Share

Wanita Untuk Sang CEO
Wanita Untuk Sang CEO
Penulis: Yetti S

1. Musibah

“Awas, Hana! Menghindar dari situ! lampu gantungnya lepas,” seru seorang pria yang berprofesi sebagai seorang fotografer, di sesi pemotretan untuk iklan sebuah apartemen.

Hana, sang fotomodel pun menghindar dengan berupaya berlari menjauh dari sana. Namun, kostum yang Hana kenakan rupanya mempersulit langkah gadis itu. Hana yang saat ini memakai gaun panjang dengan high heels setinggi sepuluh sentimeter, hanya mampu bergerak satu langkah. Dia kemudian terjatuh akibat kakinya menginjak ujung gaun, karena melangkah dengan tergesa-gesa. Akhirnya lampu gantung itu terjatuh di samping Hana, dan serpihan kaca lampu itu mengenai wajahnya. 

Prang!

“Argghh!” pekik Hana ketika serpihan kaca lampu gantung mengenai wajahnya. Dalam waktu sekejap, darah membasahi wajah gadis itu.

Manager Hana dan beberapa kru yang terlibat dalam pemotretan itu, segera menghambur ke arah Hana dan menggotong tubuh gadis itu ke sofa.

“Cepat panggil ambulans! Hana harus segera dibawa ke rumah sakit!” titah seorang pria pada Mutia, manager Hana.

Mutia dengan cepat menekan angka pada telepon genggamnya, dan melakukan panggilan telepon ke salah satu rumah sakit. Dia meminta agar rumah sakit itu segera mengirim ambulans ke lokasi pemotretan.

Tak lama, ambulans tiba di lokasi pemotretan dan membawa Hana menuju rumah sakit.

***

Mata Hana mengerjap kala sinar mentari menerobos masuk dari celah tirai jendela ruang rawat, tempat gadis itu berada saat ini. Hana membuka kelopak matanya, dan dia merasakan wajahnya dibungkus kain perban yang cukup tebal. Rasa nyeri perlahan menjalar di permukaan wajahnya. Dia menatap langit-langit kamar, dan matanya pun mulai berkaca-kaca kala kini dia merasa dunianya sudah berakhir.

Ingatan Hana kembali ke kejadian kemarin siang, kala dia sedang melakukan pekerjaannya sebagai seorang fotomodel. Pekerjaan yang baru dia tekuni selama enam bulan, dan untuk iklan apartemen tersebut adalah yang pertama kalinya dia menjalani sebagai model iklan. Biasanya dia bekerja sebagai model pakaian di sebuah butik. Namun, kini sepertinya dia harus rela kehilangan pekerjaannya itu, karena wajahnya sudah rusak akibat terkena serpihan kaca lampu gantung apartemen.

Hana seketika histeris menyadari kalau dia sudah terpuruk saat ini.

“Arghh.”

Teriakannya itu membuat Mutia yang sedang tidur di sofa, terbangun dan bergegas menghampiri Hana.

“Han, kamu sudah bangun?” tanya Mutia dengan suara serak, khas orang baru bangun tidur. 

“Mbak Mutia, bagaimana dengan karir aku ke depannya kalau wajahku kini sudah hancur?” ucap Hana lirih. Ucapannya terdengar pilu, dan siapa saja yang mendengarnya akan iba pada nasib gadis itu.

“Dokter mengatakan kalau wajah kamu bisa pulih setelah dilakukan operasi, Han,” sahut Mutia.

“Tapi, biayanya pasti mahal, iya kan?” tebak Hana. Dia mulai frustasi karena sebagai model baru, dia tidak punya banyak tabungan. Penghasilannya sebagai fotomodel untuk membantu ibunya menutupi biaya hidup keluarga, setelah ayahnya meninggal dunia.

Mutia, sang manager sekaligus kakak sepupu Hana menganggukkan kepalanya pelan.

“Dokter bilang, biayanya sekitar seratus juta. Itu hanya biaya operasinya saja, belum termasuk biaya pengobatan dan biaya rawat inap. Kalau dijumlah mungkin bisa mencapai dua ratus juta atau lebih. Itu karena luka kamu cukup parah, Han,” jelas Mutia.

“Lalu yang sekarang ini, siapa yang membiayai? Aku atau pihak pengembang apartemen itu?” tanya Hana.

“Kemarin malam perwakilan Barata Group mengatakan, bahwa pihak perusahaan akan bertanggung jawab atas kejadian itu. Mereka akan menanggung seluruh biaya pengobatan maupun rawat inap kamu selama di sini. Tapi, ketika dokter mengatakan kalau wajah kamu akan pulih kembali dengan cara melakukan operasi, pihak Barata Group tidak merespon,” ucap Mutia dengan suara perlahan.

“Lho, kok mereka tidak merespon? Seharusnya mereka juga bertanggung jawab atas musibah yang aku alami ini, Mbak. Aku juga tidak mau mengalami musibah seperti ini. Tapi, namanya musibah kan kita tidak bisa mengelak. Seharusnya mereka juga bertanggung jawab untuk mengembalikan wajahku seperti semula. Menurut Mbak Mutia, sekarang aku harus bagaimana?” tanya Hana lirih.

“Aku ada pikiran untuk mengajukan tuntutan ganti rugi ke pihak manajemen Barata Group, untuk membiayai operasi pada wajah kamu. Wajah kamu itu aset berharga kamu, Han. Jadi harus dipulihkan. Bagaimana? Apa kamu setuju dengan ideku ini?” tanya Mutia.

“Tolong lakukan hal itu untukku, Mbak. Wajah aku ini harus dipulihkan. Aku tidak mau kehilangan pekerjaanku. Mbak tahu sendiri kalau aku membiayai hidup keluarga dan kuliahku, dari pekerjaanku sebagai seorang fotomodel,” sahut Hana. Dia menggenggam erat jemari Mutia.

“Iya, Han. Kamu tenang saja. Hari ini aku akan ke kantor Barata Group meminta ganti rugi. Kamu nggak masalah kan kalau aku tinggal sebentar? Sebentar lagi ibu kamu akan datang kemari. Aku sudah menghubunginya semalam,” ucap Mutia.

“Iya, Mbak. Aku nggak apa-apa di sini sendiri,” sahut Hana.

“Ok, aku akan pulang sebentar untuk mandi. Setelah itu, aku langsung ke kantor Barata Group,” ucap Mutia yang diangguki oleh Hana.

Siang harinya, Mutia datang ke ruang rawat inap dengan langkah gontai. Wajahnya terlihat tak bersemangat. Hal itu membuat Hana risau.

“Bagaimana hasilnya, Mbak?” tanya Hana.

“Pihak perusahaan nggak mau menanggung biaya operasi pada wajah kamu, Han. Pihak Barata Group bilang, kalau mereka sudah bertanggung jawab dengan membiayai pengobatan dan rawat inap kamu di sini. Masalah operasi itu menjadi urusan kamu. Mereka juga mengatakan kalau pihak Barata Group sudah berbaik hati tidak membatalkan kontrak. Mereka tetap menunggu hingga kamu pulih dan siap untuk melakukan pemotretan lagi,” jelas Mutia.

“Tapi, musibah ini kan karena kelalaian mereka juga yang nggak tepat pasang lampu gantungnya,” ucap Hana mulai kesal.

“Aku sudah jelaskan pada mereka tadi. Mereka bilang, namanya musibah tidak bisa dicegah jadi jangan mencari kambing hitam, begitu kata mereka tadi. Aku juga kesal mendengar jawaban mereka, Han,” ucap Mutia.

“Tapi, ini tetap nggak adil buatku, Mbak,” ucap Hana mulai terisak.

Mutia terdiam. Dia tampak tengah berpikir untuk mencari solusi terbaik bagi adik sepupunya itu.

“Han, aku punya ide. Bagaimana kalau kita menempuh jalur hukum? Kamu setuju nggak? Barangkali saja pihak Barata Group bisa berubah pikiran jika kita menempuh jalur hukum,” tutur Mutia.

“Tapi, biaya pengacara kan mahal, Mbak. Bisa jadi biaya pengacara lebih mahal dari pada biaya operasi wajahku,” ucap Hana.

“Aku punya teman yang berprofesi sebagai pengacara, Han. Kita bisa negosiasi nanti sama dia, bagaimana?” tanya Mutia.

Hana terdiam sejenak, hingga akhirnya dia menganggukkan kepalanya. “Ok, Mbak, aku setuju.”

***

Hana dengan diwakili oleh Mutia, akhirnya melakukan tuntutan ganti rugi melalui jalur hukum. Hal itu membuat pihak Barata Group merasa kesal. Terlebih lagi masalah ini terdengar ke telinga Andhika Barata, CEO Barata Group.

“Gus, ini kenapa kita bisa berurusan dengan masalah hukum? Apa nggak bisa diselesaikan dengan baik-baik?” tanya Andhika pada asistennya. 

“Manager wanita itu minta ganti rugi untuk operasi wajah fotomodel itu, Pak. Kita sudah membiayai pengobatan dan rawat inap. Jadi kalau untuk operasi wajah, kita nggak menanggung lagi biayanya, dong.” Bagus, sang asisten menjelaskan awal mula mereka dituntut melalui jalur hukum.

Andhika menghela napas panjang. “Coba kamu atur pertemuanku dengan fotomodel itu. Aku mau bicara sama dia supaya dia mau mencabut tuntutannya. Bikin malu saja, Barata Group dituntut masalah ganti rugi operasi wajah.”

“Bapak serius mau ketemu sama fotomodel itu?” tanya Bagus memastikan.

“Hu’um.”

“Ok, akan saya atur waktunya,” ucap Bagus.

Tiga hari kemudian, Hana ditemani oleh Mutia datang ke kantor Barata Group untuk menemui Andhika Barata. Mereka diantar oleh Bagus menuju ruangan Andhika.

“Pak Andhika, ini Hana, fotomodel yang wajahnya terkena serpihan kaca lampu gantung itu,” ucap Bagus memperkenalkan Hana pada sang CEO, ketika sudah berada di ruangan Andhika.

Andhika menganggukkan kepalanya seraya berkata, “Bisa saya bicara empat mata dengan Hana?”

Ucapan Andhika sontak membuat Hana serta Mutia terkejut dan saling tatap.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status