"Kamu ngapain di sini?" tanya Lyra ketus.
"Aku kangen sama kamu. Kenapa kamu menghindar?" Harry hendak memeluk namun Lyra langsung menepis tangan kekar itu. "Harry, stop! Aku udah punya cowok baru jadi berhenti ganggu aku!" "Siapa? Mana orangnya? Biar aku rebut kamu dari dia." Lyra memejamkan matanya menahan kesal. "Dia udah pergi. Dia yang antar aku ke sini." "Namanya?" "Bisa gak usah kepo?" Wanita itu berjalan begitu saja masuk ke dalam butik. Harry berdecak dan mengikutinya dari belakang. Keningnya berkerut melihat Lyra yang berjalan tertatih-tatih. Apakah wanita ini sudah bermain ranjang dengan kekasih barunya? Namun pikirannya langsung teralih melihat pergelangan kaki yang terlilit perban. "Kaki kamu kenapa?" tanya Harry mensejajarkan langkah. "Gara-gara pacar baru kamu itu? Baru pacaran aja udah KDRT," lanjutnya menggebu-gebu. "Apa, sih? Ga usah bawa orang lain, kamu aja dulu selingkuh." "Aku ga selingkuh." "Tidur sama perempuan lain itu bukan selingkuh?" Lyra mempercepat langkahnya menghampiri salah satu karyawan yang sedang menata pakaian. Sementara di belakang sana Harry mematung, namun tak lama kembali mengejarnya lagi. Pria itu tidak ada lelahnya. "Aku bawa makanan, kamu bagiin sama yang lain, ya." Lyra menyerahkan kantung kresek tersebut pada karyawannya. Harry yang sudah menyusul langsung berdekhem. "Ekhem!" "Kenapa? Mau apa lagi, hah?" "Galak banget, sih. Aku ke sini mau cari jas. Tolong kamu cari yang cocok buat aku, kamu lebih tau selera aku." Enggan menjawab, Lyra menatap wanita di seberangnya. "Kalau kamu udah kasih makanan sama yang lain tolong layani pelanggan ini, ya." "Baik, mbak." "Gak mau. Saya mau pemiliknya yang turun langsung," potongnya cepat. "Kamu jangan ribet, deh. Mau pelayanan yang baik, kan? Mau aku kasih 5 sekaligus karyawan buat cari apa yang kamu mau?" Pria itu memasukan kedua tangan ke saku celana. Tersenyum dengan menantang. "Oh, kamu mau orang-orang tau kalau kamu ga profesional? Butik kamu ini baru dibuka, loh. Tapi kamu pilih-pilih dalam melayani pelanggan?" Kalau saja hanya ada mereka berdua di sini Lyra mungkin sudah mencakarnya. Bagaimana bisa dia pernah menjalin kasih dengan pria menyebalkan seperti Harry. Apa saat itu dia menutup mata? Dengan menahan kesal Lyra menyetujui. "Baik, silakan untuk Tuan Harry Dawson ikut saya." Terlihat pria menegakkan tubuh merasa puas . Mengikuti Lyra yang membawanya mencari jas. Sejak dulu wanita ini yang ke ih tau selera penampilannya. Ada rasa senang mereka kembali bertemu lagi, walaupun sekarang Lyra membencinya. Apa benar dia sudah memiliki kekasih baru? Dilihat dari samping, wajah cantik yang yang dulu memandangnya dengan menggemaskan kini berubah menjadi rasa benci. Lyra menjadi semakin cantik, dan... Ya. Tak heran jika banyak pria menyukainya. Lyra memilih salah satu jas dan menunjukannya pada Harry. "Aku rekomendasikan jas yang ini buat kamu. Bahannya bagus dan..." "Oke! Kalau kamu suka, aku juga suka," potong Harry berjalan menuju ruang ganti. "Tolong ikut ke sini, aku mau coba." Mau tak mau Lyra mengikutinya. Namun tanpa diduga di dalam sana Harry tiba-tiba melepas kaos yang dikenakan, menampilkan tubuh atletis miliknya. Lyra yang terkejut langsung menutup mata. "Eh! Mau ngapain kamu?" "Mau coba jas-nya," jawab Harry santai. "Tolong pakein." "Ga harus buka baju juga." "Kenapa? Takut? Kamu kan udah pernah liat." Pria itu mendekat, membuat Lyra mundur namun terhalang dinding. Aroma tubuh yang sangat dirindukan Harry. Meski tidak terima dengan kandas hubungan mereka, dia tetap mengakui kesalahan. Namun ada banyak hal yang ingin Harry jelaskan di malam itu. Melihat Harry yang melamun, Lyra langsung mendorong tubuh pria tersebut menjauh. "Dasar otak mesum!" Pergi begitu saja meninggalkan orang yang masih berdiri di sana. Bukannya kesal Harry justru tertawa. Mungkin bukan sekarang, tapi dia pastikan Lyra akan kembali kepadanya. "Permisi, saya mau antar jas." Suara perempuan di ruang ganti mengalihkan perhatian. Harry membuka pintu dan melihat salah satu karyawan perempuan memegang jas yang sempat dibawa Lyra. Perempuan berambut sebahu itu berdiri kaku. Matanya melotot memandangi tubuh indah dihadapannya. Tampan sekali. "Mana Lyra?" tanya Harry dengan dingin memecah suasana. "E-eh. Itu... Mbak Lyra pergi ke ruangannya untuk sarapan. Kalau ada sesuatu biar saya yang bantu." "Tidak perlu. Terimakasih." Harry mengambil jas tersebut dan kembali masuk lalu menutup pintu. Andai saja dulu dia bisa menahan nafsu dengan tidak tidur bersama wanita lain mungkin hubungan mereka masih baik-baik saja. Namun tak sedikitpun ada perasaan untuk perempuan lain selain Lyra. Wanita itu membuatnya gila. "Siapa yang udah berani rebut Lyra dari gue?" monolognya menatap cermin depan. **** Suara detik jam terdengar di ruangan yang hening. Lyra yang baru saja menghabiskan sarapannya hanya duduk menatap layar monitor di hadapan. Tidak perduli dengan 'sang mantan' yang mungkin masih berada di luar sana. Ekor matanya menatap sebuah ponsel yang tergeletak di atas meja. Ponsel milik Victor yang diberikan padanya. Oh ya, Lyra sampai lupa tidak bisa mengabari Kinan jika ponselnya rusak. Tangannya mengambil benda pipih tersebut dan membuka layar, tidak terkunci. Hanya ada beberapa aplikasi di sana. Dengan rasa penasaran hari jemarinya bergerak menelusuri setiap aplikasi. Aneh, tidak ada sesuatu yang bisa dicari tau. Tak cukup disana ia melihat isi galeri. Matanya berbinar, sungguh? "Wahh, aku pikir dia flat banget terus kaku. Ternyata isi galerinya...." Beberapa foto yang diambil adalah tubuhnya sendiri dengan keadaan toples. Seolah memamerkan sesuatu yabg selalu ditutupi pakaian formalnya. Foto saat berolahraga, berenang, bahkan di kamar mandi? Lyra seketika tertawa. Menarik juga. Semakin terhanyut ke dalam ponsel dia sampai lupa jika sebelumnya sang Kakek meminta Lyra pulang cepat. Gerakan tangan kesekian kalinya menunjukan foto seperti surat dengan nama tertanda Victor Dawson. Lyra mengerenyitkan keningnya. "Ini nama dia? Kenapa namanya sama kayak Harry?" Victor Dawson dan Harry Dawson? Dengan cepat Lyra menggelengkan kepala. Ah, mana mungkin. Nama seperti itu pasti banyak. "Oke. Ambil satu buat kenang-kenangan." Dengan jahil wanita itu membuka kamera dan mengambil satu foto dirinya yang tersenyum ke arah kamera. 100% keyakinan jika pria itu memang single. Buktinya tak ada foto perempuan di sana. "Cheese....""Kamu ngapain di sini?" tanya Lyra ketus. "Aku kangen sama kamu. Kenapa kamu menghindar?" Harry hendak memeluk namun Lyra langsung menepis tangan kekar itu. "Harry, stop! Aku udah punya cowok baru jadi berhenti ganggu aku!" "Siapa? Mana orangnya? Biar aku rebut kamu dari dia." Lyra memejamkan matanya menahan kesal. "Dia udah pergi. Dia yang antar aku ke sini." "Namanya?" "Bisa gak usah kepo?" Wanita itu berjalan begitu saja masuk ke dalam butik. Harry berdecak dan mengikutinya dari belakang. Keningnya berkerut melihat Lyra yang berjalan tertatih-tatih. Apakah wanita ini sudah bermain ranjang dengan kekasih barunya? Namun pikirannya langsung teralih melihat pergelangan kaki yang terlilit perban. "Kaki kamu kenapa?" tanya Harry mensejajarkan langkah. "Gara-gara pacar baru kamu itu? Baru pacaran aja udah KDRT," lanjutnya menggebu-gebu. "Apa, sih? Ga usah bawa orang lain, kamu aja dulu selingkuh." "Aku ga selingkuh." "Tidur sama perempuan lain itu bukan selingkuh?" Lyra mempe
"Lyra Calista!" Kinan mengeluarkan kepalanya di jendela mobil dengan teriakan khasnya yang melengking. Setelah mendapat telepon dari temannya itu dia langsung bergegas kemari. Bahkan melewatkan waktu kerjanya untuk sekedar singgah sebentar. Urusan berita memang Kinan harus jadi nomor satu. Untungnya dia bekerja di perusahaan Kakeknya Lyra sendiri. "Eh, mbak Kinan. Selamat pagi." "Pak, Lyra ada di dalam?" tanya Kinan pada satpam rumah yang keluar dari pos. "Di dalam cuma ada Pak Domini. Mbak Lyra baru aja keluar." Dia pergi? Gadis itu menggerutu dalam hati. Memang temanya ini hanya ingin membuatnya penasaran saja. "Kebiasaan banget bikin orang kesel." Kinan berniat untuk langsung pergi, namun belum sempat menaikan kaca jendela dia mendengar bunyi klakson dari belakang. Bisa dilihat sebuah mobil datang ke arahnya. Mobil itu berhenti tepat di sebelahnya, terparkir dengan sempurna. Pintu mobil terbuka, seorang pria turun dari sana dengan pakaian rapihnya. Pria itu tersenyum menat
Tepat malam ini adalah hari yang penting bagi Lyra. Di dalam sebuah bangunan yang telah ditata dengan megah. Beberapa tamu undangan mulai berdatangan. Lyra berdiri berdampingan dengan sang Kakek, Domini. Kemana orang tuanya? "Cantik sekali cucuku ini," ucap Domini merangkul Lyra dari samping. "Dari dulu juga cantik, kan?" sahut Lyra terkekeh pelan. Acara itu juga dihadiri oleh Kinan dan Jo. Kedua teman baik Lyra yang tak bisa dipisahkan. Awalnya Jo menolak datang ke acara seperti ini karena dia tak suka sesuatu yang formal. Hanya ada manusia dengan wajah datar dan kesombongannya. "Aku mau Ketemu Kinan dulu, ya," ucapnya meminta izin. "Jangan lama-lama. Acaranya akan segera dimulai." Wanita itu mengangguk kecil dan segera menghampiri temannya. Malam ini Lyra mengenakan dress berwarna merah yang menjuntai sebetas mata kaki. Belahan di sisi kanan menunjukan kaki jenjangnya yang mulus. Menarik perhatian beberapa pria dan mengagumi cucu satu-satunya dari Domini Caisar. "Se
Seorang Pria berjalan memasuki bangunan yang terlihat sepi. Victor, dia terus memikirkan perempuan yang ditemuinya semalam. Tanpa memberitahu namanya dan meninggalkan rasa penasaran yang mendalam. Banyak gadis cantik di luar sana namun malam itu seorang wanita menghampirinya dengan berani. Semalaman dia mencoba membuang pikirannya itu namun tak bisa. Tatapan mata yang membuatnya luluh, dan senyuman manis dari bibir merahnya. Dia gila dalam semalam. Di dalam sana ada beberapa pekerja yang membereskan ruangan. Victor menghampiri salah seorang bartender yang menyusun botol di rak. "Permisi." "Loh, ada apa, Pak? Ada yang bisa dibantu?" "Boleh saya bertanya tentang.... Wanita yang bekerja di sini?" Tanya Victor mengecil di akhir kalimat. Pria bertato itu tertawa pelan. Tidak aneh lagi, beberapa pria datang kemari setelah melakukan one night stand dengan wanita di sini. Bisa dibilang sudah biasa. "Namanya siapa?" Victor mengatupkan kedua bibirnya. Itulah masalahnya. "Saya tid
Lampu neon berkelip dengan warna merah dan biru, berpadu dengan dentuman musik yang membuat dinding klub malam itu bergetar. Aroma parfum mahal bercampur dengan alkohol menyebar di udara, membuat kesan yang memabukkan. Di tengah keramaian, seorang wanita menarik perhatian hampir semua pasang mata. Lyra, cantik, seksi, dan berkarisma. Gaun hitam membalut tubuhnya dengan pas, menonjolkan lekuk yang membuat banyak pria terdiam hanya untuk menatap. Bibirnya merah berani. "Mana Harry?" tanya seorang bartender di sebrang sana dengan sedikit berteriak. Wanita itu menoleh dan menekuk bibirnya. "Jangan bahas dia lagi." "Loh, kenapa?" Ia menyandarkan tubuhnya pada meja bar, jemari lentiknya memutar gelas cocktail berwarna merah. Dulu setiap datang ke tempat ini Lyra selalu datang dengan mantannya. Pria itu tak mengijinkan kekasihnya untuk datang sendiri ke tempat seperti ini. "Ck, udah basi." Dari arah pintu masuk, datang sosok pria matang dengan aura berbeda. Memiliki aura yan