Share

Bab 4

Cantika akhirnya tiba di rumah.

"Assalamualaikum,"  Cantika berucap salam ketika masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumsalam."

Cantika tertegun pada orang yang menjawab salamnya  Dilihatnya Mak Murni yang menjawab salam dan sedang duduk di ruang tamu. 

Senyum bahagia langsung tersungging di bibir Cantika, ternyata telepatinya  langsung kontak batin dengan Mak Murni. Tak disangka Mak Murni ada di rumahnya.

Mak Murni tersenyum melihat Cantika sudah pulang dan ada di ambang pintu. Dia berdiri menyongsong Cantika.

“Nenek..!” seru Cantika sambil menghambur ke arah Mak Murni. Dipeluknya Mak Murni dengan erat.

Mak Murni tertawa. Dia bahagia sekali bisa melihat Cantika kembali. Dia membalas pelukan Cantika dengan erat. 

Sebelas tahun bukan waktu yang sebentar. Selama itu  tidak pernah bertemu Cantika. Mak Murni melihatnya terakhir kali ketika usia Cantika hampir tujuh tahun, sebelum dia masuk asrama 

Sekarang Cantika sudah dewasa, bukan lagi gadis kecil yang lucu menggemaskan.

“Kamu sudah besar, Nak. Sudah dewasa. Nenek hampir tidak mengenalimu,” ucap Mak Murni lirih tak lepas dengan senyum bahagianya.

Cantika tertawa. Dilepasnya pelukan eratnya pada Mak Murni. Dengan bahagia dibimbingnya Mak Murni supaya masuk ke ruang tengah.

“Duduk di sini yuk, Nek. Biar enak,” usul Cantika sambil menarik lengan Mak Murni supaya duduk di sofa.

Wahyu dan Nisa tersenyum lebar melihat Cantika dan Mak Murni melepas kangen. Mereka meninggalkan keduanya supaya tidak terganggu.

"'Nenek sehat, kan?" tanya Cantika ketika dilihatnya tubuh Mak Murni sedikit langsing, yang biasanya  dulu gemuk.

“Syukurlah, Nenek sehat, Nak.” Mak Murni tersenyum. Matanya tak lepas memandangi Cantika. Dia sungguh tak percaya melihat Cantika sudah beranjak dewasa dan sangat cantik.

‘Tadinya Cantika mau ke rumah Nenek. Tapi nggak jadi. Eh, malah Nenek yang datang  kesini.”

“Oh ya? Berarti kita masih kontak batin dong, Cantika.”

“Hehe, iya, Nek.” Cantika terkekeh senang.

 “Nek, boleh Cantika tanya sesuatu?” sambungnya setengah berbisik.

“Tanya apa, Nak? Tentu saja boleh.” 

“Tentang ayah, Nek. Apa Ayah pernah punya istri setelah Ibu meninggal dan  sebelum dengan Bunda Nisa?”

Mak Murni terdiam mendengar pertanyaan Cantika. Ditatapnya Cantika dalam-dalam.

 "Kenapa bertanya tentang hal itu, Cantika? Itu masa lalu ayahmu."

“Cantika harus tahu, Nek. Karena ada makhluk  berwujud wanita aneh ngin membunuh Bunda Nisa,” bisik Cantika hati-hati takut didengar Ayah dan bunda Nisa 

“Hah, apa?” seru Mak Murni dengan suara  tertahan. “Makhluk halus wanita?”

“Iya, Nek. Dan katanya itu istri Ayah, yang tidak suka Bunda Nisa merebut suaminya.”

Mak Murni menggeleng-gelengkan kepalanya. Pikirannya melayang teringat Laila. Apakah mungkin dia?

“Ayahmu memang pernah menikah sebelum dengan Bu Nisa, Cantika.” Akhirnya Mak Murni bercerita. "Namanya Laila. Dia pernah tidak suka padamu, bahkan membuat ibu kandungmu meninggal di santet dukun. Dia selalu berniat membunuhmu, tak ingin ada keturunan menggantikan anaknya yang dikandung. Lalu Laila  kabur meninggalkan ayahmu setelah buat ayahmu celaka."

 Mak Murni menghela napas sejenak. “Nenek dengar akhirnya dia kecelakaan dan meninggal. Tapi tubuhnya tidak ditemukan, kemungkinan hanyut di sungai. Karena mobilnya jatuh dan tenggelam di sungai.” 

“Ayahmu dirawat di rumah sakit lumayan lama, bahkan sempat koma  karena terluka. Dia tahu kabar Laila dari polisi. Katanya kemungkinan meninggal dan hanyut. Lelaki yang bersama Laila yang diduga pacarnya,  ditemukan meninggal tenggelam," tutur Mak Murni panjang. 

Cantika tercenung mendengar cerita dari Mak Murni. Dia sekarang mengerti kenapa makhluk aneh itu ingin membunuh Bunda Nisanya.

“Sepertinya Ibu Laila masih penasaran dengan Ayah, Nek. Di akhir khayatnya dia tidak pernah bertemu ayah. Hingga jadi arwah penasaran. Ayah harus mencari tubuh Ibu Laila atau mendoakannya dan memberinya tempat terbaik untuk jiwanya supaya tenang,” ungkap Cantika.

 “Coba Nenek bicara pada ayah pelan- pelan. Cantika juga ingin bicara pada ayah, tapi takut kalau Cantika kebawa perasaan, Nek. Bukankah dulu Bu Laila tidak suka dan ingin Cantika mati?”

“Iya, Cantika. Nanti Nenek akan coba  bicara pada Ayahmu," ujar Mak Murni. "Tentang Bu Laila, meski dia sudah jahat padamu dan ibumu, maafkan dia, biar jiwanya tenang." Mak Murni menasehati Cantika.

“Iya, Nek. Cantika sudah melupakannya dan berusaha memaafkan.”

Kemudian Cantika tersenyum. “Nek ceritakan tentang Ibu kandung Cantika, seperti apa dia? Aku ingin sekali melihat dan mengenalnya, waktu itu aku masih bayi ketika ibu tiada.”

Mak Murni tetsenyum, mengelus pipi Cantika dengan perasaan sayang sambil memandanginya. 

“Ibumu sangat mirip denganmu, Cantika. Dia cantik dan baik hati. Meski sudah tidak ada di sampingmu, dia selalu mendampingimu dari alam sana. Dia tak selalupernah meninggalkanmu, dia ada dalam hatimu.”

Cantika tersenyum. Dipejamkan matanya. Dia bisa melihat ibunya sedang tersenyum memandanginya.

“Ibu,” bisiknya. “Cantika ingin sekali bertemu denganmu.”

Nun jauh disana, Minarni tersenyum memandangi putrinya. Dalam dimensi yang berbeda.

“Ibu akan selalu ada dalam hatimu, Nak. Meski berbeda alam, kasih ibumu akan selalu menemani  dan bersemayam di hatimu.” bisiknya yang hanya bisa didengar dalam hati Cantika.

*****

Pagi ini Cantika kembali pergi ke kampus. Masa orientasi  kampus masih berlangsung.

 Dia kembali dikejutkan dengan kemunculan arwah penasaran bernama David, ketika sedang berjalan menuju gedung fakultasnya.

Makhluk bawel itu kembali membuntuti Cantika sambil memohon seperti kemarin, supaya Cantika mau membantunya.

Cantika sengaja berhenti berjalan dan menepi ke dekat pohon. David masih terus mengikutinya.

“Dengar ya, dunia kita sudah berbeda. Kenapa kamu ikuti aku terus? Kemarin aku hampir celaka gara-gara kamu terus menguntitku,” protes Cantika sambil berbisik pada arwah bernama David itu. Dia takut orang lain melihat tingkah anehnya berbicara sendiri.

David menyeringai. “Iya maaf, kemarin buat kamu hampir celaka. Tapi kamu cuek terus, sih, gak mau bantuin aku,” keluhnya. “Jadi aku ikuti kamu terus."

“Dengar, ya! pergi kamu jauh-jauh dariku. Aku tak mau kamu dekat padaku terus!” usir Cantika sambil mengibaskan tangannya 

“Kamu ngomong padaku, Dek? Kenapa kamu usir aku?” Cantika kaget mendengar seseorang berbicara di belakangnya.

 Dia langsung berbalik. Seketika matanya melotot kaget. Ternyata yang berbicara barusan adalah Leon, ketua Senat sekaligus ketua panita orientasi di kampus ini.

'Eh, m-maaf, Kak. Aku tak bicara pada Kakak. Aku lagi ngomong sendiri ini,” Gugup Cantika meminta maaf.

“Ngomong sendiri? Kok aneh? Di sini tak ada orang lain lagi selain kita. Jadi kalau nggak ke aku atau ke siapa kamu ngomong?” Lelaki itu mengerutkan kening lalu celingukan mencari orang lain, tetapi tak ada. Jadi memang dia hanya berdua dengan gadis itu.

“Eh, bukan, Kak. Aku lagi ngomel sendiri ini." Cantika jadi salah tingkah dan kebingungan untuk menerangkan. Jantungnya seketika berdegup lebih kencang ditatap tajam sepasang mata kelam dengan alis tebal dan wajah jernih tampan.

“Ya, sudah. Kamu ini aneh. Jangan bicara sendiri lagi,ya!” pungkas Leon, lalu kembali tubuh tegapnya meneruskan langkah menuju ke arah gedung fakultas Ekonomi.

“Cieee...ada yang salah  tingkah, nih,” ledek David melihat wajah Cantika yang bersemu merah dan salah tingkah  Cantika melotot pada David. Arwah penasaran itu berani meledeknya.

Tanpa menggubris David lagi, Cantika kembali berjalan ke arah gedung Fakultas Ekonomi.

“Hei.., tunggu!” David kembali mengejarnya. Namun dia tidak berani mengejar Cantika sampai masuk gedung. Karena dia kembali melihat makhluk mengerikan berwujud wanita aneh yang selalu ada di sana mendampingi seorang mahasiswi yang cantik.

David tak mau cari masalah dengan makhluk yang terlihat kejam itu. Dia juga tak mau makhluk itu mencium jejak gadis yang punya kemampuan khusus itu. Biarlah, gadis itu bagiannya untuk dimintai tolong tugasnya di dunia yang belum selesai.

****

Apel pagi di kampus berubah gaduh, setelah seorang panitia mengumumkan  berita salah  seorang mahasiswa baru bernama Aditia telah hilang dari kemarin. 

Katanya orang tuanya sudah mencari ke sana ke mari dan menanyai ke teman dan saudara tidak ada yang tahu.

Panitia mengumumkan barangkali diantara mereka ada yang melihatnya. Panitia juga menunjukkan sebuah foto ukuran besar untuk diperlihatkan pada para mahasiswa-mahasiswi baru yang sedang berkumpul berbaris di lapangan.

Cantika berusaha melihat lebih jelas foto yang diperlihatkan panitia. Wajah pemuda tampan ini ...Cantika tersentak. Bukankah itu yang ada di kelebatan kejadian kemarin? Jadi bukan Leon yang diseret dalam kejadian itu, tapi pemuda bernama Aditia. Wajah mereka selintas memang mirip.

Cantika menghela napas. Kelebatan itu tidak bisa lagi diteruskan, meski Cantika berusaha mengingatnya dan ingin tahu detail di mana pemuda itu diseret dalam bayangan kemarin. Cantika tidak bisa menggapai lintasan bayangan selanjutnya. Gelap. 

Akhirnya Cantika tidak berusaha lagi mengingatnya. Kepalanya malah tambah sakit kalau terus dipaksa. Kalau memang Cantika ditakdirkan bisa menolong pemuda itu. Akan ada cara untuk mengetahuinya. Demikian pikir Cantika.

Apel pagi tidak terasa sudah selesai dan para mahasiswa segera masuk ke ruangan untuk diberi pengarahan selanjutnya.

Cantika berusaha mencari gadis yang kemarin bernama Sonya. Namun, dia  tidak melihatnya ada diantara para mahasiswa baru. Apa dia tidak masuk? 

Cantika masih merasa penasaran, ketika kemarin mendengar bisikan gadis itu dengan makhluk seram yang selalu mendampinginya, tentang bulan purnama.

Hari ini,  Cantika ingat, hampir  pertengahan bulan, di pastikan nanti malam akan ada bulan purnama. 

Perasaan Cantika tidak tenang, instingnya mengatakan bakal ada hal buruk terjadi. Akan ada kejadian apa nanti malam?

Para Mahasiswa baru membubarkan diri dari kelas. Waktu pulang telah tiba. Cantika bergegas keluar dari area gedung fakultasnya. Baru saja hendak ke jalan pulang, arwah bernama David kembali muncul.

 Cantika merasa sudah pusing dan bosan menyuruh David pergi darinya. Namun, arwah itu tetap membandel mendekati Cantika terus.

“Hei, aku tahu namamu Cantika. Jangan bosan dengar aku minta tolong, ya!” David kembali mengganggu Cantika. “Ayo dong, kamu bantu aku. Nanti aku juga bantu kamu. Aku tahu dimana mahasiswa yang hilang itu di sembunyikan.”

Ucapan David kali ini berhasil membuat Cantika berhenti melangkah dan menoleh ke arahnya. 

“Apa kamu bilang? Kamu tahu dimana mahasiswa bernama Aditia itu di sembunyikan?” 

“Tahu dong." Senyum David misterius. “Kamu janji dulu mau bantu aku. Nanti aku akan tunjukkan di mana orang itu!”

Cantika mengembuskan napas kesal. Makhluk bernama David ini memang menjengkelkan. Namun, dia juga penasaran tentang hilangnya Aditia.

“Mau nggak? janji dulu ...nanti aku tunjukkan di mana orang hilang itu!" tawar David sekali lagi.

“Iya sudah, aku janji akan membantu. Sekarang tunjukkan di mana tempat  pemuda itu di sembunyikan,” tandas Cantika. Akhirnya dia menyerah mau menuruti kemauan David untuk membantunya. 

Cantika ingin mencari Aditia yang hilang. Karena kemarin kelebatan kejadian itu datang padanya.

“Ayo, tunjukkan dimana tempatnya!” perintah Cantika.

David pun menurut, tubuhnya segera melayang menuju suatu tempat. Sekarang Cantika yang membuntutinya.

"Awas, kalau bohong!" seru Cantika kesal takut David berbohong. Sambil berjalan cepat mengikuti jejak David.

"Aku tidak bohong! Kalau tidak percaya, buktikan sendiri!" tantang David. "Ayo, ikuti! Aku pasti tunjukkan pemuda yang hilang itu!" 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status