Share

Part 8 Gelang persahabatan

Syifa mengawali harinya dengan berolahraga di samping rumahnya. Ia memutar musik di smartphone miliknya. Menggerakkan tangannya ke samping kanan dan kiri, menggerakkan tubuhnya dengan gerakan-gerakan yang menyehatkan badan sampai keringat keluar dari tubuh eksotisnya. 

"Syifa, kamu belum bersiap untuk kerja?" Tanya Ratih.

"Iya bu, sebentar lagi." Jawab Syifa.

Syifa menyelesaikan olahraga paginya dan bersiap untuk mandi. Wangi sabun dan shampoo yang lembut membuat Syifa merasa tenang. Ia menyelesaikan ritual mandinya lalu sarapan bersama ibunya. 

"Sayang, kenapa sarapannya tidak dihabiskan?"

"Aku bisa terlambat, Bu. Aku berangkat dulu." Syifa mencium punggung tangan ibunya.

Ditempat kerjanya, seperti biasa Syifa melayani pelanggannya dengan ramah. Hari ini banyak yang datang mengantri untuk dipijat. 

"Nona, pijatanmu sangat nyaman. Aku merasa segar kembali setelah dipijat olehmu." Kata seorang wanita paruh baya.

"Terimakasih atas pujiannya, Nyonya. Semoga hari anda menyenangkan."

Wanita paruh baya itu pergi dan seorang wanita muda datang untuk pijat. 

"Silahkan berbaring, Nona."

"Baiklah, pijat dengan lembut dan hati-hati. Ini pertama kali aku pijat tradisional. Kulitku sangat mulus. Jangan sampai kamu salah melukai kulitku." Ucap wanita cantik dan seksi itu.

"Baik, Nona. Anda tifak perlu khawatir. Saya akan memijat anda dengan sangat lembut." Jawab Syifa.

Syifa mulai memijat kaki wanita muda itu lalu keatas sampai pada punggung kemudian pundaknya. Ia mengulangi gerakan pijatnya ke bawah. Ketika Syifa memijat pahanya, ia melihat sedikit lebam biru seperti bekas terkena beban berat saat kecelakaan ataupun terjatuh pada permukaan yang keras sehingga menyebabkan bekas lebam di pahanya. Wanita itu menggunakan kemben yang disediakan tempat pijat. Kemben yang digunakan merupakan kemben yang pendek sehingga Syifa bisa melihatnya dengan jelas. Syifa menggunakan kekuatannya untuk memijat bagian yang lebam dan berharap agar kaki wanita itu bisa sembuh sempurna. Saat Syifa meminjatnya, Wanita muda itu merasa kesakitan yang sangat terasa menyakitkan. 

"Aaahhh."

"Awww, apa yang kau lakukan? Ini sakit sekali. Hentikan!" Bentak wanita itu.

"Sabarlah sedikit, Nona. Saya hanya ingin kaki anda benar-benar sembuh." Ucap Syifa.

"Aakhh.. Hentikan!. Hentikan!" Wanita itu berteriak sambil menggeliat. 

Karena teriakan wanita muda itu, banyak orang yang berdatangan melihat apa yang terjadi. Para karyawan yang sedang bekerja juga banyak yang ingin tahu keributan yang sedang terjadi. 

"Kamu mau memijat atau mencelakaiku? Aku tidak mau pijat lagi. Ini sangat sakit."

"Ini karena luka dikakimu belum sembuh. Aku akan mencoba mengobati semampuku. Tinggal sedikit lagi selesai"

"Tidak, aku tidak mau. Aku tidak mau. Singkirkan tanganmu dariku atau aku akan melaporkanmu pada atasanmu?"

Para karyawan yang melihat memandang Syifa dengan heran. Mengapa Syifa membuat pelanggan marah padahal biasanya ia selalu mendapat pujian dari para pelanggannya. 

"Syifa, apa yang kau lakukan? Bos pasti marah kalau kamu mengecewakan pelanggan."Ucap Erliana. 

"Ini hampir selesai. Dia mulai tidak sakitvaku pijat."

"Apakah masih sakit?" Tanya Syifa pada wanita muda.

"Aneh. Mengapa bisa tidak sakit lagi. Kakiku merasa lebih baik."

"Aku sudah selesai memihat. Kalian bubar saja." Ucap Syifa kepada karyawan lain yang menonton kejadian itu. 

Mereka bubar dengan pemikiran mereka masing-masing. Ada yang tidak suka dengan cara Syifa memijat wanita tadi tetapi banyak pula yang memujinya. Banyak karyawan yang membicarakan Syifa dan hal itu sampai terdengar di telinga Azka. Ia meminta asistennya untuk memanggil Syifa keruangannya. 

"Syifa, Tuan Azka memanggil anda untuk datang ke ruangannya. Untuk sementara pekerjaan anda akan digantikan oleh Amel." Ucap Sinta, asisten Azka. 

"Baik, saya akan segera kesana."

Langkah panjang Syifa sampai diruangan Azka. Pria itu sedang menikmati secangkir kopi di depannya sambil mengamati beberapa dokumen. 

"Syifa, Silahkan duduk."

"Ada apa Bapak memanggil saya?"

"Tadi ada seorang pelanggan yang mengeluhkan pelayananmu. Saya tahu kamu punya keahlian untuk menyembuhkannya. Tetapi kamu disini bukan sebagai tabib. Kamu harus melayani pelanggan sesuai standart pelayanan disini."

"Saya tahu. Saya hanya merasa iba melihat kakinya. Sepertinya wanita itu mengalami benturan yang keras. Jadi..."

"Saya tidak mau tahu alasan kamu, yang jelas jangan ulangi hal seperti ini lagi."

"Baik, Tuan."

"Kamu boleh pergi."

Dalam hatinya. Azka sangat menyayangi Syifa. Ia tidak mau ada orang yang melukai Syifa, memarahinya atau membentaknya. Dulu ketika Azka berumur sembilan tahun, Ia ditinggalkan orangtuanya untuk bekerja diluar negeri. Ia dititipkan pada neneknya di desa. Rumah nenek Azka adalah rumah yang paling mewah dikomplek desanya dan bersebelahan dengan rumah Syifa yang sederhana. Ketika ia menangis sendirian di samping rumahnya, Syifa mendatanginya, menghapus airmatanya, menghiburnya dan mengajaknya bermain. Azka bisa melupakan kesedihannya karena keberadaan Syifa. Sejak saat itu, Azka selalu merasa nyaman didekat Syifa. Mereka sekolah ditempat yang sama tetapi Azka berada dua tingkat diatasnya. Azka masih mengingat peristiwa dimana Syifa memberikannya gelang persahabatan di depan sungai yang tidak jauh dari rumahnya. Sungai itu sangat jernih dan bersih. Terdapat beberapa kursi yang terbuat dari kayu jati di pinggiran sungai. Banyak pepohonan besar yang teduh membuat suasana sangat segar dan tenang. 

"Syifa, kenapa mataku harus ditutup?" Tanya Azka kecil.

"Tunggu sebentar, Kak? Sebentar lagi sampai." Syifa menutup mata Azka dengan tangannya sambil memandunya berjalan. Ia mendudukkan Azka di sebuah kursi kayu jati yang ditengahnya terdapat ukiran bunga mawar yang indah.

"Taraaa, kejutaaan" Syifa melepaskan tangannya dan mempersilahkan Azka membuka matanya. Ia juga duduk disebelah kirinya.

Azka melihat sebuah kotak kayu kecil dengan sebuah gembok kecil. Syifa memberikan kunci untuk membuka kotak kayu itu. Lalu Azka membukanya dan melihat dua gelang dari benang  dua warna yang dirajut tangan.

"Dua buah gelang? Apakah kamu membuatnya sendiri untukku?" Tanya Azka kecil.

"Iya, Aku merajutnya sendiri dengan tanganku. Aku membuatnya semalaman. Apakah kakak suka?"

"Tentu saja suka, Syifa. Aku akan menjaganya dengan baik. Sekarang kamu pakaikan gelangnya padaku dan aku akan memakaikan satu untukmu." 

"Ini adalah gelang persahabatan. Kakak jangan tinggalkan aku saat kamu sudah besar nanti. Aku sangat sayang padamu. Kau adalah teman terbaikku." Syifa merekatkan gelang ditangan Azka. 

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status