"Huh, tau begini ... Ogah! Aku diajak kemari," gerutu Andrina.Dia menatap malas dua manusia sesama jenis di depannya tengah bermesraan menikmati waktu berdua. Tanpa memedulikan kehadirannya, seakan dirinya ini hanyalah sebuah manekin bernafas.Telinganya terasa panas ketika mendengar tawa kecil dari mulut Erick yang tengah bermanja dengan kekasihnya. Dia juga harus menahan mual ketika melihat mereka melakukan sesuatu yang tidak semestinya dilakukan oleh sesama pria.Terkadang, Andrina tidak habis pikir, apa untungnya menjalin hubungan seperti itu. Bukankah lebih enak menjalin hubungan dengan wanita, bisa grepe-grepe, bisa melakukan sesuatu yang memuaskan. Kalau pisang sama pisang begitu, apa mereka puas?''Eh, apa yang kupikirkan? Ya ampun, Andrina sadar ... sadar, Drina. Gara-gara dua manusia abnormal itu pikiranmu jadi tak karuan," batin gadis itu dengan memukul pelan kepala bagian samping dengan kepalan satu tangannya.''Hei, Wanita Si*lan! Kenapa kau seperti itu? Dasar aneh," te
''Permisi, Tuan-tuan ... Saya ingin memberikan ini atas pesanan seseorang yang ditujukan untuk ruangan ini."Kedatangan seorang pelayan pria mengalihkan perhatian kedua pria yang berada di ruangan tersebut. Keduanya kompak mengernyit bingung mencoba menerka-nerka apa isi di dalam kereta dorong makanan itu."Apa ini?" tanya Erick yang tidak bisa lagi membendung rasa penasaran."Apa benar di sini ada yang bernama Erikson Liem?""Iya, saya sendiri.""Ini kiriman dari penggemar Anda, Tuan," ujar pria itu seraya membuka penutup stainless pada tempat bawaannya.Baik Gavin maupun Erick sama-sama terkejut saat melihat dua botol wine mahal kesukaan mereka. Namun, Erick tak ingin ambil pusing. Dia mempercayai mentah-mentah ucapan pelayan pria itu."Letakkan saja di sini. Setelah itu kau boleh pergi," titah Erick.Si pelayan pun menurut, dia mengerjakan sesuai perintah. Setelah selesai, dia segera pamit undur diri.Andrina yang sedari tadi mengintip di balik pintu hanya terkikik sendiri. Dia seg
''Kau sangat tampan, Tuan. Tapi sayang...."Andrina memandangi wajah lelap pria yang berada di atas ranjang. Jemari lentiknya menyusuri garis wajah pria tampan itu.Wanita mana yang tidak tertarik dengan pria setampan Gavin. Dia pun sempat terpesona dengannya sejak pertama kali bertemu. Siapa yang menyangka jika pria berpostur sempurna ini mempunyai orientasi seksual yang menyimpang, bahkan tanpa rasa malu menunjukkan perilakunya secara terang-terangan.''Apa yang membuatmu seperti ini, Tuan?"''Seandainya, aku bisa membuatmu kembali normal. Dengan senang hati, aku akan membantumu. Tapi sayang ... jangankan tertarik, melirik pun tidak." Wanita itu tersenyum kecut saat mengingat usahanya selama beberapa bulan terakhir ini.''Tapi, tenang saja. Aku akan membuatmu normal dengan caraku."Andrina segera beranjak dari tempatnya, menuju lemari pakaian untuk mengambil baju misinya. Pakaian yang biasa digunakan wanita pekerja malam, kini melekat sempurna pada tubuhnya.Dia terus memandangi pant
"Apa yang kau lakukan, Andrina," teriak Gavin yang terkejut ketika melihat sang sekretaris berada pada tubuh bagian bawahnya.Pria itu menarik paksa rambut panjang itu hingga terdengar ringisan pelan dari si empunya.''Lancang kau, Andrina," geram Gavin tepat di depan wajah Andrina.''Sssh, lepas, Tuan ... Sakit," rintihnya diiringi desisan tertahan.''Siapa yang menyuruhmu?"''Tidak ada, Tuan. Inisiatif saya sendiri," jawab Andrina dengan suara tertahan.''Jangan bohong, Andrina!" Suara Gavin menggelegar di kamar itu, matanya memerah menandakan dia sedang berada pada emosi level tertinggi.''Tidak, Tuan. Saya hanya ingin membuat Anda sadar."''Awww...," pekik Andrina ketika Gavin menghempaskan kasar tubuh mungilnya ke lantai.Dia hanya bisa menahan ngilu pada area panta* dan lengannya.''Kau benar-benar murahan. Aku menyesal telah mempekerjakan wanita sepertimu," hardik Gavin dengan menunjuk wajah sekretarisnya.''Aku juga menyesal telah mengizinkanmu tinggal di sini. Kemasi barang-b
''Kenapa Anda masih mempertahankan gadis itu, Nyonya?" tanya Freddy setelah panggilan atasannya berakhir.Mutia menghembuskan nafas kasar. "Apa kau tau alasanku, kenapa aku begitu pemilih dengan wanita yang bersedia menjalankan misi dariku, Freddy? Padahal bisa saja aku mengambil salah satu wanita malam yang ada di club-club malam." Wanita baya itu memandang lurus ke depan.''Saya kurang paham, Nyonya," jawab Freddy penuh kesopanan.''Itu karena aku akan menjadikannya sebagai ibu dari cucuku. Yang tentu saja bersedia mengandung benih putraku."''Dan itu artinya ... Anda akan menjadikan Andrina sebagai menantu," tebak Freddy penuh kehati-hatian.''Ya," jawab Mutia singkat, "aku sudah tua tidak selamanya aku akan terus mengawasi putraku. Aku pun butuh penerus untuk memajukan bisnis keluarga. Di sisa umurku ini, aku ingin melihat putraku menikah dan mempunyai keturunan, Freddy," sambungnya dengan wajah sendu.Ibu mana yang tahan melihat anaknya seperti itu. Terlebih dengan terang-terang
''Itu karena...." Gavin masih ragu untuk mengungkapkan karena takut menyinggung perasaan sang ibu.''Karena apa, Gavin? Katakanlah! Mommy butuh alasanmu," desak Mutia."Karena aku aku takut bosan, Mom. Lalu berakhir selingkuh dan saling menyakiti satu sama lain.""Aku ... Aku tidak ingin seperti mommy dan daddy, yang tiap hari ribut karena masalah perselingkuhan.''Mutia menegang di tempat kala mendengar pengakuan dari mulut putranya. Dia tidak menyangka masalahnya bersama sang suami lah yang membuat putranya seperti ini.''Maafkan, Mommy...," gumam Mutia setetes air mata luruh ke pipinya saat mengingat peristiwa itu.Kala itu memang kerap terjadi pertengkaran antar dirinya dan mendiang sang suami yang tidak lain adalah Wibisono. Tentu masalahnya masalah rumah tangga pada umumnya jika bukan hal perekonomian ya perempuan. Untuk perekonomian memang keluarga kecil Mutia tak pernah kekurangan karena sang suami mempunyai banyak bisnis yang menjamur di berbagai kota dalam negeri dan dua neg
"Heh, Gavin ada, gak?"Suara gebrakan di mejanya berhasil mengejutkan Andrina yang semula fokus dengan pekerjaannya. Seketika wanita itu melayangkan tatapan maut pada pria yang berdiri angkuh di hadapannya. "Apa kamu gak pernah diajarin sopan santun, Tuan Erick?""Berani kamu sama saya?" Erick menunjuk geram wajah Andrina lengkap dengan tatapan sengitnya."Lah, memang situ siapa? Hantu atau setan atau jangan-jangan ... Iblis yang menyamar jadi manusia?""Wanita ini—" Tanpa basa-basi, Erick segera menarik rambut panjang Andrina yang sengaja digerai, hingga membuat si empu memekik kesakitan."Lepas! Sakit tau?" Andrina berteriak dengan suara tertahan. Tak ingin mengalah begitu saja, wanita itu pun segera meraih rambut Erick menggunakan kedua tangannya sebagai pembalasan. Yang membuat Erick meloloskan jeritannya."Berani kamu, hah?!" "Kalau iya, kenapa?" Andria membalas dengan nada berteriak.Kerib
"Datanglah ke acara ini!" Mutia menyodorkan sebuah undangan ke hadapan putranya.Gavin tampak melirik sekilas, tidak niatan sedikitpun untuk meraih apalagi menyentuh undangan itu."Kenapa bukan mommy saja? Biasanya mommy yang antusias mendatangi acara-acara seperti itu.""Mommy ada acara di waktu yang sama Gavin! bisa, tidak? Sekali ini saja ... Turuti mommy. Kalau mommy tidak ada halangan, mom tidak akan repot-repot menemuinmu," sahut Mutia dengan menahan kekesalannya."Ya kalau mom ada halangan, mom tidak usah hadir, gitu aja kok repot," sahut Gavin seraya menunjuk dagu undangan di depannya."Jika si pemilik acara bukan sahabat baik daddy-mu, mommy tidak akan sebingung ini. Dia termasuk orang yang berjasa untuk perusahaan ini.""Jika tidak ada dia, mungkin perusahaan ini sudah gulung tikar puluhan tahun lalu. Sebab daddy-mu lebih sibuk mengurus wanita itu daripada bisnisnya," sambungnya."Jangan pernah menyebut dua keparat itu di depanku, meskipun mereka sudah mati rasa benciku tida