Beranda / Romansa / Wanita Simpanan Suamiku / 7. Kisah Masa Lalu Mas Abdu

Share

7. Kisah Masa Lalu Mas Abdu

last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-29 08:54:33

"Sekarang katakan padaku, Mas! Apa yang sebenarnya telah terjadi? Apa yang Mas inginkan?" tanyaku lagi.

"Aku masih mencintai Freya hingga saat ini, Gauri ...." Mas Abdu berbicara lirih. Tatapannya masih terpaku pada lantai kamar.

Tentu saja aku syok mendengar pengakuannya barusan. Bagaikan dentuman gemuruh mengisi seluruh ruang kepalaku. Jika dia mencintai wanita lain, mengapa Mas Abdu menikahiku? Aku pikir hanya aku satu-satunya wanita yang ada di hatinya.

Tanpa sadar, langkahku mundur hingga bersandar pada tembok kamar. Aku butuh tempat untuk menopang tubuhku yang tiba-tiba melemas.

"Maaf, jika kejujuran ini menyakiti hatimu, Gauri." Mas Abdu belum berani menatapku. Aku masih butuh beberapa detik mencerna tiap ucapannya. Setelah mendapati seluruh tenagaku yang meluruh, aku berdiri, melangkah ke arah meja rias di sudut kamar, aku menarik kursinya lalu duduk di situ.

"Ceritakan padaku semuanya, Mas. Tanpa ada satu pun yang ditutupi. Sehingga aku bisa membuat keputusan yang terbaik untuk pernikahan kita ke depannya nanti." Aku sedikit merasa aneh dengan nada ucapanku. Tak menyangka aku bisa lebih tegar dari yang kubayangkan.

Mas Abdu menatapku, penuh keraguan.

"Ceritakan padaku, Mas!" Aku mengangguk sembari memerintah. Mas Abdu menelan ludah, kemudian menunduk. Dia mulai berkisah tentang Freya, wanita yang masih tersimpan di dalam hatinya ....

***

Flasback:

Seorang pemuda berambut lurus dengan potongan belah tengah berjalan santai di jalanan setapak yang terhimpit oleh perkebunan karet dan padang ilalang. Berkaos putih, tas selempang hitam melekat di tubuhnya. Sembari melangkah tangannya meraih daun ilalang kemudian menggigit-gigit kecil.

Dari arah depan, seorang gadis berseragam SMP kian mendekat. Jalannya menunduk terpaku pada sepatu sekolah di kakinya. Rambutnya lurus sebahu hitam pekat. Matanya sipit, tetapi tajam. Kulitnya kuning langsat dan bersih. Dia sama sekali bergeming saat Abdu melintas di sebelahnya.

Setelah berpapasan, Abdu berhenti dan berbalik. Dia memandangi punggung gadis yang berjalan menjauh itu. Abdu merasa heran sebab gadis itu berbeda dari gadis lain yang pernah bertemu dengannya.

Siapa yang tak kenal Abdu. Pemuda tampan dari kampung buah. Di SMA Nusa Bangsa pun tidak ada yang tidak mengenalnya. Beberapa kali dia mendapatkan pernyataan cinta dari lawan jenis. Namun, hingga detik ini tak ada yang bisa meluluhkan hatinya.

Abdu siswa kelas 2 SMA. Dia tinggal di rumah bibinya sebab dia yatim piatu. Ayahnya meninggal saat dia masih bayi, sedangkan si ibu menyusul kala Abdu duduk di kelas 2 SD.

Sepeninggal ibunya, Abdu diajak pindah ke kota yang berbeda. Diasuh dan tinggal di rumah satu-satunya adik perempuan yang dimiliki ibunya.

Namanya menumpang, mesti lah Abdu harus tau diri. Kadang dia menahan lapar hingga keluarga bibinya selesai makan. Kerap kali dia hanya mendapat sisa-sisa makanan dari sepupunya, Jalal. Anak semata wayang bibinya itu sangatlah disayang dan sering kali mendapat perlakuan yang istimewa.

Di kala anak-anak seusianya bermain bola di sore hari, Abdu harus membersihkan kebun yang lumayan luas sehabis pulang sekolah: mencabuti rumput liar, memetik buah cokelat yang sudah matang serta membasmi hama.

Itu sebabnya para gadis di kampung itu bersimpati. Selain memiliki wajah yang rupawan, Abdu dinilai anak yang berbakti pada keluarga.

Seperti sore ini, saat Abdu hendak pergi ke kebun dia berpapasan dengan gadis itu. Abdu merasa gadis itu berbeda, terkesan cuek dan mengabaikannya. Abdu merasa sedikit aneh, sebab dia terbiasa mendapat lirikan atau sapaan centil dari tiap gadis yang dia temui.

Kembali membalik badan, Abdu melanjutkan langkah yang terhenti. Sekali lagi, ditolehkannya kepala ke belakang hingga sosok gadis yang membuatnya penasaran itu hilang dari pandangan.

***

Keesokan harinya di jam yang sama Abdu melewati jalanan setapak itu lagi. Pandangannya awas kali ini dan melangkah lebih pelan. Sesuai harapan, sosok gadis kemarin mulai terlihat dari jauh. Namun, kali ini dia tidak sendiri. Ah, Abdu menunduk. Rencananya dia ingin menyapa gadis itu, tapi mana berani jika gadis itu sedang bersama orang lain.

Langkah kedua gadis kian mendekat dan terdengar. Namun, Abdu tidak berani mendongak.

"Hei, Abdu. Jangan melamun!"

Abdu menoleh pada gadis yang menyapanya. Ternyata Laila adik kelasnya sekaligus juga adik dari Ali, temannya Abdu di sekolah.

"Eh, Laila." Hanya kata itu yang terucap dari bibir Abdu. Gadis di sebelah Laila turut berhenti melangkah, menatap Abdu dan Laila secara bergantian.

"Mau kemana, Laila?" Akhirnya Abdu bisa menguasai diri.

"Mau latihan nari sama Freya di rumah teman. Yuk, ah. Kami duluan, ya," kata Laila melanjutkan. "Ayuk, Fre. Nanti kita telat. Takut teman yang lain udah pada nungguin." Laila menggandeng tangan Freya. Mereka pergi menjauh.

Abdu pun sama, berjalan ke arah yang berbeda. Terlihat sedikit senyuman tipis terukir di bibirnya. "Hmm ... Freya." Abdu menggumam lirih.

***

Lonceng tanda istirahat berbunyi. Seperti biasa Abdu tetap duduk di kursinya. Dia tidak pernah jajan ke kantin kecuali ditraktir. Sebab dia tidak pernah diberi uang saku oleh bibinya.

"Sudah kuduga pasti masih di kelas." Laila masuk ke kelas Abdu dengan riang. mengenyakan diri di kursi tepat di hadapan Abdu.

"Kamu, kok, nggak ke kantin? Kakakmu udah keluar dari tadi." Abdu dengan malas memberitahu Laila. Dia memposisikan kepalanya rebah di atas meja belajar.

"Aku nggak lagi nyari Kak Ali." Laila nyengir.

"Terus? Ngapain ke sini? Nanti kita jadi bahan gunjingan satu sekolah, lho," ujar Abdu lagi.

"Biarin. Aku nggak takut. Kan ada Kak Ali." Laila menjawab cuek. "Aku kemarin liat kamu gugup. Hayoo ... mau aku kenalin nggak sama temanku yang kemarin." Laila langsung menembak.

Abdu sontak bangun. "Kalau Ali aja, dipanggil 'kakak'. Panggil aku 'kakak' juga, dong!" Abdu mengalihkan pembicaraan.

"Mau dikenalin, nggak?" Laila mengabaikan.

"Memangnya dia mau kenalan sama aku, Laila. Aku minder. Aku cuma pemuda kampung." Abdu menggeleng.

"Freya nggak gitu, ah, orangnya. Aku kenal dia udah lama. Dia nggak milih-milih kalo berteman." Laila menyemangati.

"Hmm ... boleh, deh." Abdu kembali merebahkan kepala ke atas meja. Tanpa Laila sadari, pemuda itu bersemu di balik lengannya.

"Oke, kalau berpapasan lagi kayak kemarin. Jangan malu, ya. Harus semangat. Ha-ha." Laila tertawa. Anehnya dia yang lebih antusias ketimbang Abdu. "Freya juga bunga desa, lho. Mana tau kalian cocok dan berjodoh." Lagi-lagi Laila tertawa. Meledek Abdu.

"Sudah, sana. Sebentar lagi lonceng masuk bakal berbunyi." Abdu mengibas tangan mengusir Laila. Dia tak mau tiap ledekan Laila membuat wajahnya semakin memerah.

Masih dengan cengiran di wajahnya, Laila berjalan keluar kelas. Setelah Laila pergi Abdu merasakan dadanya berdetak kencang. Tangannya berkeringat dingin. Membayangkannya saja dia sudah gugup. Bagaimana nanti jika dia bertemu Freya? Ah ....

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Wanita Simpanan Suamiku   51. Menua Bersama

    Suasana bandara ramai seperti biasa. Di antara orang-orang yang berlalu lalang mengejar waktu keberangkatan pesawat mereka, ada sepasang pengantin baru yang berjalan santai ke arah konter check-in keberangkatan.Akan tetapi, ada yang berbeda pada wajah Freya. Dia tidak semringah seperti ketika hendak jalan-jalan atau ke tempat-tempat baru seperti sebelum-sebelumnya. Bibirnya mencebik, raut wajahnya masam, berulang kali dia menggerutu sejak tadi."Mereka yang kasih tiket perjalanan ini sebagai kado pernikahan, eh, malah mereka gak ada kabar. Gimana, sih, padahal gak ada salahnya, kan, cuma nganterin ke bandara doang?"Abdu tersenyum geli sekaligus geleng-geleng kepala mendengarkan gerutuan istrinya. Dia mengecup pelan kepala Freya sembari menepuk-nepuk pundaknya berbalut gemas."Mungkin mereka sibuk, Yank. Kan Gauri lagi ngidam, lagi mabuk-mabuknya. Bisa jadi Ali juga lagi sibuk urus pekerjaan di kantor. Jadi mereka gak sempat antar kita hari ini."

  • Wanita Simpanan Suamiku   50. Pesta Pernikahan

    Puluhan unit tenda terbentang luas memenuhi halaman rumah Freya. Bunga-bunga nan harum dan berwarna-warni ditata sedemikian rupa di tiap sudut: tenda, meja prasmanan, ruang tamu sebagai tempat ijab kabul. Kain-kain serta hiasan yang tergelar bernuansa nilakandi dan abu-abu, warna kesukaan Freya, menjadi tema utama.Di kamarnya, teman dan kerabat terdekat berkerumun, mengobrol bahkan memerhatikan gadis itu yang sedang dihiasi jari-jarinya menggunakan inai instans.Gauri juga berada di sana. Freya memintanya untuk datang, sebab malam ini akan diadakan doa selamat agar acara yang berlangsung esok hari berjalan dengan lancar."Kamu deg-deg'an, gak?" Gauri berbisik di dekatnya.Freya tersipu. "Ya, jelas dong. Duh!" Dia mengembuskan napas panjang. Sebenarnya bukan sejak itu saja, tetapi sedari ketika Freya menerima lamaran Abdu, kekasihnya itu."Santai aja, kan, bukan yang pertama." Gauri terkikik."Ya, kan, beda, Gauri." Freya memutar bola matany

  • Wanita Simpanan Suamiku   49. Kabar yang Ditunggu-Tunggu

    Ali mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Dia sedang mengejar waktu sebab waktu yang dia punya, sungguh terbatas.Berulang kali dia mengerutu atau menekan klakson tak henti-henti ketika ada pengendara lain yang menghalangi jalannya.Ali sangat menyesali keputusannya yang datang terlambat. Andai saja sedari awal dia tidak plin-plan dan menolak semua ajakan-ajakan Lena. Setelah dia berbincang cukup lama dengan Abdu, barulah Ali menyadari, perasaan ragu yang sempat datang ketika bertemu Lena ialah bersifat sementara."Itu cuma rasa penasaranmu aja, Li. Karena kamu dulu menyukai Lena dan gak pernah menjalin hubungan dengannya. Kamu akan sadar mencintai siapa bila orang tersebut pergi meninggalkanmu. Kamu akan merasa baik-baik aja atau nelangsa."Sekarang, itu lah yang Ali rasakan, nelangsa. Ketika Freya datang ke kantornya membawa kabar bahwa Gauri akan pergi meninggalkannya, pikirannya seketika kalut. Hatinya gelisah. Ali sedang tidak baik-baik saja.

  • Wanita Simpanan Suamiku   48. Aksi Freya

    Freya menurunkan standar motor metic-nya di parkiran sebuah kantor berlantai tiga. Gadis berkulit putih itu menyimpan jaket dan helm ke jok motor, sebelum melangkah ke lobi untuk bertanya ke meja resepsionis.Kakinya tanpa ragu melangkah, terbalut rasa geram dan amarah. Sejak mengetahui bahwa Gauri hamil, Freya tidak bisa untuk diam saja. Rasanya merupakan perbuatan zholim jika mengetahui kebenaran tetapi malah tidak melakukan tindakan apa-apa.Freya pun kali ini tidak peduli jika aksinya bakal berujung dengan kemarahan Abdu. Itu urusan nanti saja, yang penting saat ini dia harus segera menemui Ali dan menyampaikan fakta yang sebenarnya.Berdasarkan keterangan dari resepsionis, Ali sedang berada di kantornya. Kebetulan pula dia baru selesai menghadiri rapat. Sebelum petugas resepsionis melarangnya ke kantor Ali, Freya setengah berlari menuju lift yang hendak tertutup.Gadis itu berhasil masuk, meski mendapat sorot tatapan tajam dari beberapa orang yang te

  • Wanita Simpanan Suamiku   47. Kehamilan Gauri

    Ali pulang ke rumah tepat ketika jam dinding menunjuk ke angka tengah malam. Gauri sengaja menunggunya di ruang tengah sembari menonton televisi."Kamu belum tidur?" Ali hendak melangkah ke kamar, tetapi ucapan Gauri menghentikan langkahnya."Bisa bicara sebentar, Mas?" Suaranya datar, tetapi senyuman tipis tak lepas dari bibir Gauri.Ali menurut saja tanpa berkomentar apa-apa. Wajahnya kelihatan kusam dan letih, seperti habis bepergian seharian penuh."Mas seharian bersama Lena, kan?" Gauri tidak ingin basa-basi yang menurutnya sangat membuang-buang waktu dan itu memuakkan jika dilakukan di saat hatinya sedang remuk redam."Ya, maaf, aku gak kasih tau." Ali menghela napas. "Tadi dia memintaku mengantarkannya membeli sesuatu. Barang yang dia cari, susah ditemui. Itu sebabnya sampai malam aku baru pulang."Gauri manggut-manggut, mencoba memahami. "Saking sibuknya, sampai-sampai Mas gak bisa lagi kasih kabar via chat atau telepon ke aku, ya? P

  • Wanita Simpanan Suamiku   46. Keputusan Gauri

    Suasana vila menjadi aneh. Sebab perubahan sikap Gauri dan juga Ali terjadi secara bersamaan. Seharusnya masalah yang menerpa mereka, dibicarakan berdua, tetapi didiamkan saja tanpa adanya jalan keluar.Di sisi Gauri, dia ingin kejelasan, tentang apa hubungan yang terjadi antara suaminya dengan Lena. Mengapa sikapnya tunduk saja ketika ditarik kala di pesta itu, bukankah seharusnya saat itu Ali menemani Gauri, bukannya malah menghilang, malah kepergok tengah berciuman. Meski saat itu Ali tidak tahu, bahwa aksinya sedang dilihat oleh istrinya sendiri.Di sisi Ali, pikirannya dipenuhi peristiwa itu, tentang Lena yang menciumnya secara tiba-tiba. Rasa yang dulu telah terkubur dalam, kini seperti berontak dan menggelitik dadanya. Ali sebenarnya sadar diri bahwa Gauri mencurigai sesuatu, tetapi pria itu lebih memilih untuk diam. Dia kehabisan tenaga untuk berdebat. Dia sedang tidak ingin bertengkar dan malah nanti Lena menjadi pelariannya saja.Sehabis sarapan, merek

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status