“Ke mana Tuan Raymond?”
Pagi-pagi sekali, Rara sudah tidak menemukan Raymond di ranjang kamar mereka. Yang dia temukan justru beberapa paper bag yang berisi barang- barang mewah untuknya.
Karena penasaran, dia pun bertanya pada salah satu pelayang yang menjaga di pintu kamarnya. Jawaban pria itu membuat Rara sedikit bersorak girang.
“Beberapa hari ke depan, Tuan Raymond tidak akan pulang. Beliau ada meeting di luar negeri.”
Menjadi budak Raymond menjadikan Rara bak seekor burung yang hidup di dalam sangkar, terbelenggu dan tidak bebas.
Sikap dingin dan tak peduli Raymond membuatnya bak di dalam neraka yang membuat jiwanya menjerit, pergi tak bisa bertahan tak sanggup.
Bebas lepas, itulah yang Rara rasakan hari ini dia yang bergembira berguling-guling di atas tempat tidur sambil meluapkan semua apa yang dia rasakan.
"Terima kasih, Tuhan karena membuat si iblis itu keluar negeri. Bila perlu, tolong jangan dipulangkan, Tuhan." Doa kecil yang dia minta pada Tuhannya.
Hal yang berbeda justru terjadi pada Raymond. Dia yang mulai kecanduan tubuh Rara nampak galau ketika seharian tidak mengerjai wanitanya.
Asisten Raymond, David, bahkan beberapa kali menegurnya kala pria itu nampak tidak fokus.
"Maaf, Tuan. Kita sudah ditunggu.”
"Batalkan saja, aku sedang tidak ingin membahas apapun."
Tidak biasanya, sang bos begitu mementingkan mood kala berurusan dengan pekerjaan. Kening David pun berkerut, heran. "Apa ada masalah, sehingga anda membatalkan meeting penting ini, Tuan?"
Pertanyaan David membuat Raymond kesal. “Pergilah, dan jadilah wakilku.”
Sementara Raymond mengutus David, dia kembali ke kamar hotelnya. Pria itu menghubungi kepala keamanan di rumahnya. Dia meminta kepala keamanan untuk mengirimkan rekaman CCTV di kamarnya secara real time.
Raymond melihat apa saja yang dilakukan Rara seharian ini tanpa dirinya. Dia berdecak begitu melihat raut wajah tanpa beban wanita itu.
"Wanita ini bisa-bisanya bahagia seperti ini ketika aku tidak di rumah!”
Ada rasa kesal tersendiri ketika Rara justru bahagia sekali ketika dia tidak ada di rumah.
Raymond terus melihat rekaman CCTV di kamarnya, tanpa terduga Rara yang ingin mandi justru melepas pakaiannya di luar kamar mandi. Hal ini sontak membuat Raymond seketika bereaksi atas apa yang dilihatnya.
Berkali-kali Raymond mengusap tengkuknya, berusaha menetralkan rasa panas yang tiba-tiba muncul.
Saat bersamaan, David datang melaporkan hasil meetingnya yang berakhir bagus. Namun, lagi-lagi, gelagat tak biasa Raymond disadari David. "Anda kenapa, Tuan?"
"Ini semua gara-gara gadis itu!"
David mengerutkan alisnya, ‘Apa hubungannya dengan Rara?’
"Apa Nona Rara kabur lagi?"
"Tidak. Sudah, diamlah! Lebih baik kamu carikan wanita untukku dan bawa ke sini! Aku membutuhkannya sekarang juga!”
Tanpa bertanya lebih, David segera keluar memesan wanita untuk sang Tuan, dia memilih wanita penghibur tercantik untuk menemani malam Raymond.
Beberapa saat kemudian seorang wanita cantik masuk ke dalam kamar, tanpa diperintah dia melepas pakaiannya sendiri dan segera mendatangi Raymond yang berbaring di tempat tidur.
Si wanita mulai meraba-meraba tubuh Raymond dia juga meraba bagian intim Raymond yang sudah menegak.
Wanita panggilan itu bersorak girang, mengira milik Raymond bereaksi demikian berkat pesonanya. Yang tidak diketahui oleh jalang itu adalah … pikiran Raymond tetap dipenuhi oleh tubuh molek Rara yang dilihatnya dari CCTV tadi.
Padahal, secara penampilan, tubuh wanita itu jauh lebih molek dari gadis polosnya. Namun, apalah daya, wanita yang begitu bekerja keras untuk membuat gairahnya memuncak itu justru membuatnya kehilangan hasrat.
Puja-puji wanita itu bukannya membuat Raymond bernafsu. Dia malah merasa jijik dengan wanita penghibur tersebut.
"Berhentilah menyentuhku!" bentaknya, menghentikan tangan wanita itu yang sedari tadi tengah mengagumi kepemilikannya. “Pergilah! Aku tidak lagi berselera!”
Mendapatkan hal yang tidak menyenangkan dari tamunya, si wanita penghibur itu memakai pakaiannya kembali lalu keluar. David yang berada di luar merasa heran. Padahal wanita pesanan Raymond baru saja masuk, tapi baru beberapa menit sudah keluar.
Di dalam kamar, Raymond membuang semua benda yang ada di nakas. Dia merasa kesal dengan apa yang menimpanya saat ini.
“Argh! Rara, bagaimana mungkin!!” Pria itu mengusap rambutnya kasar, merasa frustrasi.
Sejak mengenal dan merasakan tubuh Rara, tubuhnya seolah tidak lagi bereaksi melihat wanita lain. Bahkan, pikirannya saja sulit diajak kompromi.
Mendengar gaduh di dalam membuat David masuk untuk memastikan jika semua baik-baik saja. "Apa wanita tadi membuat masalah?"
Raymond menatap garang ke arah David. "Tidak.” Dia kemudian mengambil jas dan bergegas memakainya. “Siapkan pesawat, kita pulang sekarang!"
Memiliki Tuan seperti Raymond memang membuat anak buah kelabakan sendiri. Meski selalu menggunakan pesawat jet pribadi ke mana-mana, perubahan jadwal yang selalu terjadi mendadak ini tetap merepotkan. Namun, tidak ada yang bisa mereka lakukan jika sang tuan sudah memutuskan.
Jam satu dini hari, Raymond bertolak dari Singapura menuju tanah air. Sesampainya di bandara, mobil pribadinya yang mewah telah menunggu dan bersiap membawanya kembali ke rumah.
Setelah satu jam dalam perjalanan, kini Raymond telah tiba di kediamannya. Langkahnya begitu tergesa menuju kamarnya bersama Rara.
Ketika membuka pintu kamarnya, terlihat Rara tengah tidur pulas di ranjangnya. Senyuman tersungging di bibirnya ketika dia melihat Rara dengan mulut terbuka.
Sebelum dirinya berhasil mengagumi wanita di hadapannya, buru-buru Raymond menormalkan kembali mimic wajahnya. "Gadis ini benar-benar jelek."
Tak membiarkan Rara tidur dengan tenang, Raymond segera menuntaskan tujuannya buru-buru pulang. Dia mungkin sudah benar-benar gila, karena menyatukan tubuh dengan gadis yang tengah terlelap dalam mimpinya.
Setengah sadar, Rara mengerjapkan mata. Samar-samar, dia melihat figure seorang pria yang memiliki wajah mirip seperti Raymond tengah berada di atas tubuhnya.
"Meski berada diluar negeri, kenapa nyawanya bisa ke sini dan mengganggu tidurku?”
Namun, makin lama … rasa yang Rara rasakan terasa semakin nyata. Bagaimana pria itu menyentuh, bergerak, bahkan mengerang bisa dia rasakan begitu nyata. Curiga, Rara pun akhirnya membuka mata sambil tangannya mencoba meraih kepala Raymond yang masih menguasai tubuhnya.
Kekagetan Rara semakin membesar saat dia bisa merasakan tekstur rambut pria itu dalam genggamannya.
"A-anda nyata??”
Pernikahan Reyhan dan Tessa sudah ditentukan, mereka rencananya akan menggelar pernikahan mereka di salah Hotel milik Raymond. Awalnya mereka akan menggelar pernikahan di salah satu tempat ibadah tapi Rara mendesak mereka untuk menggelar pernikahan di hotel suaminya. "Semua gratis Pak Rey, aku yang akan mengatur semuanya." "Bukan masalah gratis apa nggak Ra, tapi aku tidak mau merepotkan kamu dan Tuan Raymond." Rara tetap bersikeras dengan keputusannya, semua dia lakukan itung-itung balas budi atas pengorbanan Reyhan dulu, itu pun tidak sebanding dengan pengorbanan Reyhan terhadapnya. "Baiklah Ra, tapi hanya hotelnya saja untuk biaya lainnya biar aku yang menanganinya." Rara menggeleng keras, dia hanya ingin Reyhan dan Tessa terima beres. Dokter itu hanya bisa pasrah menerima keputusan dari mantan juniornya meski dia sangat tidak enak. Rara sangat bahagia melihat Reyhan dan Tessa akan menikah, oleh karenanya dia ingin turut andil mengurus pernikahan pria itu, dia melakukan in
Melihat Rara yang bisa tersenyum kembali membuatnya Nyonya Richard bahagia, dia berharap rumah tangga anaknya tidak lagi diterpa masalah, seorang ibu mana yang tega melihat anaknya menitikkan air mata."Aku titipkan anakku kepadamu bukan untuk disakiti Raymond tapi untuk dibahagiakan."Ucapan Nyonya Richard membuat Raymond mengangguk, dia paham jika kesalahannya begitu besar."Semampu dan sebisaku aku akan membahagiakan Rara, Ma," sahutnya.Tak terasa seminggu sudah berlalu, Raymond tetap tinggal di negara Jerman sedangkan David sudah harus kembali terlebih dahulu mengingat perusahaan tidak ada yang menghindle.Berbicara lah Raymond kepada Rara terkait keinginannya untuk segera kembali ke tanah air dia tidak bisa terlalu lama meninggalkan perusahaannya."Sayang bolehkah aku kembali ke tanah air? perusahaan sudah lama terlalu lama aku tinggal." Raymond sedikit takut meminta hal itu kepada sang istri, dia takut jika Rara marah.Bukannya marah Rara malah tersenyum sembari menatap suaminy
"Ma malam ini kami tidur bersama mama dan Papa ya."Permintaan bocah kecil itu membuat Rara sedikit terkejut, mengingat dirinya dan Raymond untuk sementara waktu tidur di kamar yang terpisah.Shane juga ikut-ikutan sama seperti Kania, dia merengek supaya mamanya mengijinkan mereka untuk tidur bersama."Baiklah." Rara pun pasrah.Raymond tersenyum setidaknya malam ini dia bisa tidur satu kamar dengan sang istri.Semalaman Raymond dibuat sibuk oleh kedua buah hatinya kedua anak itu terus ingin ditemenin Raymond bermain.Mereka main tebak-tebakan nama buah dan juga nama hewan, Shane yang masih belum paham tentang nama-nama binatang dan buah sedikit membuatnya selalu kalah dan sebagai hukumannya dia harus mencium Kakak dan Papanya.Melihat keseruan suami dan anaknya Rara hanya bisa menggelengkan kepala, sebenarnya dia juga ingin turut bergabung namun egonya masih tinggi.Setelah bermain kedua bocah kecil itu terkapar tak berdaya, Rara yang sudah mengantuk segera menyusul ke tempat tidur.
Beberapa episode terakhirRaymond mengirimkan laporan pembatalan kerja sama dengan Fera kepada Rara, dia ingin istrinya percaya kalau dia dan Fera benar-benar tidak ada hubungan apa-apa.Setelah foto bukti pembatalan itu dikirim Rara tak kunjung melihat pesan yang dia kirim, hal ini membuat Raymond nampak gusar dia ingin menghubungi istrinya tapi takut jika sang istri marah.Pria itu hanya bisa mengusap rambutnya dengan kasar tak tahu harus bagaimana lagi untuk merayu sang istri.Di sisi lain Rara sudah melihat foto itu, dia pun tersenyum tapi dia masih belum mau memaafkan suaminya, hal yang dilakukan Raymond kali ini masih belum cukup untuk menebus kesalahannya selama ini."Sayang kenapa tidak dibalas?" Akhirnya Raymond mengirim pesan lagi kepada sang istri.Kali ini Rara hanya membaca pesannya tanpa mau menjawab pesan yang dia kirim."Masih belum bisakah kamu memaafkanku aku sayang?" Raymond mengirim pesan kembali.Rara hanya menulis satu kata yaitu belum hal ini membuat Raymond ke
Nyonya Richard terus memantau Fera, dia sangat murka setelah tahu Fera merencanakan hal buruk kepada Raymond.Menantunya yang saat ini tidak tenang karena masalahnya dengan Rara jadi kurang fokus. Dia tidak menyadari jika Fera tengah merencanakan hal untuk menjebak Raymond."Kelihatannya dia cukup meresahkan." Nyonya Richard ingin anak buahnya segera bertindak."Kita jebak balik saja Nyonya," sahut asistennya.Senyuman tersungging di bibir wanita itu, wanita yang ingin menghancurkan anaknya harus mendapatkan balasan yang setimpal.Fera malam itu meminta Raymond untuk bertemu di rumahnya, dia berbohong jika dirinya kurang enak badan.Awalnya Raymond enggan tapi Fera bilang jika urusan dengan mantan kliennya harus segera diselesaikan agar dia bisa mendapatkan klien yang lain.Fera meminta pelayan untuk menyiapkan minuman, di dalam minuman itu dia memasukkan obat tidur."Malam ini kamu akan menjadi milikku Ray, dan foto-foto kamu bersamaku akan aku kirim pada istri kamu yang bodoh itu!"
"Aku pulang sayang." Raymond berpamitan pada Rara.Melihat suaminya hendak kembali ke tanah air membuat Rara sedih tapi dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Raymond.Melihat ekspresi Rara yang nampak biasa membuat Raymond sedih. "Sayang apa kamu masih marah?"Rara tidak menjawab pertanyaan sang suami, tatapan yang tajam membuat Raymond yakin jika istrinya masih belum mau memaafkannya."Sayang aku mohon." Pria itu terus memohon."Aku ingin melihat kesungguhan kamu Mas! karena jika aku dengan mudah memaafkan kamu maka kamu akan mengulanginya lagi."Pria yang biasanya berkuasa kini menunduk lemah di hadapan istrinya. "Baiklah Sayang." Dia pasrah.Ketika semua berkumpul untuk mengantar kepulangan Raymond dan David di depan, Rara berpura-pura jika tidak ada apa-apa, dia senyum semanis mungkin bahkan dia mencium tangan sang suami."Hati-hati ya Mas, cepat kesini lagi," katanya.Raymond melongo menatap sang istri, andai ini tidak sandiwara pasti dia akan senang."Tuan David titip Mas Ra