"Aku bilang pergi." Suara lirih namun penuh penekanan membuat Lalita diam dan segera memakai pakaiannya kembali. Sebelum dia pergi, satu kecupan mendarat di pipi Raymond yang tanpa Raymond sadari lipstik tebal Lalita menempel. Di dalam kamarnya, Rara duduk dengan raut wajah yang kesal, kehadiran Lalita mengganggu pikirannya. "Apa yang kamu pikirkan." Suara bariton Raymond membuyarkan lamunan Rara. "Siapa lagi kalau bukan wanita itu," celetuknya, Rara yang sadar jika suara itu adalah milik Raymond segera menutup mulutnya. "Apa kamu cemburu?" Matanya menyelidik sambil tersenyum tipis. Dengan segera Rara menggelengkan kepala, dia menepis tuduhan sang Tuan terhadapnya. "Mana mungkin saya cemburu Tuan, dari segi apapun saya kalah dengan Nona tadi." Raut wajah Raymond kini berubah, entah mengapa ada rasa sakit tersendiri ketika Rara menepis jika ada rasa cemburu. "Oh." Respon singkat penuh rasa kecewa. Sehari sudah cukup untuk pura-pura sakit karena bagaimana pun juga pekerjaan di k
Tubuh Rara bergetar hebat, dia tidak menyangka jika Raymond akan mengecek ponselnya. Tak tahu harus menjawab apa Rara menunduk sambil menetralisir rasa takutnya. "Kenapa!" Suara dingin penuh penekanan dan amarah. "Ma-maafkan saya Tuan." Lagi-lagi kata maaf yang keluar dari mulut Rara. "Aku tak butuh kata maafmu, sekarang bilang kenapa kamu begitu berani meramaiku dengan nama seperti ini?" Tatapannya begitu tajam, membuat tubuh Rara seketika melemas. "Ampuni saya Tuan, saya akan menggantinya. "Dia berusaha mengiba pada Raymond. Melihat Rara yang mengiba membuat amarah Raymond meluruh, lalu dia memberikan ponsel tersebut pada Rara. "Cepat ganti!" Dengan cepat Rara mengganti nama Raymond di ponselnya. 'Tuan Tampan' Rara rasa itulah nama yang pantas untuk Raymond karena memang Raymond sangat tampan. "Kamu namai siapa?" "Tuan Tampan," jawab Rara lirih. "Kurang lengkap," protesnya. Tak tahu harus menambah apa lagi akhirnya Rara bertanya pada Raymond, "Tambah apa lagi Tuan?" "Asta
Pelan-pelan Raymond menutup pintu, dia tidak ingin gadisnya terganggu dengan kedatangannya. Dia duduk sejenak di sofa sambil meregangkan otot-ototnya tak lupa menyulut rokok untuk menghilangkan penat. Sembari merokok, kedua netranya menatap gadis yang tidur terlelap di atas ranjangnya kemudian dia buru-buru mematikan rokoknya yang baru dinikmati separuh Tidur dengan memeluk Rara sudah menjadi kebiasaan bagi Raymond, dia tidak bisa tidur tanpa guling hidupnya tersebut. Keesokan paginya, keduanya sama-sama membuka mata, tau dirinya dipeluk, Rara dengan lembut meminta Raymond untuk menyingkirkan tangannya. Tak ingin harga dirinya jatuh, Raymond segera menyingkirkan tangannya, dia juga membuat statemen yang menunjukkan kebalikannya dengan mengatakan jika Rara yang menggodanya semalam. "Kamu yang memintaku untuk mendekat dan memelukmu." Seketika Raymond gugup. Tuduhan keji Raymond membuat Rara kesal, tidak mungkin jika dia yang meminta hal tersebut, karena setiap malam dia tidur hamp
Berbeda dengan hari kemarin, hari ini Raymond nampak bersantai di rumah. Dengan memakai baju kasual dia mengajak Rara untuk bersantai sejenak di taman belakang rumah. "Anda tidak bekerja Tuan?" Sedari tadi dia memendam pertanyaan ini. "Tidak." Jawaban yang sangat singkat, padat dan jelas. Tujuan Raymond mengajak Rara bersantai di taman adalah untuk mempertanyakan keinginan si gadis, apakah dia benar-benar ingin kuliah. "Apa kamu begitu ingin kuliah?" Kedua netra Rara terperangah menatap sang Tuan, kerutan-kerutan turut muncul di dahinya. "Iya Tuan, saya sangat ingin kuliah karena itulah tujuan saya datang ke kota." Raymond tersenyum, tentu setelah mendengar jawaban Rara niatnya untuk menguliahkan gadisnya semakin kuat tapi tentu semua tidak cuma-cuma karena ada balasan atas semua kebaikannya. "Aku akan menguliahkan kamu tapi dengan syarat." Lagi-lagi Rara terperangah sembari bertanya, "Apa Tuan?" Melihat antusias Rara, senyuman licik terukir di kedua bibirnya, yang dia butuhkan
Semalaman Raymond begadang mencari universitas terbaik untuk gadisnya, dia mengantongi beberapa universitas unggul dengan mencetak lulusan terbaiknya. Pukul dua dini hari Raymond menghubungi David, pagi buta asisten itu disuruh datang ke rumahnya guna membahas fakultas kedokteran terbaik di tanah air. "Ada masalah penting kah Tuan sehingga pukul dua dini hari anda meminta saya datang kemari?" tanya David sambil menahan rasa kantuknya. "Sangat penting." jawabnya. Dia menyodorkan berkas beberapa fakultas kedokteran terbaik, dan tugas asistennya adalah mencari fakultas yang terbaik diantara nama-nama kampus itu. Melihat berkas itu, rasanya ingin sekali David berteriak, dia disuruh datang hanya untuk memilih universitas yang menyediakan fakultas terbaik. "Tuan kenapa tidak membicarakan hal ini besok saja." Mulutnya terus menguap. "Tidak bisa," sahut Raymond yang seolah tidak peduli dengan asistennya yang sangat mengantuk. Satu persatu David membaca tulisan yang ada di kertas terseb
Hari yang ditunggu Rara telah tiba, saking senangnya subuh dia sudah bangun untuk menyiapkan segala sesuatunya hingga dia lupa menyiapkan keperluan Tuannya. "Hari pertama, sudah melupakanku." Sindiran Raymond keluar untuk wanitanya. Seketika tubuh Rara mematung, dia benar-benar lupa jika belum menyiapkan air, pakaian dan juga aksesories sang Tuan. "Maafkan saya Tuan, saya lupa." "Kemarilah." Dia mengkode Rara untuk mendekat. Meninggalkan buku-bukunya, Rara mendekat duduk di samping Raymond. "Setiap melakukan kesalahan kamu harus dihukum." Terdengar lembut tapi mencekam. Sontak Rara menggeleng, dia yang sudah siap enggan untuk menerima hukuman nikmatnya. "Maafkan saya Tuan tapi saya sudah siap berangkat ke kampus." Dengan tatapan puppy eyes, Rara berusaha mengiba pada sang Tuan. "Saya janji nanti malam akan membayarnya Tuan." bujuknya. Raymond setuju melepaskan Rara pagi ini tapi nanti malam Rara harus membayar hutangnya. "Bayar dua kali lipat." Tak ingin mendebat Raymond Rara
Di pagi hari Rara sudah berkutat di dapur, rencananya pagi ini dia ingin memasak nasi goreng untuk sang Tuan sekalian bekal untuk dibawa ke kampus."Apa makanan ini aman Nona?" Entah ke berapa kalinya pelayan dan Koki bertanya keamanan makanan yang dia buat."Kenapa kalian selalu bertanya pertanyaan yang sama setiap harinya," protesnya dengan marah. Koki dan pelayan menunduk, mereka hanya memastikan jika makanan buat Rara aman untuk sang tuan."Maafkan kami Nona, tugas kami adalah memastikan jika makanan untuk Tuan Raymond aman."Rara menjelaskan kepada pelayan dan koki jika yang dimasaknya benar-benar aman bahkan gizinya juga sudah Rara perhitungkan."Dia juga Tuanku jadi mana mungkin aku memberikan makanan yang tidak layak." Dengan raut wajah kesal Rara membawa makanannya keluar.Hampir setiap hari Rara memasak untuk Raymond dan selama itu pula Raymond baik-baik saja, Seharusnya juga sudah bisa menjadi pertimbangan untuk Koki maupun pelayan.Selepas menyajikan makanan yang dibuat di
Rara benar-benar ketakutan, apalagi pelayan terus memaki Rara tanpa henti. "Orang miskin memang selalu merepotkan!" Nada ejekan keluar dari mulut pelayan. "Kami tidak mau tahu kamu harus menggantinya." Rara mengangguk paham, dengan suara yang bergetar dia bertanya berapa kerugian yang harus dia bayar. "Satu guci ini seharga ratusan juga, dan yang kamu pecahkan ada lima buah." Shock berat dan ketakutan itulah yang Rara rasakan kini, uang darimana untuk mengganti rugi guci-guci yang dia pecahkan. Salah satu pelayan menghubungi manager toko, agar segera datang untuk melihat kejadian di toko. Salah satu pengawal yang ditugaskan mengikuti Rara melaporkan kejadian tersebut pada Raymond, dia juga mengirim video yang dia ambil ketika Rara dicaci maki oleh pelayan toko tersebut. Raymond yang mendapatkan pesan tersebut segera menghentikan meeting, dia mengajak David kembali ke ruangannya. "Tuan ada apa?" David begitu panik. Ekspresi Raymond ketika menerima pesan dari pengawal itu sanga