Zain menyelesaikan pekerjaan kantornya lebih awal. Ia segera pergi untuk menjemput Syifa. Sesampainya ditempat Syifa. Zain menemuinya. Ia berpapasan dengan Azka di lobi.
"Hai, bukankah kamu Zain? Lama tidak bertemu."
"Hai, kamu Azka, Bagaimana kamu bisa ada disini?"
"Aku pemilik usaha ini. Ayahku sibuk diluar negeri dan aku menggantikannya. Nenekku di desa ditemani pamanku. Jadi, aku di Jakarta sekarang. Bisakah kita berteman?"
"Tentu saja. Aku sangat senang bisa bertemu denganmu lagi setelah sekian lama." Ucap Zain dengan tulus.
"Apa kamu akan menjemput Syifa?." Tanya Azka.
"Bagaimana kau tahu?" Zain menyelidik.
"Hanya menebak saja. Di internet berita tentangmu sedang menjadi topik utama." Ucap Azka dengan prihatin.
"Iya. Aku memang menjemputnya. Media memang suka berlebihan. Aku sudah membereskannya. Berita itu sudah tidak bisa dilihat lagi di internet beberapa menit yang lalu." Kata Zain.
"Benarkah? Kau sangat hebat. Aku salut padamu." Ucap Azka.
Dalam hati Azka sangat kecewa karena Zain bisa menghentikan berita di media dengan mudahnya. Sebenarnya Azka yang memberikan foto kemesraan Zain dan Syifa ke seseorang di media itu. Orang tersebut teman baik Azka, jadi ia meminta merahasiakan identitas penyebar berita tersebut.
Azka pergi meninggalkan Zain. Zain menemukan keberadaan Syifa dan mengajaknya pulang. Dimobil, Syifa hanya diam melamun. Hari ini terasa melelahkan baginya. Zain yang melihat wajah cemberut Syifa mendapat ide untuk mengajaknya shopping. Biasanya wanita akan terhibur dengan berbelanja. Zain menghentikan mobilya di sebuah mall mewah.
"Kenapa berhenti disini?"Tanya Syifa.
"Tentu saja mengajakmu belanja. Ayo turun." Ucap Zain.
Mereka berjalan ke toko fashion. Syifa memilih baju yang sesuai dengan keinginannya. Syifa dengan cepat memilih beberapa baju casual dan sebuah gaun. Ia memang tidak seperti kebanyakan wanita yang terlalu lama memilih. Kalau ia merasa cocok langsung diambil saja. Setelah selesai di toko fashoin. Zain mengajaknya ke tempat boneka.
"Apa kamu suka boneka?" Tanya Zain.
"Aku belum pernah membeli boneka sejak kecil." Jawab Syifa. Syifa memang tinggal dengan ayahnya dan neneknya sewakti kecil di desa. Ia tidak pernah dibelikan boneka oleh ayahnya. Ia juga tidak tertarik dengan itu.
"Aku akan membelikan satu teddy bear untukmu." Ucap Zain.
Syifa menerima pemberian boneka dari Zain. Ia tersenyum manis. Zain yang melihat senyuman Syifa merasa lega karena dari tadi Syifa terlihat cemberut. Setelah selesai berbelanja Zain mengantarkan Syifa pulang kerumah.
"Kau mau mampir?" Tanya Syifa.
"Tidak, kamu istirahat saja. Besok malam aku akan mengajakmu makan malam dirumahku. Aku akan mengenalkanmu kepada orang tuaku." Jawab Zain.
"Zain, apa ini tidak terlalu cepat. Sepertinya aku belum siap. Bagaimana kalau orang tuamu tidak menyukaiku?"
"Aku bisa mengatasi orang tuaku. Mereka akan setuju apapun keputusanku. Kamu jangan terlalu banyak berfikir."
"Baiklah." Syifa memasuki rumahnya sambil membawa barang belanjaannya.
Zain pulang kerumahnya. Hari ini papa Zain, Pak Surya baru pulang dari luar negeri setelah beberapa bulan menangani bisnisnya disana. Ratih, Surya dan Zain makan malam bersama. Zain membuka pembicaraan.
"Bagaimana bisnis papa di Singapura?
"Semuanya lancar" Ucap Surya.
"Besok aku akan mengenalkan calon istriku kepada kalian." Kata Zain.
"Siapa dia? Apa dia anak seorang pengusaha, pejabat atau wanita karir? Tanya Ratih.
"Ma, biarkan Zain menentukan pilihannya sendiri, mau dari keluarga kaya atau sederhana tidak masalah bagi Papa, yang penting Zain bahagia." Ucap Surya.
"Terimakasih, Pa." Sahut Zain.
"Sama-sama. Papa senang akhirnya kamu akan menikah. Menikah adalah ibadah dan hidupmu akan semakin sempurna setelah kamu menikah dan memiliki anak."
Ditempat lain, Syifa sedang meletakkan boneka teddy bear di atas lemari pakaiannya. Ia menamai bonekanya dengan nama Zeni.
"Hei, Zeni. Apa kau tahu bahwa aku sungguh menyukainya. Aku yakin dia juga menyukaiku. Tapi apakah orang tuanya bisa menerimaku? Aku wanita sederhana dan dari keluarga yang sederhana. Apakah menurutmu aku pantas bersanding dengannya?" Syifa berbicara kepada bonekanya.
"Hei. Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku. Huh. Lama-lama aku bisa gila karena memikirkannya."
Hanna yang mendengar perkataan Syifa memasuki kamarnya.
"Sayang, kamu sedang bicara dengan siapa?"
"Ibu, aku hanya sedang memikirkan sesuatu dan aku sedang berbicara kepada Zeni, bonekaku."
"Kamu membeli boneka? Tidak baik berbicara sendiri. Kalau kamu butuh teman curhat, Ibu akan selalu bersedia kapan saja mendengar curhatanmu, Sayang."
"Zain yang membelikannya. Dia mengajakku makan malam besok dirumahnya sekaligus mengenalkanku pada kedua orangtuanya. Aku agak ragu, bu. Apakah mereka bisa menerimaku apa adanya?"
"Zain adalah pria yang baik. Aku yakin oeangtuanya juga baik. Mereka akan menerimamu, Sayang. Kamu harus yakin dan percaya diri. Besok setelah bekerja pergilah kesalon langganan Ibu. Berdandanlah yang cantik."
"Apa aku kurang cantik?" Syifa cemberut.
"Bukan begitu, maksud ibu itu sebagai rasa hormatmu pada calon mertuanmu, kamu harus bersikap anggun dan elegan. Ibu akan mengajarimu cara berjalan dan makan dikalangan elit."
"Apa itu perlu?"
"Tentu saja, Sayang. Kamu perlu melihat videonya dulu. Ayo kita kebawah."
Syifa dan ibunya berada di ruang keluarga memperhatikan video cara berjalan dan makan kaum sosialita. Syifa mempraktikan apa yang dia lihat dan ibunya juga mengajarinya dengan sabar dan telaten hingga waktu menunjukkan pukul 01.00. Mereka menyudahi latihan dan beristirahat.
Bersambung
Hai para reader. Terimakasih sudah mampir dikarya pertamaku. Jangan lupa kasih vote and comment yang mendukung yaa.. Thanks a lot.. love you..
Keesokan harinya Sherly membelikan ponsel baru kepada Syifa. Ponsel Syifa sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Iya dengan berat hati memberikannya kepada Syifa. Sherly : "Sorry atas kejadian kmrn Fa, ni ponsel buat kamu."Syifa : "Thanks."Syifa duduk di kursi kerjanya dan mencoba memasukkan kartu nya tetapi kartunya telah rusak. " Kok nggak bisa sih, jangan jangan kartunya rusak lagi, oh my God." Keluh Syifa.Sepulang kerja ia terpaksa membeli nomor baru dan ia mencoba menghubungi Zain.Syifa : "Hallo Zain, ini aku Syifa, hp ku rusak kmrn jadi aku ganti hp dan nmr baru. Are you okey today?."Zain : "Hallo honey. I'm fine."Syifa : "Hari ini aku mau izin cuti lalu aku mau ke apartemen kamu setelah ini."Zain: "Tidak honey, aku akan jemput kmu hari ini."Syifa : "Beneran? Kamu Uda bisa nyetir sekarang?"Zain :" Udah dong. Kamu tenang aja "Tak lama kemudian Zain sudah berada di depan gedung tempat Syifa bekerja. Syifa datang menghampiri Zain. Di mobil Zain bercerita tentang kejadian aneh
Satu minggu kemudianKaki zain sudah sembuh. Ia bisa berjalan seperti sedia kala. Hanya ada sedikit bekas luka di kakinya. Ia berencana menemui dokter kulit di luar negeri sekaligus honeymoon setelah hari pernikahannya. Zain merasa lega atas kesembuhannya. Lima hari lagi adalah hari pernikahan Zain dan Syifa. Didepan gedung apartemen, Bella berjalan dengan tergesa-gesa. Ini adalah hari terakhirnya untuk memeriksa Zain. Terdengar suara asing yang memanggilnya. Ia menoleh kebelakang dan mendapati Azka disana. "Bella." Panggil Azka. "Azka." Ucap Bella heran. Ia tidak menyangka dipanggil oleh laki-laki yang dikaguminya. "Kebetulan saya lewat dan membeli beberapa sarapan. Ini untukmu dan satu lagi untuk pasienmu." Azka menyodorkan dua kotak berisi makanan dan 2 botol minuman. Bella hanya diam menatap Azka. Ia mengagumi wajah tampan dan rupawannya. "Kok, bengong. Ayo ambil." "Eh, iya terimakasih." Azka berlalu mening
Didepan rumah Syifa, Raka sudah berdiri didepan mobilnya dan menunggu lebih dari lima belas menit untuk menjemput Syifa. Ia melihat arloji ditangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.30. Syifa keluar dari rumahnya mengenakan baju sepertiga lengan dengan warna biru polos dan rok sepanjang lutut. Terdapat kalung asesoris dilehernya. Ia terlihat rapi dan stylish. "Nona, Silahkan masuk." Raka membukakan pintu mobil. "Terima kasih." Mobil Rolls Royce hitam itu melesat meninggalkan rumah Syifa menuju apartemen Zain. Entah mengapa Syifa masih kesal karena Zain mempekerjakan perawat wanita di apartemennya. Dia hanya seorang perawat dan mengapa Syifa cemburu. Pikiran Syifa perlu dibersihkan dari pikiran negatif tentang Zain. Mereka sampai di apartemen Zain. Zain membukakan pintu untuk Syifa dan mempersilahkannya untuk duduk. Syifa duduk di sofa ruang tamu diikuti Zain. Di atas meja terdapat album undangan pernikahan yang
Di depan swalayan yang terletak dekat dari apartemen, Bella sudah menyelesaikan belanjaannya. Ia membawa dua plastik besar dengan banyak bahan makanan dan buah buahan. Keringat bercucuran dipelipisnya. "Melelahkan sekali." Ia mengusap keringat yang menetes di dahinya. Tangannya terasa pegal membawa banyak barang. "Brug" Tidak sengaja Bella menabrak dada bidang tubuh tegap di depannya. Hatinya berdegup kencang. Seorang pria mengambilkan dua kantong plastik besar berwarna hitam itu. "Apa anda baik-baik saja." Pria itu mendongakkan wajahnya. Menampakkan senyum yang menawan hati siapapun yang melihatnya. Bella tertegun sesaat. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya pada pria didepannya. Ia sulit berkata- kata. Bibirnya terasa berat mengungkapkan kekagumannya. "Tampan." Bella berkata dengan sangat pelan. Ia melongo seperti orang yang linglung."Apa?" Tanya pria itu."Tidak ada. lupakan saja. Maaf aku tidak meli
Zain mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti mengapa ekspresi wajah Syifa mendadak masam dan pergi begitu saja. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Raka sudah siap menjemput Tuannya untuk pulang ke apartemen. Sebuah tongkat bantu jalan digunakan Zain untuk menopang bagian tubuhnya saat berjalan. Mobil lamborghini melesat melewati jalanan yang padat. Banyak kendaraan berlalu lalang membuat kemacetan yang membosankan. "Raka, apa kamu sudah menyelidiki suruhan siapa preman-preman yang berani mencelakaiku kemarin?" "Aku sudah menyuruh orang-orang kita menyelidikinya. Namun plat mobil mereka palsu. Kami sedikit kesulitan menyelidiki mereka karena mereka tidak meninggalkan jejak apapun." "Selidiki lagi lebih lanjut. Aku tidak mau mereka lolos begitu saja." "Baik Tuan Muda." Sesampainya di apartemen kelas atas yang megah dan luas miliknya. Zain merebahkan tubuhnya di ranjang king size yang lembut. Kakinya terasa p
Syifa mengemudikan mobil menuju ke rumah sakit. Sesekali Zain melirik Syifa. Sorot matanya memancarkan kekaguman atas keindahan makhluk Tuhan yang ada didepannya.Mereka sampai di rumah sakit dan Zain segera mendapatkan pertolongan. Zain diberikan obat luar dan diberi perban. Dokter juga meresepkan beberapa obat untuk diminum. "Dokter, bagaimana keadaannya?" Tanya Syifa cemas."Untunglah lukanya tidak terlalu serius. Dua atau tiga hari lagi perban sudah bisa dibuka." Dokter memberikan penjelasan seperlunya."Syukurlah. Terima kasih, Dok.""Sama-sama."Syifa memasuki ruang pasien VIP dan duduk disebelah Zain di ranjang pasien."Kamu pasti akan segera sembuh. Apakah ini sakit?" Tangan Syifa memegang kaki Zain yang berbalut perban. "Kau sangat perhatian padaku." Syifa membalas perkataan Zain dengan tersenyum simpul. Malam semakin larut. Syifa membuka ponselnya dan membaca sebuah pesan masuk dari Hanna. Ibunya menghawat
Sebuah mobil sedan hitam mengikuti mobil Zain dari belakang. Mereka menyadari bahwa sasaran telah mengetahui posisi mereka. Salah seorang dari mereka menelpon kawanannya untuk mengepung Zain ditempat yang sepi.Saat mobil Zain melewati jalan sepi, ia dan Syifa dikepung oleh tiga mobil yang berada di depan, samping dan belakang mobilnya. Mereka berjumlah dua belas orang dengan badan tinggi dan kokoh. Kawanan preman tersebut adalah pembunuh bayaran."Keluar kalian!" Bentak salah seorang preman sambil menggedor-gedor pintu depan."Zain, bagaimana ini, Siapa mereka? apa mau mereka?" Ada kecemasan di wajah Syifa. Mukanya menjadi pucat pasi."Tenanglah. Tetaplah disini. Aku akan keluar.""Hati-hati."Zain keluar dari mobilnya menghadapi kawanan preman yang bertubuh besar dan menakutkan.Keahlian Zain dalam berkelahi tidak diragukan namun ia hanya sendirian sedangkan mereka berjumlah belasan orang. Sepertinya mereka dikirim oleh
Syifa mengambil sepiring cah kangkung seafood untuk Zain. Memperlisahkan Zain untuk menikmati masakan buatannya. Zain yang sedang dalam mood yang buruk menjadi tidak berselera. Ia menyendokkan hidangan ke mulutnya dan rasanya sangat lembut dilidah. Manis gurihnya terasa pas. Namun Zain tidak mau mengakuinya."Rasanya biasa saja. Tidak enak sama sekali." Ucap Zain."Benarkah? Apakah lidahmu sedang bermasalah? Menurutku ini sangat lezat." Kata Syifa dengan sangat yakin."Iya. Ini begitu nikmat." Tambah Azka."Kalau kamu tidak suka, biar aku yang memakannya nanti." Ucap Syifa."Dasar rakus. Karena kamu yang memasak. Aku akan menghabiskannya walaupun rasanya sangat kacau." Ucap Zain."Bilang saja kalau sebenarnya kamu suka." Syifa bergumam pelan sehingga tidak terdengar ditelinga Zain. Senyum tipis terlihat diwajahnya. Setelah selesai menikmati masakan buatan Syifa. Zain mengajak Syifa pergi ke butik langganannya untuk fitting dress pengantin. Acara pernikahan
Dibalkon rumah yang megah. Seorang pria berbadan tinggi dan tegap sedang memandang kearah luar. Sesekali ia menyesap rokok untuk menghilangkan rasa frustasinya. Pandangan matanya memancarkan api kebencian dan kecemburuam. Mengetahui wanita yang selama ini dicintainya memilih Zain yang baru dikenalnya.Hatinya tercabik-cabik. Ia merasakan sakit yang amat sangat. Azka membayangan saat Syifa tersenyum padanya. Memorinya saat masih remaja terulang dalam benaknya. Ia sangat merindukan Syifa kecil yang menggenggam tangannya, menghiburnya saat merasa sedih. Menunggunya saat hendak pergi kesekolah. Saat-saat mereka bersama dulu.Dalam hati ia berkata 'Jika aku tidak bisa mendapatkan Syifa, maka tak ada satu priapun yang bisa bersamanya.' Azka terbangun dalam lamunannya saat seseorang memanggilnya."Tuan Azka, Tuan dan Nyonya besar sudah menunggu anda diruang keluarga." Kata seorang pembantu rumah tangga."Katakan kepada mereka. Aku akan segera kesana."