"Hari ini kau ku pertemukan dengan putraku. Buat dia tertarik padamu, pikat dia dengan tubuhmu. Paham?" Mutia berkata dengan penuh penekanan. Seorang wanita muda hanya mengangguk saja, meski dia tidak tahu pasti apa alasan dibalik permintaan wanita itu. Bahkan, dia sempat tak habis pikir, bagaimana bisa seorang ibu meminta wanita lain untuk menggoda putranya sendiri. Waraskah ibu ini? Atau dia seorang ibu tiri, yang berusaha menjebak anak tirinya untuk menguasai hartanya? Seperti sinetron-sinetron yang pernah dia tonton. Berbagai pertanyaan berkelebat dalam benaknya. Akan tetapi apapun alasannya, dia tidak peduli. Yang ia pedulikan hanya uang. Karena saat ini, itu yang ia butuhkan agar semua masalahnya segera terselesaikan. Keduanya berjalan beriringan memasuki sebuah gedung megah, bertuliskan WBS GROUP. Seorang wanita paruh baya berpenampilan elegan, sangat menunjukkan jika dia seorang wanita dari kelas sosial tinggi, sedangkan satunya lagi wanita muda berpenampilan seksi mengenak
''Pagi, Pak Gavin,'' sapa Andrina diiringi senyum manisnya.Gavin tak menghiraukan sapaan gadis itu, dia memilih meneruskan langkahnya memasuki ruangan.''Siapkan jadwalku untuk hari ini,'' perintah Gavin tanpa menoleh kearah sekretarisnya.''Baik, Pak.''Andrina telah resmi menjadi sekretaris Gavin. Meski, kemampuannya sempat diragukan. Tetapi pada akhirnya, Gavin bersedia menerima wanita itu, setelah memberi serangkaian tes dengan hasil yang cukup memuaskan.''Apa jadwalku setelah pertemuan makan siang?'' tanya Gavin setelah si sekretaris selesai membacakan agendanya.''Kosong, Pak. Ada beberapa berkas penting yang harus Anda tanda tangani,'' ucap Andrina.''Itu bisa saya kerjakan di rumah. Nanti saya ada janji dengan Erick.'' Andrina memutar bola matanya malas, setiap kali mendengar nama itu.''Perasaan, kemarin bapak baru bertemu dengannya. Kenapa hari ini bertemu lagi?" tanya Andrina dengan nada penuh ketidaksukaan.''Bukan urusanmu!" sahut Gavin cepat, ''urusanmu hanya seputar p
"Permisi, Pak.'' Andrina menyapa seorang security yang tengah berjaga disana.Pagi-pagi sekali, gadis itu sudah berdiri di depan gerbang sebuah rumah mewah bergaya Mediterania.Dia benar-benar menjalankan niat dan berusaha memantapkan hati, untuk mengakhiri misi ini. Berulang kali, dia terlihat menghela nafas untuk menetralisir rasa gugupnya, berharap Mutia bersedia menyetujui keinginannya.''Ya, Mbak. Ada yang bisa saya bantu?'' tanya seorang pria bername-tage Suparman.''Apa benar, ini kediaman Nyonya Mutia Wibisono?''Security itu memperhatikan secara intens penampilan gadis muda di depannya.''Iya, benar. Mbak siapa ya? Ada keperluan apa?'' tanya si security dengan tatapan menelisik.''Saya Andrina, saya ingin bertemu Nyonya Mutia. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan beliau,'' kata Andrina.''Maaf, Mbak. Jika mbak tidak menyampaikan tujuan secara jelas. Mbak Andrina dilarang masuk. Karena kami tidak bisa menerima tamu sembarangan.'' Pria itu menolak tegas kedatangan A
''Hallo ... Ada apa menghubungiku di jam kerja?" tanya Andrina dengan berbisik ketika mengangkat telpon dari adiknya.Dia terpaksa menghentikan pekerjaan, matanya awas melongok kanan-kiri untuk memastikan tidak ada yang melihat aktivitasnya.''Halo, Kak. Bapak kambuh, obatnya juga habis. Bagaimana ini, Kak?''Suara panik adiknya menyapa indra pendengarannya untuk pertama kali.''Kamu tenang dulu. Buatkan air hangat untuk bapak! Nanti, sepulang kerja kakak akan beliin obatnya,'' kata Andrina berusaha menenangkan adiknya.Meskipun, dia tak tahu akan mendapat uang darimana. Dia akan mengusahakannya, dengan meminta gajinya bulan ini terlebih dahulu, misalnya.''Oke, nanti aku buatkan buat bapak.''''Kak,'' panggil Andhika lagi.''Ya, apa?''''Emmm ... gimana ya?'' Andhika meragu untuk menyampaikan.''Apa, Dhika?'' tanya Andrina dengan tidak sabar, ''cepetan kerjaan kakak belum selesai.''''Uang bulanan sekolahku nunggak tiga bulan. Sebentar lagi, aku juga ujian semester. Aku diberi waktu t
''Aku harus bagaimana, Tuhan. Aku sedang butuh uang banyak, kebutuhanku mendesak. Tapi bagaimana caraku mendapatkannya? Tolong beri aku petunjuk," gumamnya dengan frustasi Andrina memutuskan berhenti di sebuah taman untuk merenung sendirian, memikirkan barbagai macam masalah dan cara menyelesaikan secepat mungkin. Saat ini pikirannya benar-benar buntu. Dia tidak memegang uang sama sekali, di dalam dompetnya hanya tersisa uang berwarna hijau untuk uang saku adiknya besok.Dia juga tidak tahu harus meminjam uang kepada siapa karena kebanyakan teman-temannya juga seperti dirinya. Hanya sebagai pegawai biasa yang mempunyai segudang kebutuhan. Untuk kembali meminjam uang kepada rentenir bukanlah solusi yang tepat. Dia tidak ingin hutangnya semakin menumpuk.''Aku bisa membantumu, Wanita Muda."Andrina mengalihkan perhatian ketika mendengar suara wanita yang berasal dari arah sampingnya. ''Anda siapa?'' tanya andrina dengan memindai penampilan wanita itu dari atas sampai bawah.Semua yang
"Kak, Na ... Lihat! Ibu-ibu yang pernah datang kesini waktu itu mengirim banyak bahan makanan dan beberapa hadiah untukku kita." Suara riang adiknya menyapa indra pendengaran Andrina ketika memasuki rumah.Netranya melirik beberapa pepper bag yang berjajar di atas meja, sedangkan tak jauh darinya ada beberapa bahan makan lengkap yang tertata rapi di lantai."Lihat ini, bajunya bagus, 'kan, Kak Na? Ini salah satu kaos dan sepatu impianku. Teman-temanku banyak yang punya. Akhirnya, aku punya sepatu ini." Andhika menunjukkan pakaian dan sepatu yang tengah dia pakai.Binar kebahagiaan tergambar jelas di wajah pemuda itu saat mendapat kedua benda incarannya.Andrina masih tidak percaya dengan apa yang dia dilihat saat ini. Pasalnya, baru beberapa menit yang lalu dia bersitegang dengan wanita tua itu. Tapi, untuk apa sekarang dia mengirimkan semua ini. Apa ini semacam sogokan, batinnya menerka-nerka. Namun, dia bersyukur bisa melihat kebahagiaan yang tepancar dari wajah adiknya. Sudah lama,
"Bagus, Andrina. Ini yang aku suka darimu, sikap tegasmu." Mutia memuji tulus gadis yang ada di hadapannya."Sekarang, duduklah! Aku akan menjelaskan semuanya," sambung wanita baya itu.Andrina menurut saja, dia menjatuhkan bobot tubuhnya pada kursi yang ada di hadapan Mutia. Wanita itu tampak memanggil pelayan untuk memesan makanan dan minuman untuk gadis yang ada di depannya."Apa yang harus saya lakukan?" tanya Andrina dengan wajah datar."Ooo, rupanya kau sudah tidak sabar." Mutia terkekeh kecil."Cepat katakan, Nyonya. Saya harus segera kembali ke rumah sakit," kata Andrina dengan menahan kesal."Baiklah, jadi...."Andrina mendengar dengan seksama penjelasan demi penjelasan dari Mutia, hingga beberapa menit kemudian, matanya terbelalak ketika mendengar ucapan terakhir dari wanita itu."Apa saya harus melakukan itu, Nyonya?" tanya Andrina untuk memastikan jika dia tidak salah dengar."Iya, kau harus melakukannya. Pastikan! Lakukan sampai berhasil. Karena aku sangat menginginkan ha
"Kamu disini?" tanya Andrina yang tidak bisa menutupi rasa terkejutnya saat melihat seorang pria bertelanjang dada di hadapannya."Jangan bilang kalian habis melakukan itu lagi?" tanyanya lagi dengan memicingkan mata.Si pria hanya memberi respon acuh malah menyilangkan tangan di depan gadis itu."Kalau iya, kenapa? Apa urusanmu?" tanya Erick dengan menaikkan kedua alisnya."Oh, tentu menjadi urusan saya. Karena saya sekretaris sekaligus bodyguard Tuan Gavin," ucap Andrina menatap berani pria bermata sipit itu."Anda menghalangi jalan saya, Tuan. Permisi." Gadis itu menyerobot masuk begitu saja dengan menyeret koper besarnya.Dia juga menyenggol kasar lengan pria itu."Hei, siapa yang menyuruhmu masuk?!" teriak Erick tidak terima."Tidak ada. Karena saya bodyguard Tuan Gavin tidak ada yang bisa melarang saya memasuki tempat ini, bahkan Tuan Gavin sekalipun." Andrina akan menunjukkan sisi angkuhnya ketika berhadapan dengan Erick.Pria itu hanya mendengus kesal, sejak kehadiran wanita si