Bella meninggalkan Miko yang masih menatap ke arahnya. Bella tidak percaya dengan asisten dari Tuan Brian yang konyol.
"Sudah tahu dia pria, kenapa dia katakan gadis. Aku ini yang gadis, bukan dia. Eh, aku bukan gadis lagi. Kegadisanku sudah direnggut oleh pria es itu," rutuk Bella. Bella masuk ke dalam rumah Brian yang super mewah. Dirinya tidak menyangka rumah dari Brian yang merupakan CEO muda sangat luar biasa mewah dan megah. Baru kali ini rakyat jelata seperti dirinya bisa datang ke rumah yang super mewah. Bella menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Dan saat dia berbalik tubuh mungilnya menubruk dada bidang Brian. "Sudah selesai melihatnya, anak kecil ?" tanya Brian dengan suara yang datar. Sebenarnya dalam hatinya, Brian sangat senang Bella mengagumi rumahnya, tapi dia lebih senang kalau Bella menggagumi dirinya karena dia tampan itu sudah jelas, dia selalu mengatakan kalau dia lebih dari pria-pria yang ada di luar. Ya, lebih tepatnya dia sempurna. Walaupun dia alergi dengan wanita, tapi sekarang tidak lagi. Dia sudah menemukan wanitanya dan hanya wanita inilah yang bisa mengobati alerginya terhadap wanita. Bella mengusap keningnya perlahan. Keningnya cukup sakit saat menubruk dada Brian. Bella mengangkat kepalanya dan memandang ke arah Brian yang tingginya 185 lebih tinggi dari tinggi badannya. "Rumahmu biasa saja, Tuan. Di mana kamarku, Tuan Brian ?" tanya Bella yang berjalan melewati Brian. Bella sedari tadi mengedarkan matanya ke sana kemari karena dia ingin mencari di mana kamarnya yang akan dia tiduri. Karena, yang dia lihat hampir sedari tadi semuanya hanya ada pintu, dia tidak tahu pintu yang mana satu kamar yang akan dia tempati. "Apa itu, pintu kamarku? Atau itu pintu Doraemon atau pintu Nobita?" tanya Bella menunjuk ke arah pintu coklat yang berukir mewah. "Kamarmu di atas, lantai 2 lantai dan lantai 3 ruang keluarga, lantai 4 tempat aku fitnes, lantai 5 sauna dan kolam renang dan ...." Brian menghentikan ucapannya karena mendengar sahutan dari Bella. "Lantai 6 menuju ke alam baka. Kenapa rumahmu banyak sekali lantai. Tidak bisakah diperkecil sedikit, betisku akan membesar jika naik melalui tangga ini," omel Bella yang sedikit kesal karena mendengar jika rumah Brian sampai lantai 5 dan dia yakin ada lantai lain di atasnya atau mungkin di bawahnya. "Ini rumahku. Jangan menyela rumahku. Lihat rumahmu seperti apa, kecil. Lebih besar kamar mandiku daripada rumahmu. Sudahlah, jangan protes. Kalau kamu tidak ingin betismu besar naik saja lift. Ayo aku tunjukkan kamar kita," ajak Brian yang kesal karena rumahnya diprotes oleh Bella. Padahal, rumah ini sudah sesuai dengan impiannya. Tapi, tetap saja Bella mengatakan rumahnya membuat betisnya besar. Bella mengangkat bahunya dan mengikuti Brian dari belakang. Miko juga ikut bersama dengan Bella dan juga Brian. Dia tidak menyangka kalau Brian bisa mengalah demi wanita ini. Biasanya, dia tidak pernah mengalah dan dia juga tidak banyak bicara, tapi kali ini sifat dan kelakuan Brian benar-benar berubah. Miko senang akhirnya ada wanita yang bisa menaklukkan Brian. Walaupun tidak dipublikasikan ke khayalak ramai tentang hubungan mereka, tapi dia senang Brian sudah menemukan wanitanya. Para pelayan yang berada di rumah tersebut menyambut kedatangan Bella dengan cukup baik dan Bella hanya bisa tersenyum ke arah mereka saat di dalam lift. Ketiganya tidak banyak bicara, hening saat lift naik ke lantai 2. Bella mengetuk-ngetuk dinding lift sehingga suara ketukan dari kuku jarinya membuat Brian kesal. Brian hanya bisa menghela nafas, dia itu pria yang introvert tidak suka kebisingan dan yang lainnya, tapi kali ini dia harus bersama dengan wanita yang extrovert. "Bisa tidak jarimu itu berhenti mengetuk-ngetuk dinding lift ini. Kalau pecah bagaimana? Jika kamu masih melakukannya maka jarimu itu akan aku patahkan," ancam Brian dengan suara datar. Dia tidak menyangka, baru satu hari saja bersama dengan Bella sudah seperti ini. Bagaimana, ke depannya. Namun, dirinya harus bertahan dan harus sabar menghadapi Bella. Cinta matinya hanya ke Bella. Karena dia sudah cinta mati sama Bella, apapun yang Bella lakukan akan dia dukung. Namun, kali ini tidak dia dukung karena terlalu berisik menurutnya. Miko menahan tawanya, dia melipat bibirnya ke dalam agar tidak mengeluarkan tawa yang cukup besar. Bahaya jika Brian sampai tahu jika dia tertawa, maka dia akan bertemu dengan malaikat maut. Brian melirik ke arah Miko yang dia tahu kalau saat ini Niko pasti menertawakannya. Ingin, memaki Miko tapi ditahan olehnya. Brian benar-benar kesal namun dia tetap harus menjaga wibawanya. Saat pintu lift terbuka Brian segera keluar dan dia berbelok ke arah kanan. Bella mengikuti Brian untuk mengetahui dimana kamarnya berada. Bella yang mengikutinya berhenti tepat di depan pintu yang berwarna putih dan hanya ada satu pintu itu saja tidak ada pintu lain. Berbeda dengan di lantai 1 banyak pintu. "Aneh, hanya ada satu pintu. Kenapa tidak ada pintu lain. Apa dia orangnya tidak suka banyak pintu. Sudahlah," gumam Bella yang penasaran kenapa pintunya hanya ada satu di lantai 2. Para pelayan yang sudah sampai di lantai 2 segera membawa beberapa barang-barang yang sudah dipesan oleh Miko untuk dibawa ke lantai atas dan semua barang itu pesanan majikan mereka. Brian serius membuka kamarnya dengan menggunakan kunci pin angka, sidik jari, dan juga wajah. Setelah itu, Brian mengotak-ngatik pin dan setelah di setting dan terdengar akses di terima Brian tersenyum. Brian berbalik dan tersenyum ke arah Bella. "Sini tanganmu," ucap Brian. Brian menarik tangan Bella untuk mendekati dirinya. Bella mengikuti apa yang Brian dan melihat apa yang dilakukan oleh Brian. "Tekan ini," Pinta Brian. Brian sengaja mendeteksi sidik jari Bella agar Bella bisa mengakses kamar tidurnya. Bella yang diperintahkan oleh Brian hanya mengikuti apa yang diminta oleh Brian. Tangan kekar Brian menggenggam tangannya dengan erat tapi lembut. Tiba-tiba saja, ada perasaan aneh saat tangannya digenggam oleh Brian. Setelah sidik jari terbaca barulah pintu terbuka. "Kalau masuk kamar ini, pakai sidik jarimu saja. Jika jarimu menghilang dan tidak bisa terakses maka pakai kakimu. Sampai di sini mengerti, anak kecil," ucap Brian yang sontak saja membuat Miko melepaskan tawanya. Miko yang sedari tadi diam dan menahan tawanya sejak di lift kini menyerah. Dia sudah tidak tahan lagi, melihat Brian. Brian yang biasanya dingin, arogan, kejam dan sadis kini kata-katanya bisa membuat dia tertawa. Kepala pelayan dan pelayan yang tadinya diam dan menunduk tidak berani ikut tertawa. Mereka menulikan telinga mereka. Tujuannya, agar tidak mendapatkan masalah. Bella kesal dengan apa yang Brian katakan. Akan tetapi, Bella menahan amarahnya. Brian bosnya, jadi jangan cari masalah jika tidak ingin jadi pengemis. Walaupun, sudah jadi istri dari CEO tempat dia bekerja tetap Bella masih ingin bekerja. Tujuannya, untuk menyambung hidup jika dia tidak lagi bersama pria arogan ini. "Terima kasih, atas pujiannya. Tapi, aku yakin kakiku akan berguna nantinya. Bukan untuk membuka kunci pintu ini tapi membuka pintu neraka dan itu khusus untuk Anda, Tuan Brian Murdock." Bella masuk ke kamar dan menutup pintu dengan kuat hingga Brian yang berniat untuk masuk mengurungkan niatnya.Brian menatap ke arah mata-mata yang saat ini tubuhnya gemetar. Miko dan Mullen tersenyum karena mata-mata yang menjadi incaran Brian bisa dia temukan. "Tu-tuan," ucap pria tersebut yang gelagapan karena ketahuan dengan Brian. "Katakan padaku, sekarang. Siapa yang memintamu. Katakan siapa?" tanya Brian dengan suara kencang. Brian geram dan marah karena ada mata-mata yang menyusup ke klan miliknya. Miko mendekati Brian dan menatap ke arah mata-mata yang ketakutan menatap Brian. Miko mengambil ponsel mata-mata tersebut dan membaca isi pesan dari pria tersebut. "Wah, dia memberitahukan kepada majikannya kalau kita mau ke sana. Dia licik sekali, Brian. Berapa yang dia bayar ke kamu, pengkhianat?" tanya Miko yang sama-sama geram dengan anak buahnya ini. Mata-mata yang tertangkap masih belum mengatakan satu patah katapun yang dia ucapkan ke Brian. Pria itu hanya diam dan berusaha untuk kabur tapi banyaknya anak buah membuat dia sulit untuk pergi. Mau bunuh diri juga susah karena senja
Bella menganggukkan kepalanya dengan pelan. Dia sudah bisa melayani Brian seperti biasanya. Karena memang sudah diizinkan dokter tapi Brian tidak tahu. Dan saat inilah waktunya. "Aku mencintaimu," ucap Brian yang mulai bermain di area wajah Bella. Satu persatu wajah Bella ditelusuri dengan lembut. Brian memberikan kecupan kecil dan manis di pipi dan kening juga mata Bella. Brian membawa Bella lebih dekat dengannya. Perlahan pakaian Bella dilepaskan satu persatu hingga tubuh Bella polos bak bayi. "Kamu sangat seksi dan kamu satu-satunya wanita yang aku cintai. Percayalah padaku." Bella menganggukkan kepala pelan. Dia percaya dengan Brian dan dia tidak akan meninggalkan Brian. Siapapun yang ingin merebutnya akan dia pertahankan. Wanita yang sudah membuat dia kehilangan bayinya akan dia balas dengan sangat kejam. "Euhm." Suara desahan lolos dari mulut Bella. Keduanya saling bertukar saliva dan kecupan keduanya semakin dalam. Brian membawa Bella ke nirwana kenikmatan. Suara desahan
Bruno menyerahkan amplop coklat kepada Brian. Dia ingin tuannya sendiri yang melihat apa isi dari amplop coklat tersebut. Brian yang menerima amplop coklat dari Bruno menaikkan alisnya. "apa ini?" tanya Brian dengan raut wajah penasaran. "Anda bisa lihat sendiri isinya," jawab Bruno. Brian yang penasaran segera membuka amplop coklat yang Bruno berikan kepadanya. Saat amplop coklat tersebut dibuka, dia terkejut melihat sebuah gambar markas yang dipenuhi dengan amunisi yang cukup banyak dan ada nuklir yang dia incar sedari dulu dan ada bahan peledak lainnya. Satu persatu Brian melihat foto tersebut dan yang terakhir Brian terkejut melihat ayahnya ada di sebuah hotel dan tidak lama kemudian ibu kandung Elly juga masuk ke sana. Brian memandang ke arah Bruno yang masih menatapnya. "apa ini?" tanya Brian lagi menunjukkan ke arah foto yang terakhir kepada Bruno. "Saya meminta kepada rekan saya untuk mengikuti Tuan dan Nyonya besar atas perintah dari Tuan Miko. Dan rekan saya mendapatka
Nyonya Melisa masuk ke dalam kamar hotel yang sudah disewa oleh prianya. Pria yang di maksud adalah tuan Karl. Ayah dari Brian. Nyonya Melisa teman baik Nyonya Sherly dan sejak saat dibangku sekolah keduanya menyukai satu pria yaitu tuan Karl. Karena Tuan Karl dari orang kurang mampu, dia memilih Nyonya Sherly menjadi kekasihnya. Dan sejak saat itu Nyonya Melisa sangat membenci Nyonya Sherly sampailah, Nyonya Melisa menikah dengan seorang pria dan pria yang dinikahi oleh Nyonya Melisa meninggal kecelakaan. Mengetahui sahabatnya kehilangan suami, Nyonya Sherly sedih. Nyonya Sherly tidak tahu jika dia dibenci oleh Nyonya Melisa karena Tuan Karl. Dan kebenarannya terhadap Nyonya Sherly membuat Nyonya Melisa memanfaatkan kebaikan sahabatnya itu. Dengan merayu suami sahabatnya dan Tuan Karl malah masuk ke dalam perselingkuhan sampai saat ini. "Istrimu yang gila dan jelek itu tidak tahu kamu di sini, Sayang?" tanya Nyonya Melisa dengan manja. "Dia tidak akan mengetahui kalau aku keluar
Elly menatap wajah orang yang merampas ponselnya. Dan dia adalah ibunya Elly. Nyonya Melisa yang sorot matanya tajam. Terlebih lagi Nyonya Melisa melihat isi pesan tersebut dan matanya melotot. Tidak percaya jika anaknya melakukan itu. Elly lagi-lagi mendapatkan pesan dari seseorang yang misterius. Foto saat dia sedang bermadu kasih dengan pria yang baru dia kenal di club malam dan malam itulah, dia menyerahkan keperawannya. Tapi, kini Elly menyesal dia tidak bisa menjauhi pria tersebut. Elly selalu bertemu dan melakukan itu lagi dan lagi. "Jelaskan padaku nanti. Dasar anak tidak tahu diri, berani-beraninya kamu lakukan ini, awas kamu, Elly," ucap Nyonya Melisa dengan suara tertahan agar tidak didengar oleh kedua orang tua Brian. Elly gugup dan dia keringat dingin. Tidak menyangka ibunya melihat perbuatan tak terpujinya. Beruntung kedua orang tua Brian tidak melihat perdebatan mereka. "Ak-aku tidak tahu. Itu bukan aku," jawab Elly dengan terbata-bata mencoba untuk membela diri. E
Pertanyaan dari Leo tidak bisa dijawab oleh anak buahnya, mereka terdiam dan menundukkan kepala. Leo yang anak buahnya tidak menjawab apa yang dia tanyakan ke anak buahnya hanya bisa diam dan pasrah. Dia tidak bisa lagi mengatakan apapun karena sudah jelas mereka kalah dan anak buahnya yang dia minta untuk kesana sudah habis di lenyapkan oleh Brian. "Pantau dia jangan biarkan dia lepas, aku tidak ingin melepaskannya. Aku hanya ingin dia kalian lenyapkan. Sekaranh pergi awasi dia." Leo memberikan perintah kepada anak buahnya untuk segera mengawasi Brian karena saat ini dia ingin Brian dia lenyapkan."Baik, Tuan. Saya akan segera mengawasi Tuan Brian. Permisi." Anak buah Leo segera pergi dari hadapannya. Mereka segera menjalankan perintah yang Leo katakan pada mereka. Mark buka suara dia sangat tahu kalau Brian tidak bisa dikalahkan. "Dia memang tidak bisa dikalahkan, apa tidak bisa kamu mencobanya dengan cara lain. Misalnya, menjebaknya. Apakah, kamu tidak bisa melakukan cara itu?"