Share

BAB 3 | Penawaran 1 Milyar

Sore itu, Ganesha baru saja selesai dengan urusan pekerjaan. Pria itu mengemudikan mobilnya seorang diri, hendak menuju rumah kekasihnya. Ia baru saja pulang dari perjalanan bisnisnya ke Jepang, dan memutuskan untuk menemui kekasihnya tanpa mengabari wanita itu terlebih dahulu. Dirinya ingin memberi kejutan pada kekasihnya.

Beberapa meter sebelum tiba di rumah kekasihnya, pria itu justru melihat sang kekasih sedang berjalan memasuki area minimarket bersama seorang pria lain. Ganesha tidak dapat melihat dengan jelas siapa pria itu. Namun, ia sangat mengenali sosok kekasihnya. Mereka bergandengan mesra, dengan kepala wanita itu yang menggelayuti lengan sang pria.

Ganesha berdecak. "Sialan!" makinya pada angin. Ia meremas roda kemudinya, lalu kembali menginjak pedal gas. Tujuannya bukan lagi ke rumah sang kekasih, melainkan sebuah hotel bar.

Pria itu duduk di sebuah kursi kosong yang ada di dalam bar. Ia menghubungi sebuah nomor milik temannya. Berharap temannya bersedia menemaninya minum.

Ganesha memesan minuman sembari menunggu kedatangan temannya. Tidak lama. Hanya beberapa menit saja sebelum akhirnya mereka berdua menghabiskan waktu hingga menjelang malam untuk minum.

"Aku melihat Sandra bersama pria lain tadi. Arrgh! Sial!" racau Ganesha yang sudah dalam keadaan setengah mabuk.

Teman Ganesha mendengarkan dengan saksama ketika pria yang merupakan pengusaha muda itu terus mengumpat dan mengutuk pria yang ia yakini sebagai selingkuhan kekasihnya tersebut.

"Aku akan menghabisinya nanti!" pungkas Ganesha yang kemudian kembali menenggak segelas kecil minuman keras yang disodorkan oleh temannya.

Tak berapa lama kemudian, entah sebab apa, Ganesha merasakan panas di sekujur tubuhnya. Aliran darahnya seperti terpusat pada bagian bawahnya, tepatnya alat vitalnya. Membuat benda itu mengeras di balik celana yang ia kenakan.

"Sshh .... Apa kau merasa panas?" Ganesha melepaskan dua buah kancing kemejanya. Ia masih berusaha meraih kesadarannya seraya menahan diri dari serangan libido yang tiba-tiba saja meninggi.

"Kau tidak apa-apa?" tanya temannya.

Ganesha menggeleng. "Eungh .... Yah .... Kurasa, aku harus pulang," ucapnya dengan terbata-bata. Bulir-bulir keringat mulai bermunculan di kening serta pelipisnya.

"Jangan pulang. Sepertinya kau mabuk," ucap sang teman. Ia yang sejak tadi sibuk mengutak-atik ponselnya itu lantas membantu Ganesha untuk keluar dari area bar.

"Menginap saja malam ini. Aku sudah memesankan kamar untukmu. Kau bisa langsung ke sana. B137."

Ganesha menepuk pundak temannya. Ia tersenyum simpul. "Thank's, Bro. Kau benar-benar pengertian," ucapnya sebelum berjalan menuju kamar yang sudah dipesankan oleh temannya tadi.

Pria itu berjalan dengan sedikit sempoyongan menuju kamar hotel. Jika hanya efek alkohol, ia bisa menahannya sebab dirinya termasuk pemabuk yang hebat. Namun, efek panas serta libido tinggi yang ia rasakan ini benar-benar menyiksa. Dia harus cepat pergi ke kamar itu, sebelum dirinya memerkosa seorang pelayan wanita di sini.

Begitu tiba di depan kamar B137, Ganesha melihat dua orang pria yang ada di sana. Kedua pria itu memberikan kunci pada Ganesha, kemudian bergegas pergi dari sana.

Ganesha dalam kondisi terdesak pun tak memiliki waktu untuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Ia memilih untuk segera membuka pintu dan masuk ke dalam.

Seorang gadis terlihat menghampiri Ganesha. "Tuan! Tuan, tolong aku! Mereka menculik–"

"Oh .... Kebetulan sekali." Entah mendapat dorongan dari mana, pria itu meraih pinggang ramping gadis tadi. Ia benar-benar tak bisa mengontrol dirinya kali ini. Terutama saat aroma parfum dari tubuh gadis itu memenuhi indra penciumannya. Benar-benar membuatnya lupa diri.

"T-Tuan, apa Anda sedang mabuk?" tanya gadis itu.

"Tolong aku," bisik Ganesha. Ia tidak mengenal gadis ini. Lalu, entah bagaimana gadis itu bisa masuk ke dalam kamar hotel yang dipesankan oleh temannya tadi.

"M-maksud Tuan?"

"Aku membutuhkan tubuhmu."

Tanpa memberikan kesempatan bagi gadis itu, Ganesha segera mencium bibir gadis asing tersebut dengan begitu bernafsu. Ia mendorongnya hingga membentur dinding, lalu melepaskan kemejanya sendiri dengan gerakan kasar.

"Tuan, jangan!" pekik gadis itu saat Ganesha membopong tubuh rampingnya menuju ranjang.

"Sshh .... Tapi aku sudah tidak tahan," ucap pria itu dengan suara beratnya. Kemudian, ia kembali mencumbu gadis yang kini berada di bawah kungkungan tubuhnya.

***

BRAK!

Ganesha tersentak dari lamunannya saat seseorang menggebrak mejanya dengan kasar. Lalu, ia menatap pada gadis yang kini pun menatapnya dengan tajam.

Ganesha sedikit memerhatikan penampilan gadis tersebut. Gaun hitam tanpa lengan, pundak yang terdapat bercak merah samar, rambutnya, bibirnya, matanya, dan .... Pria itu melirik ke arah dada gadis itu. 'Ya. Sama,' batinnya.

"Kau harus membayar dua ratus juta untuk yang kemarin malam!" gertak Geisha pada pria di depannya.

Ganesha menghela napas. "Sudah kubilang, itu bukan suatu kesengajaan."

Geisha bertambah geram. Gadis itu mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Apa maksudmu bukan sengaja?! Kau memerkosaku!" ucap Geisha nyaris berteriak.

"Heish .... Pelankan suaramu," peringat Ganesha. Pria itu menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Ia mengingat dengan jelas bagaimana dirinya kemarin menggauli gadis ini. Bagaimanapun juga, itu yang pertama baginya. Jujur saja, ia juga cukup menikmati malam itu.

"Aku hanya dijebak. Seseorang memberiku obat perangsang." Ganesha memberi alasan.

"Aku tidak mau tahu! Bayar, atau aku akan–"

"Akan apa?" sela Ganesha, memotong kalimat Geisha.

"Aku .... Aku ...." Geisha melirik ke sana kemari. Lalu, ia melihat sebuah papan nama bertuliskan 'Direktur Utama' di atas meja. "Aku akan memberitahu seisi kantor, bahwa kau telah memerkosaku semalam!"

Ganesha berdecak pelan. "Kau pikir, kau bisa melakukannya?" Ia tersenyum sinis. "Mereka tidak akan memercayaimu."

"Oh, ya?" Geisha mengangkat dagunya, seakan menantang pria di hadapannya itu. "Pemilik rumah bordil yang menjualku telah membekali aku dengan sebuah kamera mikro yang terpasang di kepala ranjang. Jadi, semua kegiatan panas kita semalam sudah terekam."

Ganesha terperangah mendengar penuturan gadis itu. Ia sampai ternganga dibuatnya. "Jangan macam-macam!"

Pria itu merasa kalut. Jika sampai orang-orang tahu bahwa dirinya tidur dengan seorang wanita penghibur, reputasinya akan hancur. Usaha yang ia bangun dari nol dengan susah payah juga akan ikut hancur, imbas dari perbuatannya. Orang-orang akan mulai mencibirnya, lalu kekasihnya pun akan meninggalkan dirinya. Dan Ganesha tidak ingin itu terjadi.

"Aku tidak peduli!" Gadis itu mulai terisak. "Aku dijual oleh rentenir melalui rumah bordil demi melunasi hutang orang tuaku! Tapi kau– kau tidak mau membayarnya!"

Ganesha menelan ludahnya dengan susah payah.

"Aku terancam akan dijual kembali pada pria lain untuk melunasi hutang!" seru Geisha lagi. Ia hampir putus asa menghadapi pria kaya ini.

Ganesha memijat pangkal hidungnya. Sebenarnya, ia bisa saja membayarnya. Namun, sangat tidak mungkin jika nomor rekeningnya ia gunakan untuk bertransaksi dengan nomor rekening seorang germo dari rumah bordil yang kondang itu. Itu sama saja mencoreng namanya sendiri.

"Bagaimana jika–" Ganesha menarik napasnya dalam-dalam, sebelum melanjutkan, "Aku akan memberimu satu milyar. Tapi, dengan satu syarat."

"Syarat apa?"

"Kau harus menjadi pelayan pribadiku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status