Share

Chapter 4 | Hadiah Untuk Vanya

Hati Vanya berbunga-bunga saat adegan di taman terus berputar di kepalanya. Adegan tersebut adalah momen ketika Vicky menciumnya.

Bagi Vanya, ini adalah kali pertama ia menyukai seorang pria. Sejak ayahnya jatuh sakit dan bisnis keluarga mereka mengalami kemunduran, Vanya bertekad untuk fokus pada pendidikan dan karirnya untuk membantu keuangan keluarganya.

Vanya tiba di depan ruangan tempat ayahnya dirawat. Ketika hendak membuka pintu, seorang dokter keluar dari ruangan tersebut. Vanya mengira mungkin itu hanya pemeriksaan rutin. Namun, begitu masuk, Vanya melihat kedua orang tuanya terlihat terkejut.

"Ibu... Ayah... ada apa?" tanya Vanya kepada orang tuanya sambil menutup pintu.

"Anakku," gumam Utari dengan suara yang bergetar. Ia terlihat kesulitan untuk melanjutkan kata-katanya.

"Ibu, ada apa?" Vanya yang baru saja tiba menjadi panik saat melihat sikap ibunya.

"Duduklah dulu, Vanya. Biar ayah yang memberitahumu," ucap Bima kepada putrinya sambil menunjuk kursi di samping tempat tidur.

Vanya mengikuti saran ayahnya, sambil tetap memegang jaketnya, ia duduk di kursi yang ditunjuk oleh ayahnya.

"Dokter tadi memberitahukan bahwa besok ayah akan menjalani operasi cangkok ginjal. Pendonor juga sudah diberitahu tentang hal ini," jelas Bima.

Vanya tentu saja terkejut mendengar kabar yang disampaikan ayahnya.

"Terus bagaimana dengan biayanya, Ayah?" tanya Vanya cemas.

"Dokter tadi mengatakan bahwa kita tidak perlu memikirkan biaya. Kedatangan kita hanya untuk memastikan bahwa Ayah siap menjalani operasi besok," jawab Bima kepada Vanya.

Vanya merasa bingung apakah harus bersukacita atau khawatir mendengar kabar tersebut. Dia tentu senang bahwa operasi untuk Ayahnya akan segera dilakukan, tetapi ketidakjelasan mengenai biaya operasi membuat Vanya merasa tidak nyaman. Dokter juga tidak memberikan penjelasan rinci tentang masalah biaya.

Meskipun ingin menanyakan lebih lanjut, Vanya melihat kekhawatiran yang masih terpancar dari wajah Ibunya. Ia memutuskan untuk menahan diri dan mendekati Ibunya yang terlihat sangat khawatir. Dengan lembut, Vanya memeluk Ibunya dari belakang saat Ibunya duduk di samping tempat tidur Ayahnya.

"Ibu, jangan khawatir. Segera aku akan menemui dokter tadi untuk meminta penjelasan lebih rinci mengenai biaya operasi," kata Vanya dengan penuh kasih kepada Ibunya.

Utari memegang tangan putrinya. "Ya, Nak. Aku percaya padamu," ucapnya dengan suara lirih.

Setelah menghibur ibunya, Vanya berjalan menuju sofa berwarna putih yang terletak di dekat tempat tidur ayahnya. Ia duduk dengan nyaman di sofa tersebut sambil memandangi kedua orang tuanya.

Ketika hendak meletakkan jaketnya di sofa, tangannya tanpa sengaja menyentuh saku jaket. Baru teringat olehnya bahwa jaketnya tertinggal di dalam mobil Vicky kemarin, dan dompetnya berada di dalam jaket itu.

Sekarang pikiran Vanya mencari cara untuk mengatasi masalah biaya operasi ayahnya. Berbagai kemungkinan mulai muncul dalam benaknya, salah satunya adalah kemungkinan Rumah Sakit memiliki program cicilan biaya operasi yang dapat membantu pasien dalam pembayaran.

Dengan tangan yang gemetar, Vanya merogoh saku dalam jaket dan mengeluarkan dompetnya. Dia memeriksa isi dompet sambil pikirannya masih sibuk dengan rencana operasi ayahnya.

"Apa ini?" gumamnya dalam hati. Vanya menarik kartu ATM berwarna merah yang ada di dalam dompetnya. Dia tidak ingat memiliki kartu ATM yang berwarna merah sebelumnya.

"Bank Bumi Angkasa?" gumam Vanya sambil membaca nama bank yang tertera di kartu ATM tersebut. Kemudian, dia melihat nama yang tertulis di kartu itu, Vanya Purnomo, dengan font berwarna emas.

Ketika Vanya membalikkan kartu ATM, ia menemukan selembar kertas terlipat yang dilekatkan dengan selotip. Vanya melepas selotip tersebut dan membuka kertas tersebut.

"Hai, Nona Vanya. Sebelumnya, aku ingin meminta maaf terlebih dahulu karena telah melakukan sesuatu yang tidak kamu sukai tanpa sepengetahuanmu," gumam Vanya dalam hati, kemudian ia melanjutkan membaca pesan yang ada di dalam kertas tersebut.

"Ini dari Vicky?" pikir Vanya, lalu ia fokus kembali untuk membaca pesan selengkapnya.

"Jika kamu membaca ini, berarti kamu telah menemukan kartu yang aku selipkan di dalam dompetmu. Aku yakin kamu tidak akan menyukainya. Sebenarnya, aku ingin menyerahkan kartu ini langsung kepadamu. Namun, jika aku melakukannya, aku yakin kamu akan bersikeras menolaknya."

“Dan setelah itu, aku akan mencoba memberikan kartu ini kepadamu lagi, dan kamu akan menolaknya lagi. Menurut prediksiku, itu akan berlanjut selama tiga hari tiga malam, dan jujur saja, aku tidak punya cukup waktu luang untuk menghabiskan waktu sebanyak itu. Karena hari ini aku harus kembali ke Jakarta.”

Vanya tertawa membaca isi surat tersebut, suaranya terdengar cukup keras, membuat kedua orang tuanya menoleh ke arahnya dengan ekspresi heran.

"Di dalam kartu ini, ada sedikit uang yang telah dia transfer. Jumlahnya tidak banyak, hanya Rp 5.000.000. Gunakan uang yang ada di kartu ini untuk membiayai pengobatan Ayah. Aku tahu kamu tidak akan menyukai hal ini, jadi aku meminta maaf berkali-kali," kata Vanya kepada kedua orang tuanya.

Vanya tersenyum bahagia, merasa terharu dengan sikap Vicky yang berusaha membantu meski dengan cara yang tidak biasa.

“Oh iya, dan mungkin ketika kamu membaca ini, Ayah dan Ibumu sudah bertemu dengan dokter terkait masalah operasi?”

Ekspresi wajah Vanya terlihat kaget saat membaca kalimat tersebut. Dia tidak pernah memberi tahu Vicky tentang masalah operasi ini.

"Aku sudah menyelesaikan biaya operasinya, jadi kamu tidak perlu khawatir. Kamu juga tidak perlu bertemu dengan dokter tua itu untuk meminta penjelasan. Aku yakin dengan kepribadianmu, jika aku tidak meninggalkan surat ini, kamu akan meneror dokter tua itu dengan ribuan pertanyaan yang mungkin akan membuatnya terkena serangan jantung."

Vanya kembali tertawa dengan suara yang cukup keras. Ayah dan ibunya juga kembali menatap Vanya dengan penuh tanda tanya.

Dan yang terakhir, Vanya terima kasih atas dua hari yang indah ini, walaupun sebentar itu sudah sangat mengobati luka di dalam hatiku.

"Luka?" gumam Vanya dalam hati.

Sekali lagi aku minta maaf karena tidak meminta izin dari mu terlebih dahulu, dan Happy Birthday Vanya. Aku harap kamu menyukai kado pemberian ku.

~Vicky~

Setelah membaca surat itu, mata Vanya tampak berkaca-kaca.

"Vicky bodoh..Untuk apa kamu meminta maaf. Akulah yang seharusnya berterima kasih kepadamu, kamu tidak hanya menolongku, kini kamu juga menyelamatkan keluargaku," gumamnya dalam hati sambil meneteskan air mata.

Kedua orang tua Vanya semakin cemas melihat anaknya.

"Ibu ada apa dengan anak kita, dia tertawa, tersenyum, lalu tertawa lagi dan kini dia menangis?" Tanya Bima kepada istrinya.

Utari menggelengkan kepalanya tanda bahwa dia juga tidak tahu apa yang terjadi.

Setelah mulai tenang, Vanya langsung berdiri lalu menghampiri ibu dan ayahnya yang terlihat sangat cemas.

"Ayah... Ibu...." Sambil mengusap air matanya dia lalu berkata,

"Itu Vicky... Vicky yang telah membayar biaya operasi Ayah," Kemudian Vanya menunjukkan surat yang dia pegang kepada ibunya yang sedang berdiri di samping tempat tidur.

Ibu Utari lalu melihat surat yang ditunjukkan anaknya "Astaga!! Vanya dia juga memberi mu uang 5 Juta untuk biaya pengobatan ayahmu?" ucap Utari dengan ekspresi terkejut.

"Iya, Bu," jawab Vanya sambil memeluk ibunya.

"Syukurlah Nak, jika keadaan keluarga kita sedang baik, pasti ibu akan memintamu untuk mengembalikannya tapi saat ini kita memang sangat membutuhkan hal itu," ucap Utari yang ikut menitikkan air mata.

"Ada apa ayah?" Vanya lalu bertanya kepada ayahnya yang terlihat memiringkan kepalanya sambil melihat bagian belakang surat yang dipegangnya.

"Vanya, di bagian belakang surat itu ada tulisan," ucap Bima sambil menunjuk surat yang dipegang Vanya.

Vanya lalu membalik surat dari Vicky itu, di sana tertulis

- 000

Ps. Maaf, karena tempat untuk menulis angka sudah tidak muat, maka angkanya aku sambung di halaman belakang surat.

"Angka?" gumam Vanya kebingungan.

Vanya lalu kembali melihat surat yang ditulis Vicky, satu-satunya angka yang tertulis disitu adalah nominal Rp 5.000.000 -

"Astaga!!" teriak Vanya ketika sadar maksud perkataan Vicky.

Tepat di bagian belakang angka Rp. 5.000.000- adalah angka -000. Yang artinya, uang yang berada di dalam ATM itu, jika disambung dengan angka yang berada di belakang menjadi Rp. 5.000.000.000

"Bukan 5 Juta Ibu, tapi 5 Milyar," teriak Vanya dengan suara bergetar.

 

MAMAZAN

Hai kesayangan, kita akhirnya bisa baca kisah Vicky dan Vanya... Dukung kisah mereka dengan kirim vote sebanyak-banyaknya ~

| 2

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status