Syifa mengawali harinya dengan berolahraga di samping rumahnya. Ia memutar musik di smartphone miliknya. Menggerakkan tangannya ke samping kanan dan kiri, menggerakkan tubuhnya dengan gerakan-gerakan yang menyehatkan badan sampai keringat keluar dari tubuh eksotisnya.
"Syifa, kamu belum bersiap untuk kerja?" Tanya Ratih.
"Iya bu, sebentar lagi." Jawab Syifa.
Syifa menyelesaikan olahraga paginya dan bersiap untuk mandi. Wangi sabun dan shampoo yang lembut membuat Syifa merasa tenang. Ia menyelesaikan ritual mandinya lalu sarapan bersama ibunya.
"Sayang, kenapa sarapannya tidak dihabiskan?"
"Aku bisa terlambat, Bu. Aku berangkat dulu." Syifa mencium punggung tangan ibunya.
Ditempat kerjanya, seperti biasa Syifa melayani pelanggannya dengan ramah. Hari ini banyak yang datang mengantri untuk dipijat.
"Nona, pijatanmu sangat nyaman. Aku merasa segar kembali setelah dipijat olehmu." Kata seorang wanita paruh baya.
"Terimakasih atas pujiannya, Nyonya. Semoga hari anda menyenangkan."
Wanita paruh baya itu pergi dan seorang wanita muda datang untuk pijat.
"Silahkan berbaring, Nona."
"Baiklah, pijat dengan lembut dan hati-hati. Ini pertama kali aku pijat tradisional. Kulitku sangat mulus. Jangan sampai kamu salah melukai kulitku." Ucap wanita cantik dan seksi itu.
"Baik, Nona. Anda tifak perlu khawatir. Saya akan memijat anda dengan sangat lembut." Jawab Syifa.
Syifa mulai memijat kaki wanita muda itu lalu keatas sampai pada punggung kemudian pundaknya. Ia mengulangi gerakan pijatnya ke bawah. Ketika Syifa memijat pahanya, ia melihat sedikit lebam biru seperti bekas terkena beban berat saat kecelakaan ataupun terjatuh pada permukaan yang keras sehingga menyebabkan bekas lebam di pahanya. Wanita itu menggunakan kemben yang disediakan tempat pijat. Kemben yang digunakan merupakan kemben yang pendek sehingga Syifa bisa melihatnya dengan jelas. Syifa menggunakan kekuatannya untuk memijat bagian yang lebam dan berharap agar kaki wanita itu bisa sembuh sempurna. Saat Syifa meminjatnya, Wanita muda itu merasa kesakitan yang sangat terasa menyakitkan.
"Aaahhh."
"Awww, apa yang kau lakukan? Ini sakit sekali. Hentikan!" Bentak wanita itu.
"Sabarlah sedikit, Nona. Saya hanya ingin kaki anda benar-benar sembuh." Ucap Syifa.
"Aakhh.. Hentikan!. Hentikan!" Wanita itu berteriak sambil menggeliat.
Karena teriakan wanita muda itu, banyak orang yang berdatangan melihat apa yang terjadi. Para karyawan yang sedang bekerja juga banyak yang ingin tahu keributan yang sedang terjadi.
"Kamu mau memijat atau mencelakaiku? Aku tidak mau pijat lagi. Ini sangat sakit."
"Ini karena luka dikakimu belum sembuh. Aku akan mencoba mengobati semampuku. Tinggal sedikit lagi selesai"
"Tidak, aku tidak mau. Aku tidak mau. Singkirkan tanganmu dariku atau aku akan melaporkanmu pada atasanmu?"
Para karyawan yang melihat memandang Syifa dengan heran. Mengapa Syifa membuat pelanggan marah padahal biasanya ia selalu mendapat pujian dari para pelanggannya.
"Syifa, apa yang kau lakukan? Bos pasti marah kalau kamu mengecewakan pelanggan."Ucap Erliana.
"Ini hampir selesai. Dia mulai tidak sakitvaku pijat."
"Apakah masih sakit?" Tanya Syifa pada wanita muda.
"Aneh. Mengapa bisa tidak sakit lagi. Kakiku merasa lebih baik."
"Aku sudah selesai memihat. Kalian bubar saja." Ucap Syifa kepada karyawan lain yang menonton kejadian itu.
Mereka bubar dengan pemikiran mereka masing-masing. Ada yang tidak suka dengan cara Syifa memijat wanita tadi tetapi banyak pula yang memujinya. Banyak karyawan yang membicarakan Syifa dan hal itu sampai terdengar di telinga Azka. Ia meminta asistennya untuk memanggil Syifa keruangannya.
"Syifa, Tuan Azka memanggil anda untuk datang ke ruangannya. Untuk sementara pekerjaan anda akan digantikan oleh Amel." Ucap Sinta, asisten Azka.
"Baik, saya akan segera kesana."
Langkah panjang Syifa sampai diruangan Azka. Pria itu sedang menikmati secangkir kopi di depannya sambil mengamati beberapa dokumen.
"Syifa, Silahkan duduk."
"Ada apa Bapak memanggil saya?"
"Tadi ada seorang pelanggan yang mengeluhkan pelayananmu. Saya tahu kamu punya keahlian untuk menyembuhkannya. Tetapi kamu disini bukan sebagai tabib. Kamu harus melayani pelanggan sesuai standart pelayanan disini."
"Saya tahu. Saya hanya merasa iba melihat kakinya. Sepertinya wanita itu mengalami benturan yang keras. Jadi..."
"Saya tidak mau tahu alasan kamu, yang jelas jangan ulangi hal seperti ini lagi."
"Baik, Tuan."
"Kamu boleh pergi."
Dalam hatinya. Azka sangat menyayangi Syifa. Ia tidak mau ada orang yang melukai Syifa, memarahinya atau membentaknya. Dulu ketika Azka berumur sembilan tahun, Ia ditinggalkan orangtuanya untuk bekerja diluar negeri. Ia dititipkan pada neneknya di desa. Rumah nenek Azka adalah rumah yang paling mewah dikomplek desanya dan bersebelahan dengan rumah Syifa yang sederhana. Ketika ia menangis sendirian di samping rumahnya, Syifa mendatanginya, menghapus airmatanya, menghiburnya dan mengajaknya bermain. Azka bisa melupakan kesedihannya karena keberadaan Syifa. Sejak saat itu, Azka selalu merasa nyaman didekat Syifa. Mereka sekolah ditempat yang sama tetapi Azka berada dua tingkat diatasnya. Azka masih mengingat peristiwa dimana Syifa memberikannya gelang persahabatan di depan sungai yang tidak jauh dari rumahnya. Sungai itu sangat jernih dan bersih. Terdapat beberapa kursi yang terbuat dari kayu jati di pinggiran sungai. Banyak pepohonan besar yang teduh membuat suasana sangat segar dan tenang.
"Syifa, kenapa mataku harus ditutup?" Tanya Azka kecil.
"Tunggu sebentar, Kak? Sebentar lagi sampai." Syifa menutup mata Azka dengan tangannya sambil memandunya berjalan. Ia mendudukkan Azka di sebuah kursi kayu jati yang ditengahnya terdapat ukiran bunga mawar yang indah.
"Taraaa, kejutaaan" Syifa melepaskan tangannya dan mempersilahkan Azka membuka matanya. Ia juga duduk disebelah kirinya.
Azka melihat sebuah kotak kayu kecil dengan sebuah gembok kecil. Syifa memberikan kunci untuk membuka kotak kayu itu. Lalu Azka membukanya dan melihat dua gelang dari benang dua warna yang dirajut tangan.
"Dua buah gelang? Apakah kamu membuatnya sendiri untukku?" Tanya Azka kecil.
"Iya, Aku merajutnya sendiri dengan tanganku. Aku membuatnya semalaman. Apakah kakak suka?"
"Tentu saja suka, Syifa. Aku akan menjaganya dengan baik. Sekarang kamu pakaikan gelangnya padaku dan aku akan memakaikan satu untukmu."
"Ini adalah gelang persahabatan. Kakak jangan tinggalkan aku saat kamu sudah besar nanti. Aku sangat sayang padamu. Kau adalah teman terbaikku." Syifa merekatkan gelang ditangan Azka.
Bersambung
Keesokan harinya Sherly membelikan ponsel baru kepada Syifa. Ponsel Syifa sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Iya dengan berat hati memberikannya kepada Syifa. Sherly : "Sorry atas kejadian kmrn Fa, ni ponsel buat kamu."Syifa : "Thanks."Syifa duduk di kursi kerjanya dan mencoba memasukkan kartu nya tetapi kartunya telah rusak. " Kok nggak bisa sih, jangan jangan kartunya rusak lagi, oh my God." Keluh Syifa.Sepulang kerja ia terpaksa membeli nomor baru dan ia mencoba menghubungi Zain.Syifa : "Hallo Zain, ini aku Syifa, hp ku rusak kmrn jadi aku ganti hp dan nmr baru. Are you okey today?."Zain : "Hallo honey. I'm fine."Syifa : "Hari ini aku mau izin cuti lalu aku mau ke apartemen kamu setelah ini."Zain: "Tidak honey, aku akan jemput kmu hari ini."Syifa : "Beneran? Kamu Uda bisa nyetir sekarang?"Zain :" Udah dong. Kamu tenang aja "Tak lama kemudian Zain sudah berada di depan gedung tempat Syifa bekerja. Syifa datang menghampiri Zain. Di mobil Zain bercerita tentang kejadian aneh
Satu minggu kemudianKaki zain sudah sembuh. Ia bisa berjalan seperti sedia kala. Hanya ada sedikit bekas luka di kakinya. Ia berencana menemui dokter kulit di luar negeri sekaligus honeymoon setelah hari pernikahannya. Zain merasa lega atas kesembuhannya. Lima hari lagi adalah hari pernikahan Zain dan Syifa. Didepan gedung apartemen, Bella berjalan dengan tergesa-gesa. Ini adalah hari terakhirnya untuk memeriksa Zain. Terdengar suara asing yang memanggilnya. Ia menoleh kebelakang dan mendapati Azka disana. "Bella." Panggil Azka. "Azka." Ucap Bella heran. Ia tidak menyangka dipanggil oleh laki-laki yang dikaguminya. "Kebetulan saya lewat dan membeli beberapa sarapan. Ini untukmu dan satu lagi untuk pasienmu." Azka menyodorkan dua kotak berisi makanan dan 2 botol minuman. Bella hanya diam menatap Azka. Ia mengagumi wajah tampan dan rupawannya. "Kok, bengong. Ayo ambil." "Eh, iya terimakasih." Azka berlalu mening
Didepan rumah Syifa, Raka sudah berdiri didepan mobilnya dan menunggu lebih dari lima belas menit untuk menjemput Syifa. Ia melihat arloji ditangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.30. Syifa keluar dari rumahnya mengenakan baju sepertiga lengan dengan warna biru polos dan rok sepanjang lutut. Terdapat kalung asesoris dilehernya. Ia terlihat rapi dan stylish. "Nona, Silahkan masuk." Raka membukakan pintu mobil. "Terima kasih." Mobil Rolls Royce hitam itu melesat meninggalkan rumah Syifa menuju apartemen Zain. Entah mengapa Syifa masih kesal karena Zain mempekerjakan perawat wanita di apartemennya. Dia hanya seorang perawat dan mengapa Syifa cemburu. Pikiran Syifa perlu dibersihkan dari pikiran negatif tentang Zain. Mereka sampai di apartemen Zain. Zain membukakan pintu untuk Syifa dan mempersilahkannya untuk duduk. Syifa duduk di sofa ruang tamu diikuti Zain. Di atas meja terdapat album undangan pernikahan yang
Di depan swalayan yang terletak dekat dari apartemen, Bella sudah menyelesaikan belanjaannya. Ia membawa dua plastik besar dengan banyak bahan makanan dan buah buahan. Keringat bercucuran dipelipisnya. "Melelahkan sekali." Ia mengusap keringat yang menetes di dahinya. Tangannya terasa pegal membawa banyak barang. "Brug" Tidak sengaja Bella menabrak dada bidang tubuh tegap di depannya. Hatinya berdegup kencang. Seorang pria mengambilkan dua kantong plastik besar berwarna hitam itu. "Apa anda baik-baik saja." Pria itu mendongakkan wajahnya. Menampakkan senyum yang menawan hati siapapun yang melihatnya. Bella tertegun sesaat. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya pada pria didepannya. Ia sulit berkata- kata. Bibirnya terasa berat mengungkapkan kekagumannya. "Tampan." Bella berkata dengan sangat pelan. Ia melongo seperti orang yang linglung."Apa?" Tanya pria itu."Tidak ada. lupakan saja. Maaf aku tidak meli
Zain mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti mengapa ekspresi wajah Syifa mendadak masam dan pergi begitu saja. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Raka sudah siap menjemput Tuannya untuk pulang ke apartemen. Sebuah tongkat bantu jalan digunakan Zain untuk menopang bagian tubuhnya saat berjalan. Mobil lamborghini melesat melewati jalanan yang padat. Banyak kendaraan berlalu lalang membuat kemacetan yang membosankan. "Raka, apa kamu sudah menyelidiki suruhan siapa preman-preman yang berani mencelakaiku kemarin?" "Aku sudah menyuruh orang-orang kita menyelidikinya. Namun plat mobil mereka palsu. Kami sedikit kesulitan menyelidiki mereka karena mereka tidak meninggalkan jejak apapun." "Selidiki lagi lebih lanjut. Aku tidak mau mereka lolos begitu saja." "Baik Tuan Muda." Sesampainya di apartemen kelas atas yang megah dan luas miliknya. Zain merebahkan tubuhnya di ranjang king size yang lembut. Kakinya terasa p
Syifa mengemudikan mobil menuju ke rumah sakit. Sesekali Zain melirik Syifa. Sorot matanya memancarkan kekaguman atas keindahan makhluk Tuhan yang ada didepannya.Mereka sampai di rumah sakit dan Zain segera mendapatkan pertolongan. Zain diberikan obat luar dan diberi perban. Dokter juga meresepkan beberapa obat untuk diminum. "Dokter, bagaimana keadaannya?" Tanya Syifa cemas."Untunglah lukanya tidak terlalu serius. Dua atau tiga hari lagi perban sudah bisa dibuka." Dokter memberikan penjelasan seperlunya."Syukurlah. Terima kasih, Dok.""Sama-sama."Syifa memasuki ruang pasien VIP dan duduk disebelah Zain di ranjang pasien."Kamu pasti akan segera sembuh. Apakah ini sakit?" Tangan Syifa memegang kaki Zain yang berbalut perban. "Kau sangat perhatian padaku." Syifa membalas perkataan Zain dengan tersenyum simpul. Malam semakin larut. Syifa membuka ponselnya dan membaca sebuah pesan masuk dari Hanna. Ibunya menghawat