cobaan yang tidak kalah dahsyatnya menghantam hati Rebeka. "Astaga!" Alina terlonjak kaget ketika melihat foto di layar ponsel Rebeka yang sedang berada di tangannya."Re, ini seriusan?" tanya Alina minta penjelasan dari Rebeka.Rebeka tidak menjawab pertanyaan Alina. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Berharap Alina tidak
"Aku terima nikah dan kawinnya Rebeka Alzelia Yosie dengan mahar uang sebanyak dua ratus ribu rupiah dibayar tunai," ucapan lantang dengan sekali tarikan napas menggema di telinga Rebeka. Air mata Rebeka kian deras mengalir melewati pipinya. Dia tidak menyangka, mimpinya untuk menikah terwujud juga, tetapi bukan sama orang yang didamba oleh Rebeka untuk menjadi imamnya. "Sah!" suara para saksi pun kini terdengar bak panduan suara.Hancur bersama penyesalan. Itulah kini yang menghiasi hati Rebeka. Apalagi, sejak tadi dia selalu mengedarkan pandangannya, tetapi kakak tercinta yang biasa selalu ada ketika suka dan duka Rebeka, kali ini tidak menampakkan batang hidungnya untuk menyaksikan betapa rapuhnya Rebeka saat ini."Kak, begitu besarkah rasa bencimu padaku saat ini? Aku butuh kamu untuk bersandar mencurahkan segala kehancuranku dan memelukmu untuk sedikit membalut lukaku. Kenapa kamu tidak ada di sampingku ketika badai menghantamku hingga hancur?" Rebeka membatin dalam isakan tang
Rebeka berusaha melenyapkan dirinya sendiri dengan terus menarik ujung syal, agar lilitan di lehernya makin erat. Sepersekian detik, dirinya memang sudah mengalami penurunan oksigen walau belum kehilangan kesadarannya. Di sela aksinya, Rebeka terus berdoa memanggil malaikat maut agar segera menghampirinya. Aksi Rebeka tersentak karena sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Rebeka.Tamparan yang menghasilkan bunyi sangat nyaring seperti anak pramuka yang melakukan tepuk tunggal. Tidak diragukan lagi, tamparan itu berhasil memberikan bekas merah di pipi Rebeka. Rasa panas dan perih menjalar di bagian kulit yang baru saja mendapat hadiah tersebut. Rebeka meringis, karena baru kali ini dia mendapatkan tamparan yang sangat dahsyat seperti itu. Tangan Rebeka sontak melepas ujung syal dan kini jemarinya berpindah menelisik kulit wajahnya yang terasa panas bercampur perih. Rebeka tidak menyangka dia akan mendapatkan sakit lahir batin pada saat hari yang seharusnya dia sangat bahagia. L
"Inilah yang dinamakan sakit lahir dan batin. Sudah menderita akibat ujian yang datang seperti badai mengamuk laut, sekarang badanku juga dihajar tanpa ampun," batin Rebeka yang kini menghindari amukan Alina.Alina yang melihat Rebeka menghindar dari amukannya, bukan berhenti dan diam di tempat, tetapi dia tetap berusaha mendekati Rebeka. Bekas di sekujur tubuh Rebeka akibat bogeman Alina jangan ditanya lagi, sudah pasti hampir di setiap inci kulit Rebeka menyisakan bekas."Kak, hentikan! Aku sudah tidak sanggup menerima serangan Kakak," pinta Rebeka yang sudah merasakan remuk di sekujur tubuhnya.Alina terus mendekati Rebeka yang berlari ke sudut kamarnya dan berhenti ketika sudah bersedekap dengan dinding. "Langsung bunuh aku saja, Kak. Aku memang mau mati, tapi jangan aniaya seperti ini sebelum pergi. Badanku sudah remuk. Aku tidak tahan!" pekik Rebeka ketika Alina sudah berada di hadapannya.Tanpa diduga oleh Rebeka yang ketakutan akan dihajar lagi, ternyata Alina malah merangkul
Sehari setelah pernikahannya dengan Rebeka, Difza membawa Rebeka pindah dari rumah orang tua istrinya. Rebeka yang biasa hidup bergelimang harta dan tinggal di rumah yang begitu mewahnya, setelah menikah dia harus ikut bersama Difza di rumah sederhana yang begitu asing bagi Rebeka. Rumah yang jauh dari kata elit. Rumah satu lantai yang di dalamnya hanya ada dua kamar tidur dan satu kamar mandi umum. Tidak ada kamar mandi pribadi seperti di rumah Rebeka."Betah ataupun tidak, kamu harus menyesuaikan diri dengan kehidupan kedepannya. Di sini tidak ada pelayan seperti di rumahmu, dan sudah pasti kedepannya kamu harus mengerti apa tugasmu," Difza berkata dengan angkuhnya.Rebeka hanya diam dan meratapi nasibnya dalam hati. Kenapa hidupnya sesial itu hanya dalam hitungan jam langsung berubah. Rebeka sudah bisa menerka dari situasi dan tempat yang akan dia tempati bersama Difza, untuk kedepannya hidup yang akan dia jalani berubah 180° dari biasanya. Sungguh takdir yang tidak bisa Rebeka ter