Share

Pulang

Author: Hitam Putih
last update Last Updated: 2022-06-07 15:38:23

"Kamu beneran tidak mau digaji? Ini hak kamu, Neng."

"Benar, Bu, saya juga, 'kan, hanya sesekali saja kerja di sini. Sering cuti ditambah lagi sepuluh hari lalu baru gajian, jadi tak apa," jelasku tanpa melepas pegangan pada koper yang sudah berada tepat di sampingku.

Airin hanya menatapku dengan wajah sembap, tadi pelukannya seperti lem saja yang nempel dan tidak mau lepas dariku. Sepertinya sekarang ia menjaga kemungkinan agar tidak mengulanginya lagi.

"Ya sudah, kamu hati-hati, ya. Salam buat keluargamu."

"Hem, ya, Bu. Makasih."

Sudah itu aku segera beranjak lalu melambai pada sopir angkot.

"Jangan lupa sama kami, Rahma."

Airin setengah melambai, matanya makin berkaca-kaca. Sepertinya akan ada gumpalan air mata yang kembali jatuh darinya. Tak pelak lagi, saat aku sudah duduk dan angkot melaju,-ia langsung bersimpuh dengan air mata menganak sungai. Aku hanya tersenyum kalem, apa dia benar-benar akan secengeng itu? Padahal aku seringkali jahat dengan meninggalkannya bekerja sendirian.

Rumah-rumah penduduk diikuti bangunan pertokoan berdiri di sisi jalan. Kadang angkot yang kutumpangi harus berhenti.

Perjalananku harus melewati Cileungsih, Kampung Rambutan, lalu lewat terminal Jakarta, baru kemudian naik bus menuju Sumenep. Bukan apa-apa, jika aku melewati terminal Bogor, hanya ada tiket menuju Sampang, dan itu pasti mengharuskanku ganti bus lagi, mengingat aku harus sampai di Sumenep sebelum memilih untuk naik kapal menuju Kepulauan Kangean, pulau terpencil yang sudah lama aku rindukan selama beberapa tahun merantau.

Kubiarkan pandangan melalui kaca jendela, lalu mendengarkan musik lewat earphon.

[Kau itu jahat, Rahma, sudah sering meninggalkaku kerja sendirian, tidak mau curhat bila ada masalah. Sekarang benar-benar meninggalkanku? Apa itu teman? Atau apa itu hanya caramu menyakiti seseorang?]

Chat itu membuatku makin tak bisa menahan senyum. Entah seperti apa sebenarnya Airin menganggapku. Aku kira dulu bahkan layaknya orang paling tolol dan jahat buatnya, mengingat untuk ikut numpang di indekos-ku saja tak kuizinkan karena khawatir ia tahu pekerjaan asliku.

Untunglah ternyata dia masih menganggapku sebagai teman. Apa aku terlalu berlebihan? Entahlah. Hanya bibirku saja yang kembali tersenyum, lalu membiarkan putaran lagu Assalamualaikum Beijing mengalun merdu seiring mata yang terpejam.

"Kau tau ini lagu apa, 'kan?"

"Assalamualaikum Beijing."

"Ya, benar! Aku kira hanya sebatas jilbabmu itu saja yang kependekan."

Gadis berwajah bulat telur itu berseru sembari melebarkan senyumnya yang memperlihatkan cetakan lesung. Kulitnya sawo matang dan sedikit terkesan hitam, mungkin mengikuti warna nenek moyangnya yang keturunan Papua.

"Apa hubungannya dengan jilbab, Rin?"

"Oh, maaf."

Airin setengah menutup mulutnya, lalu memejamkan mata dan memegang kalung salibnya.

"Setahu aku muslimah harus syar'i. Dan Ibu pernah perlihatkan itu panjang sekali. Tapi tak apa, tak perlu dibahas. Kita fokus nyanyi."

Airin mulai menirukan nada Assalamualaikum Beijing yang berputar dalam hp-nya. Tangannya kadang ia gerakkan mengikuti nadanya yang naik turun. Matanya setengah merem dengan bulu mata sedikit bergerak-gerak lucu.

Aku sudah tidak bisa menahan tawa, kontan melepas tawaku begitu saja.

"Hahahaha."

Airin membuka matanya lagi dan mengikuti tawaku, tetapi wajahnya setengah merengut.

"Hahaha, terus saja ketawa. Apa suaraku lucu?" Sudah itu ia langsung meninggalkanku menuju kamar mandi.

"Kiri-kiri."

Teriakan yang sedikit gaduh diikuti angkot berhenti sedikit mengejutkanku.

Orang yang naik mulai turun lagi. Beberapa orang masuk, ada juga anak kecil yang memakai gitar. Sepertinya ia akan mengamen, benar ternyata, ia sudah langsung bernyanyi lalu menyodorkan kaleng terbuka pada tiap penumpang. Sebagian orang memasukkan recehan, kadang memilih menggeleng.

"Kau tak mau memberi mereka uang?"

Mataku mendelik, menoleh pada orang di sampingku. Suara itu cukup familier sekali dan ... Ray?

Entah dari mana lelaki berkulit kuning langsat itu sudah duduk di sebelahku, parahnya merapat pada tubuhku, padahal angkot tidak terlalu penuh. Apa Mami Berta memberi tahu Ray? Apa perempuan itu kecewa aku berhenti?

[Mau apa kamu, Ray?]

Aku memilih menggunakan chat. Ray mendelik dan menatap ponselnya, tetapi kemudian tersenyum.

"Kamu yang mau apa, Nona?"

Ia malah menjawabnya dengan bisikan. Telingaku sampai terasa geli, tatapanku sudah was-was menatap sekitar.

"Kau meninggalkanku tanpa memberi tau, kau kira hubungan kita apa, hah?"

Ia sedikit mengeraskan ucapannya. Tatapannya tajam dengan senyum menyeringai, apa dia sedang marah? Lalu apa peduliku? Aku lebih peduli pada pandangan orang di sekitarku sekarang.

[Kau punyak WA, Ray, balas melalui chat, jangan ramai. Di sini angkot, banyak orang]

"Kenapa? Kau takut? Apa itu memang akan selalu jadi jawabanmu, Nona? Kau menyepelekan perasaanku!"

Nadanya makin tinggi, tatapanku jadi risih. Orang-orang di angkot ini makin memperhatikan kami. Kupilih memberi isyarat pada sopir angkot dan segera turun, tetapi Ray buru-buru menahan. Beberapa orang yang hendak turun sampai menggerutu kesal. Kutarik koperku sembari mengibas berkali-kali lalu meloncat keluar.

Ada kursi duduk yang berdiri tepat di sisi jalan dan aku memilih duduk di sana, tetapi parahnya Ray lagi-lagi ikutan, Allahu ... apa sebenarnya keinginan lelaki ini? Kenapa ia seperti hantu yang selalu muncul tiba-tiba dan siap mencekikku? Aku sudah terlalu lelah dengannya!

"Bisa kau enyah dari kehidupanku, Ray?" kataku setelah sebelumnya memesan grab online. Kalau bukan karena baru berpamitan pada Bu Helni dan Airin yang hanya mengenalku sebagai pekerja biasa, aku sudah pasti langsung naik mobil dari kontrakan, tapi aku terlalu tak nyaman, karena dua orang itu bahkan mengetahui kesulitan keuanganku, aku tidak mau terlalu mencolok, tapi lebih dari itu aku kini lebih-lebih tak menyukai cara Ray yang selalu menggangguku.

"Aku suka sekali dengan keberanianmu itu, Nona. Bagaimana kalau kau pergi denganku? Aku bisa mengantarmu!"

“Tak butuh!”

Aku membelakangi tubuh Ray, menyalakan musik, lalu mendengarkan lewat earphone. Setelahnya aku bahkan bersikap seolah-olah tidak ada dia. Sesekali aku cek posisi grab pesananku. Semoga saja cepat sampai.

“So baksooo.” Suara itu terdengar setengah berteriak. Diucapkan berkali-kali. Tak jauh dari posisiku ternyata ada pedagang kaki lima, aku memilih memesan sambil menunggu, tak lupa juga jus mangga yang ternyata tersedia. Jarang sekali padahal ada yang langsung jualan dengan minumannya.

“Jusnya tak perlu dibayar, Neng. Itu dari Aa'-nya.” Ia menunjuk Ray yang ternyata masih juga belum pergi. Ray terlihat santai sekali berdiri di belakangku.

Wajahnya terlihat seperti benar-benar senang, ia melihat cup berisi jus di tanganku, aku refleks melempar minuman itu. Tinggal sedikit dan sebenarnya sia-sia saja karena aku terlalu haus sampai hampir menghabiskannya.

Astagfirullah, apa yang sebenarnya diinginkan Ray? Aku buru-buru melangkah ke dalam mobil setelah grab pesananku datang. Untung saja cepat, kepalaku juga entah mengapa sudah mendadak pusing, sepertinya aku akan tidur selama perjalanan.

"Sesuai aplikasi, ya pak."

Bukan aku yang berujar, tapi Ray yang tahu-tahu sudah ada di sebelahku, aku mendadak berjengit mundur, entah sejak kapan dia masuk mobil, aku refleks mendorong bahunya, mengisyaratkan agar dia keluar, tapi dia dengan kurang ajarnya malah terkekeh lalu menepuk-nepuk pundaknya sendiri seolah-olah mengisyaratkan agar aku bersandar di bahu kirinya. Gila!

"Saya pergi sendiri, Pak. bukan berdua!"

Aku setengah teriak, merasa tak tahan lagi karena anehnya pak sopir malah diam saja.

"Pak!"

Masih diam.

"Kalau begitu saya yang turun!"

Aku sudah akan keluar, tapi Ray menahan dengan cepat, ia mencekal pergelangan tanganku. Aku refleks menghentakkan lengan tapi dia malah terkekeh, aku mengentakkan lengan lagi tapi cekalannya terlalu kuat sampai-sampai yang ada tenagaku mulai melemah, parahnya kepalaku yang sejak tadi memusing terasa makin memberat, semakin memberat ... dan entah bagaimana semuanya menjadi gelap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Penghibur   Curiga

    Apa Gana menjebakku? Apa dia yang mencampur obat bius pada jus yang aku minum? Kalau memang benar kenapa Gana bisa seberani itu?Aku tahu sekali siapa Gana, Mami Berta menjadikan Gana orang kepercayaan bukan tanpa alasan. Gana tidak pernah melanggar aturan yang ditetapkan Mami Berta, dan tidak menggangguku adalah aturan yang sejak dulu Mami buat untuk Gana, apalagi Gana juga selalu menujukkan tidak pernah mau berurusan dengan keluarga Bagaskara. Tetapi sekarang? Apa dan kenapa?[Kamu sudah pulang, Rahma?] Itu dari nomor asing, aku baru membacanya setelah naik grab. Nomor itu ternyata bukan sekali itu mengirimiku pesan tapi juga semalam? Sekitar jam 21:40, dan hanya berisi kamu kenapa lama di dalam, Ra? Saat melihat di foto profilnya, dia ternyata ... Ravan?Astagfirullah, apa yang sebenarnya sudah Rav ketahui selama ini? Jelas sekali bohong kalau dia tidak tau apa-apa, kehadiran Rav tiba-tiba tadi malam sudah cukup membuktikan itu, ditambah lagi

  • Wanita Penghibur   Kesalahan

    "Gue pikir lo gak bakal ke sini lagi, Nona. Apa jadi Nyonya Bagaskara masih buat lo belum cukup uang? Atau karena lo kangen gue?"Gana mendekat, merangkul pinggangku, lalu meminta ditambahkan minuman, dua botol minuman sudah dibawa salah satu pelayan, bersamaan dengan Cha dan Pak Andro yang baru saja keluar. Dua orang itu anehnya bersikap seolah tak mengenaliku, Pak Andro terlihat lebih fokus pada Cha yang mabuk."Gue mau lo bantu gue!" Aku sedikit berkelit, mengeluarkan hp lalu menujukkan pada Gana. Gana melirik sekilas lalu langsung mengangkat tangan."Gue gak bisa!" Tubuh Gana bahkan pindah lalu duduk berhadapan denganku."Gan, lo udah menguasai jual beli di dark web maupun situs-situs gelap lainnya. Lo gak mungkin gak bisa.""Kalau lo tau situs-situs itu lo seharusnya bisa belanja sendiri, Nona! Gak perlu minta tolong gue! "Konyol! Selama jadi Nona Bintang aku tak pernah tahu urusan hal-hal seperti itu. Sekalipun p

  • Wanita Penghibur   Tempat yang Sama

    Ray tidak berbicara denganku lagi. Setelah pertengkaran kami siang tadi, dia lebih banyak diam, atau lebih tepatnya hanya mendiamkanku? Astaga, padahal seharusnya aku yang lebih berhak marah. "Kalau ada masalah, dibicarakan baik-baik, jangan saling diam. Hidup berumah tangga itu sudah pasti ada cobaannya."Ibu sampai setengah memperingati, mungkin karena selama di meja makan Ray bersikap tak kalah menyebalkan dibanding aku yang lebih banyak diam. Chayra sendiri sampai menghubungiku berkali-kali. Entah dari mana dia tahu, tapi dia kadang terkesan cerewet.[Teteh dan Kak Ray baik-baik saja, 'kan? Jangan marah sama Kak Ray, Teh. Kak Ray gak salah][Arkan memang suami Cha, Arlis yang bohong. Kalau saja Teteh marah karena salah paham]Sok tahu! Aku bahkan tidak mempermasalahkan dramanya itu, tetapi Cha? Sikap dan penjelasannya itu yang seolah ingin menunjukkan semuanya justru membuatku ada yang tidak beres. Bukankah sesuatu yang ditunjukkan l

  • Wanita Penghibur   Lelaki dari Masa lalu

    “Ramha?”Pak Andro menyebut namaku tapi yang dilihat kemudian adalah Ray, ia bahkan setelahnya berpaling pada Ibu.“Kau di sini sedang apa, Rahma?” Pertanyaannya terkesan wajar, tetapi aku merasa itu lebih sebagai peringatan, lebih lagi setelah melihat tatapan nakalnya.“Bapak mengenal putri saya? Maaf, bapak siapa ya?” Ibu maju satu langkah, mendekat pada pak Andro. Wajah Ibu terlihat kebingungan, Ibu Rana dan Cha sendiri terlihat tak kalah kebingungan, hanya Ray yang seperti membeku dan mematung.“Apa bapak mengenal anak saya?” Ibu sampai bertanya sekali lagi, Pak Andro melihat padanya, senyumnya menyeringai, ia mendekat padaku.“Mengenal? Tentu, tentu saja saya mengenal, bahkan saya sangat mengenal putri anda. Dia–”“Diam!”Ray tiba-tiba mendorong tubuh Pak Andro, menarik lenganku lalu cepat-cepat membawa aku dan Ibu pergi.***flashback Lelaki itu bermata sipit dengan hidung

  • Wanita Penghibur   Drama

    "Apa ini, Lek? Apa?"Ibu seperti tak percaya, ia menunjuk foto-foto di hadapan kami, foto saat aku menjadi Nona Bintang, foto saat aku bekerja di toko baju, foto saat aku didandani, foto saat Nona Bintang berhadapan dengan banyak lelaki di club dan--"Itu nggak benar Bu, itu nggak benar, jangan percaya!"Aku buru-buru mengambil foto-foto itu, hendak membuangnya tetapi ibu lebih dulu menahan, Matanya kilat menatapku. Jelas sekali ada kemarahan di mata ibu, tetapi sekaligus ada kepedihan di sana. Aku sampai berpaling, tidak berani sekadar bersipandang dengan Ibu."Kalau tidak benar, kenapa bisa ada foto-foto ini. Kenapa? Apa yang sebenarnya Rara sembunyikan dari ibu?”"Tidak ada, Bu, tidak ada yang Rara sembunyikan. Itu pasti editan, ibu jangan percaya. Jangan percaya!"Aku menggeleng cepat, berusaha menyakinkan, tetapi yang ada perasaanku semakin cemas, aku bahkan masih tidak berani sekadar menatap ibu."Kalau memang edit

  • Wanita Penghibur   Alibi

    "Kalian bertengkar? Kenapa? Ada apa?"Ibu bertanya pelan setelah duduk di sampingku. Ini sudah jam 9 malam, seharusnya sudah waktunya istirahat tetapi kegaduhan kami tadi sepertinya sudah cukup menyita perhatian banyak orang termasuk ibu. Aku bahkan seperti melihat lagi tatapan orang-orang yang menatap kami tadi saat berciuman, mungkin bukan sesuatu yang salah karena kami sudah memiliki ikatan suami istri, tapi tidak dengan di depan banyak orang, apalagi aku terbiasa hidup di desa dengan aturan-aturan yang masih terlalu tabu untuk hal-hal seperti itu. rasa-rasanya itu tak lebih dari dilemparkan kotoran ke wajahku. "Kami tidak kenapa-kenapa, Bu, kami hanya sedang salah paham saja, kami sudah baikan." Aku seolah tidak mau membahas lebih lanjut, Ibu menatap sekilas tetapi setelahnya dia mengeluarkan hp dari saku bajunya. Hp android dengan casing warna tosca dan gambar kucing, hp itu ..."Ini hp Rara!" Aku merebut hp itu cepat, Ibu sempat mendelik s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status