Share

BAB 10

"Aku tidak memilih keduanya," jawab Aldrick seraya membalas tatapan Zach dengan sorot mata yang tak kalah mematikan. "Tapi aku juga tidak akan membiarkan diriku menjadi abu-abu, apalagi sampai menyakiti orang lain," sindirnya.

Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Aldrick membuat Zach terkekeh sumbang, sebelum akhirnya kembali memandang serius ke arah pria berusia tiga puluh tujuh tahun tersebut. "Kau terlalu naif jika menganggap dirimu tak pernah menyakiti orang lain," ucapnya sambil menunjukkan ekspresi seperti menyimpan luka yang menganga lebar di ulu hatinya. Bahkan tak pernah terobati hingga sekarang.

"Kau mungkin tidak sadar pernah membuat seorang anak kecil kehilangan harapan dan merasa sangat kesepian di tengah ramainya lingkungan," ucap Zach penuh arti. Kenangan pahit yang ia lalui saat masih berusia delapan tahun telah menyisakan cerita gelap dan pilu yang tak terukur kedalamannya.

"Tentang perayaan ulang tahunku yang kesepuluh?" Aldrick membawa memorinya untuk kembali mengingat momen pada saat itu. "Mau sampai kapan kau terus mengungkitnya? Itu bahkan sudah berlalu dua puluh tujuh tahun yang lalu," tambahnya.

Mendengar ucapan Aldrick yang terkesan sangat enteng dan seperti menyepelekan, seketika membuat Zach kehilangan selera makan. Kedua tangannya terkepal erat, menahan emosi yang mulai merajai diri. Bahkan hanya dengan menatap wajahnya saja, semua orang pasti bisa menebak dengan mudah kalau Zach saat ini sedang marah.

"Tenangkan dirimu ..." bisik Stella seraya mengusap-usap lengan sang suami. Ia tidak ingin melihat keributan di ruang makan, apalagi Zach dan Aldrick masih bersaudara.

"Tentu saja kau akan mengatakan demikian, karena pada hari itu posisi kita jelas berbeda." Zach berbicara tanpa melepas tatapannya dari bola mata Aldrick sedikit pun. "Kau menjadi pangeran di hari ulang tahunmu, sedangkan aku harus bersembunyi di balik kamar kecil seperti anak gelandangan yang tidak pantas ikut pesta. Bahkan di saat yang lain sedang terlelap, ibuku harus mengendap-endap ke dapur dan rela menjadi pencuri demi melihatku bisa menikmati sepotong kue seperti anak lainnya."

Meskipun volume suaranya tidak tinggi, tapi ucapan Zach terdengar sangat tegas dan penuh penekanan. Sampai kapan pun, ia tidak akan pernah melupakan momen menyedihkan itu. Sesuatu yang mungkin sangat sepele, atau bahkan tidak berarti apa-apa bagi orang lain, tetapi sangat membekas di hati Zach hingga menimbulkan dendam yang tak berkesudahan sampai hari ini.

"Zach, bukankah aku sudah minta maaf padamu? Kenapa tidak kau lupakan saja kejadian itu, lalu kita rajut kembali tali persaudaraan dengan lebih baik?"

"CUKUP!" bentak Zach yang sudah kepalang kesal. "Apa kau pikir hanya dengan kata maaf semuanya bisa selesai? Bahkan kau tidak tahu seberapa dalam hatiku terluka karena kejadian itu!" hardiknya penuh amarah. "Kau dan ibumu telah merusak kepercayaan diri seorang anak laki-laki berusia delapan tahun pada saat itu. Dan untuk menjadi Zachary Muller ataupun Greyson Muff seperti sekarang, perjalanan hidupku tentu tidaklah mudah. Aku harus merangkak dan tertatih, memunguti satu per satu kepingan hati yang telah kalian banting hingga hancur, juga melewati jalan yang sangat panjang dan melelahkan."

Semua orang di ruang makan terbungkam mendengar ucapan Zach yang menggebu-gebu. Bahkan tatapan pria itu seakan mengatakan betapa dirinya ingin sekali membunuh orang dengan kedua tangannya sendiri.

Oliver memilih diam dan tetap menjadi pihak netral yang berada di tengah-tengah, karena ia memang belum lahir pada saat itu dan tidak tahu apa-apa.

Karena suasana semakin tidak kondusif, Alice menyuruh Bryan masuk ke kamar setelah anak itu selesai makan malam. Ia tak ingin membuat Bryan ketakutan karena harus mendengar orang dewasa bertengkar di hadapannya langsung.

Sementara Aldrick merasa lidahnya kelu, Zach kembali membuka suara, "Kau dan ibumu tidak pernah tahu betapa kerasnya aku berjuang! Jadi, sebaiknya kau tidak usah berkomentar tentang apa yang aku lakukan, karena aku tidak membutuhkannya. Dan soal menjadi hitam atau putih, itu sama sekali bukan urusanmu!"

Sambil mendengkus, Zach bangkit dari kursi dan melangkah meninggalkan ruang makan bersama amarah yang bergemuruh di balik rongga dada. Ia tidak peduli dengan Stella yang berulang kali memanggil dan memintanya menyelesaikan makan malam.

Aldrick sudah membuat suasana hati Zach menjadi kacau-balau dan dipenuhi emosi.

***

Keesokan paginya, Zach datang ke ruang tahanan demi memastikan apakah Evelyn masih hidup atau mungkin sudah membusuk di dalam penjara kecil tersebut.

Tepat di hadapan gadis itu, Zach menghentikan langkahnya. Ia berjongkok, memperhatikan setiap senti lekuk tubuh mungil Evelyn di balik gaun merah marun yang sangat berantakan.

Dalam jarak sedekat ini, Zach menemukan sinar yang berbeda pada raut wajah Evelyn. Gadis itu terlihat jauh lebih manis saat terlelap—mungkin karena tidak banyak omong dan membuatnya kesal, sedangkan ketika matanya kembali terbuka, Evelyn selalu mengundang amarah di dalam diri Zach karena sikapnya yang keras kepala dan pembangkang.

"Apa pun yang terjadi, jangan pernah tanyakan kenapa dunia seakan tidak adil bagimu, bahkan sekalipun kau bukan orang jahat. Asal kau tahu, dunia memang sangat keras dan kejam." Pria itu bergumam, seolah ia sedang mengajak Evelyn berbicara. Padahal ia tahu kalau Evelyn sedang tidur dan tidak bisa mencerna ucapannya.

Zach mengangkat tangan kanan, mengarahkannya ke wajah Evelyn. Pelan-pelan ia menjamah pusaran pipi mulus gadis itu, membelainya dengan lembut hingga turun ke bagian bibir tipis yang tampak pucat dan sedikit mengelupas—mungkin efek kekurangan cairan.

Sentuhan hangat Zach membuat Evelyn terkesiap, lalu membuka kelopak matanya secara perlahan. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati sosok pria tak berperikemanusiaan tersebut berada tepat di depan matanya. Dengan cepat ia mengubah posisi menjadi duduk dan beringsut menjauhkan tubuhnya dari Zach.

"Berani sekali kau menyentuhku saat aku sedang tidur," ucap Evelyn diiringi tatapan membunuh. Punggungnya membentur tembok, menyadarkan bahwa ia sudah tidak memiliki ruang untuk berlari dari pria kejam tersebut.

Zach yang semula merasa kagum dengan kecantikan Evelyn, juga sedikit iba melihat penderitaan yang gadis itu alami, seketika membuang jauh-jauh kekaguman dan rasa ibanya. Tatapan mata Evelyn yang dikawal kebencian berhasil menghancurkan segala imajinasi liar Zach tentang gadis itu.

Alih-alih ingin mereguk bibir merah muda Evelyn, sekarang Zach lebih ingin mencekik batang leher gadis tawanannya tersebut.

"Aku hanya ingin memastikan apakah kau masih hidup atau sudah menjadi bangkai," ralat Zach. Tak akan ia biarkan Evelyn besar kepala karena mengetahui bahwa dirinya telah menjadi objek paling menarik di mata Zach meskipun hanya beberapa detik.

"Kau berharap aku mati?" Evelyn berdecih sinis.

"Tidak," bantah Zach. "Kalau kau mati, aku tidak punya mainan untuk disiksa lagi," imbuhnya.

"Bahkan sekalipun aku mati, manusia iblis sepertimu pasti akan mencari Evelyn lainnya untuk dipermainkan," sindir gadis berusia dua puluh dua tahun tersebut.

"Satu-satunya Evelyn yang aku inginkan hanyalah dia yang ada di hadapanku sekarang."

Evelyn mengernyit mendengar kalimat ambigu yang baru saja dikatakan oleh Zach.

"Untuk disiksa, tentu saja," imbuh pria itu.

Seketika Evelyn berdecih. "Psikopat!" ujarnya ketus.

Pada saat mengalihkan pandangan ke satu sudut, Evelyn melihat Claudia sedang berjalan mendekatinya sambil membawakan beberapa makanan. Sontak hal itu membuat Evelyn terbelalak, karena ia takut Zach mengetahui bahwa Claudia telah mencuri makanan untuk diberikan kepadanya.

Claudia tampak kaget ketika menyadari kehadiran Zach di ruang tahanan. Buru-buru ia bersembunyi di balik pilar-pilar mansion yang menjulang tinggi.

Zach hampir saja menoleh ke belakang karena merasa curiga dengan tatapan aneh Evelyn yang mengarah ke satu titik. Namun, dengan sigap kedua tangan Evelyn meraup rahang tegas pria itu, lalu memaksa Zach menatap dirinya.

Sempat terjadi adegan saling tatap selama beberapa detik. Akan tetapi, Evelyn segera membuang muka ke sembarang arah sambil berdeham demi menutupi kecanggungan.

"Sekarang siapa di antara kita yang terlihat lebih agresif, hm?" Zach tersenyum miring. Tampan sekali, sehingga membuat pipi Evelyn bersemu merah.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Reny yunita
aish si Zach bner" menyedihkan wktu kecilnya pantas saja sperti itu tapi knpa ke semua orng yg tak pernh ada slah ke pda Zach aish eve ayo km hrus bsa menaklukan si zach
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status