Wajah Aryo pun semakin pucat pasi mendengar ancaman dari ayah mertuanya. Dia lalu beranjak dari sofa dan bersimpuh di kaki sang mertua.“Ayah, maafkan aku. Maafkan atas kekhilafanku ini. Aku berjanji akan mengakhiri semua, asalkan jangan usik kehidupan adikku. Aku mohon Ayah,” ucap Aryo memelas.Wiryo tersenyum mendengar permohonan menantunya itu. Dia lalu berdiri karena tak sudi kakinya disentuh oleh pria macam Aryo, yang jelas telah membuatnya kecewa.“Apa kamu pikir aku akan percaya dengan perkataanmu ini, Aryo? Aku bukan orang bodoh yang bisa kamu bohongi untuk kedua kalinya. Kamu mau mengakhiri ini semua, maksudnya mau kamu ceraikan istri simpananmu itu? Apa bisa kamu menceraikannya? Sementara kamu tergila-gila sama dia, iya kan. Kalau kamu nggak tergila-gila, tentu nggak mungkin kamu selingkuh sampai menikahi perempuan itu. Semua yang kamu lakukan itu sudah terlalu jauh, Aryo, dan jujur aku sangat kecewa dan menyesal telah berbaik hati padamu dulu. Jadi salah satunya cara agar k
Aryo lalu mendekati Widya seraya berkata, “Aku akan mencarinya. Aku akan lapor ke polisi. Kamu tenang saja, ya.”“Aku ikut ke kantor polisi, karena aku yang mendapat kabar dari sekolah kalau Tika dijemput oleh seseorang yang mengaku masih keluarga,” sahut Widya setelah dapat menghentikan isak tangisnya. Dia lalu melirik ke arah Wiryo.Aryo yang paham akan lirikan Widya, menoleh pada mertuanya. Dia menatap Wiryo seraya berkata, “Apa Ayah yang menyuruh seseorang untuk menjemput anak kami di sekolahnya?”Wiryo terkekeh mendengar ucapan Aryo. “Buat apa aku melakukan hal itu? Urusanku adalah mengamankan aset perusahaan milik anakku, yang otomatis adalah milik kedua cucuku. Selain itu juga, kamu adalah suami anakku. Jadi aku berusaha untuk mengembalikan posisi kamu seperti semula, sebagai suami Lestari satu-satunya. Jadi setelah kamu menceraikan perempuan ini, dan menyuruhnya pergi dari sini, maka selesai sudah urusanku. Masalah anak kalian, aku sama sekali nggak tahu menahu.”Jawaban Wiryo
Andhika dan Hana sontak menoleh ke arah sumber suara. Tampak seorang pria sebaya dengan Andhika kini tengah melangkah serta tersenyum pada Andhika.“Siapa dia, Mas?” bisik Hana.“Dia Sakti. Teman semasa SMA yang berselingkuh dengan Devy,” sahut Andhika datar.Hana hanya manggut-manggut dan memperhatikan perubahan ekspresi sang suami.Rahang Andhika mengeras. Tampak jelas kalau kini dia sedang menahan emosinya. Terbayang masa lalu Sakti bersama dengan Devy yang mengkhianatinya.“Dhika, apa kabar?” sapa sakti ketika dirinya sudah berada di hadapan Andhika.“Kabarku baik, alhamdulillah,” sahut Andhika datar.Sakti yang paham dengan sikap Andhika yang dingin padanya, kini tersenyum canggung.“Aku tahu kamu mau makan malam ke restoran itu. Tapi, bisakah kita bicara sebentar saja. Aku mau...minta maaf padamu,” ucap Sakti agak grogi.Andhika menghela napas panjang. Dia tersenyum samar kala mendengar permintaan maaf yang baru saja Sakti ucapkan. Baru sekarang pria itu minta maaf. Ke mana saja
“Awas, Hana! Menghindar dari situ! lampu gantungnya lepas,” seru seorang pria yang berprofesi sebagai seorang fotografer, di sesi pemotretan untuk iklan sebuah apartemen.Hana, sang fotomodel pun menghindar dengan berupaya berlari menjauh dari sana. Namun, kostum yang Hana kenakan rupanya mempersulit langkah gadis itu. Hana yang saat ini memakai gaun panjang dengan high heels setinggi sepuluh sentimeter, hanya mampu bergerak satu langkah. Dia kemudian terjatuh akibat kakinya menginjak ujung gaun, karena melangkah dengan tergesa-gesa. Akhirnya lampu gantung itu terjatuh di samping Hana, dan serpihan kaca lampu itu mengenai wajahnya. Prang!“Argghh!” pekik Hana ketika serpihan kaca lampu gantung mengenai wajahnya. Dalam waktu sekejap, darah membasahi wajah gadis itu.Manager Hana dan beberapa kru yang terlibat dalam pemotretan itu, segera menghambur ke arah Hana dan menggotong tubuh gadis itu ke sofa.“Cepat panggil ambulans! Hana harus segera dibawa ke rumah sakit!” titah seorang pria
Mutia sebagai manager Hana, tampak keberatan apabila Hana berbicara empat mata dengan Andhika tanpa dia dampingi. Apalagi Mutia merasa kalau ada maksud tersembunyi di balik undangan Andhika hari ini.“Maaf, Pak Andhika. Saya sebagai manager Hana wajib untuk mendampinginya. Apalagi kedatangan kami kemari untuk kepentingan pekerjaan Hana ke depannya nanti,” ucap Mutia.Andhika menghela napas, dan menatap Mutia lekat. “Saya juga ingin berbicara empat mata dengan Hana demi kepentingan pekerjaan dia ke depannya nanti. Tapi, kalau keberatan untuk bicara empat mata, saya tidak masalah. Jadi sepertinya tidak perlu ada yang dibicarakan lagi. Kita akan bertemu di pengadilan, dan itu juga belum tentu Anda akan menang.”Hana dan Mutia kembali saling tatap. Mereka merasa gentar juga dengan ucapan Andhika tadi. Sebagai orang yang memiliki uang dan kekuasaan, tentunya Andhika akan meminta anak buahnya mencari pengacara kondang untuk menyelesaikan masalah ini. Bisa jadi Hana akan kalah di pengadilan.
Andhika tersenyum penuh arti dan menatap Hana seraya berkata, “Kekasih kamu seorang aktor muda yang bernama Rama, bukan?” Hana terkesiap mendengar ucapan Andhika yang benar adanya. Dia menatap lekat manik mata Andhika. ‘Dari mana dia tahu tentang Rama? Apa Pak Andhika menyelidiki semuanya sebelum dia mengajukan penawaran padaku?’ ucap Hana dalam hati. “Bapak rupanya tahu segalanya tentang kehidupan pribadi saya. Apa Bapak sengaja menyelidiki? Lalu setelah tahu kalau saya telah memiliki kekasih, kenapa juga Bapak mengajukan penawaran itu? Apa Bapak sengaja menguji kesetiaan saya terhadap Rama?” tanya Hana dengan tatapan menyelidik. “Buat apa saya perlu tahu tentang kesetiaan kamu? Nggak ada untungnya juga buat saya. Dan perlu kamu tahu, kalau saya sesungguhnya memberikan penawaran ini bukan karena saya tertarik sama kamu. Tapi, saya lakukan ini untuk kepentingan saya sendiri. Saya memerlukan kamu untuk membantu agar saya bisa terlepas dari masalah ini,” sahut Andhika datar. Hana m
Hana dan Mutia langsung menuju sebuah kamar yang pintunya terbuka. Mata Hana membelalak ketika melihat pemandangan di depannya. Telapak tangan kiri Hana menutup mulutnya yang terbuka. Dia melihat seorang wanita muda nan cantik, tengah terbaring di tempat tidur tanpa sehelai benang pun melekat di tubuhnya.“Kurang ajar!” desis Hana dengan mata yang mulai berkaca-kaca.“Tenang, Han. Hadapi dengan elegan,” bisik Mutia yang berdiri di samping Hana. Mutia menatap jijik pada wanita yang tengah tertidur tanpa selimut menutupi tubuh polosnya. “Siapa dia, Rama?” ucap Hana ketika dia membalikkan tubuhnya dan berhadapan dengan pria itu.“Dia..dia teman kencan aku, Han,” sahut Rama pelan.Plak!!Sebuah tamparan mendarat sempurna di pipi Rama. Pria itu menghela napas sambil mengelus pipinya yang terkena tamparan Hana.“Kenapa? Kenapa kamu lakukan ini padaku? Kalau kamu udah nggak ingin menjalin hubungan sama aku, kita sudahi saja. Jadi kamu nggak perlu menusukku dari belakang seperti ini, Ram,” u
Hana lalu melangkah keluar lagi dan duduk di pojok teras rumahnya, karena dia melihat ibunya ada di ruang tengah sedang menonton tayangan TV. Hana tidak ingin sang ibu mendengarkan percakapannya dengan Andhika. Setelah dilihatnya kondisi sudah cukup aman, Hana lalu mengangkat panggilan telepon tersebut.“Halo,” sapa Hana dengan suara berbisik.“Halo, Han. Kenapa suara kamu pelan begini? Bisik-bisik segala sih,” sahut Andhika di seberang sana.“Iya, soalnya ada ibuku sedang nonton TV di ruang tengah. Aku takut kalau pembicaraan kita terdengar olehnya, Pak,” ucap Hana masih dengan suata berbisik.“Kalau begitu, kita ketemu saja sekarang deh. Ada yang mau saya omongin sama kamu,” sahut Andhika.“Tentang apa, Pak?” tanya Hana. Dia sesekali melongok ke dalam rumah untuk melihat situasi.“Tentang kita,” sahut Andhika.“Tentang kita? Tentang kita apa sih, Pak?” tanya Hana masih belum paham maksud Andhika.“Tentang perjanjian kita, Hana!” sahut Andhika yang kali ini dengan nada agak tinggi.“