Share

2. Tawaran Andhika

Mutia sebagai manager Hana, tampak keberatan apabila Hana berbicara empat mata dengan Andhika tanpa dia dampingi. Apalagi Mutia merasa kalau ada maksud tersembunyi di balik undangan Andhika hari ini.

“Maaf, Pak Andhika. Saya sebagai manager Hana wajib untuk mendampinginya. Apalagi kedatangan kami kemari untuk kepentingan pekerjaan Hana ke depannya nanti,” ucap Mutia.

Andhika menghela napas, dan menatap Mutia lekat. “Saya juga ingin berbicara empat mata dengan Hana demi kepentingan pekerjaan dia ke depannya nanti. Tapi, kalau keberatan untuk bicara empat mata, saya tidak masalah. Jadi sepertinya tidak perlu ada yang dibicarakan lagi. Kita akan bertemu di pengadilan, dan itu juga belum tentu Anda akan menang.”

Hana dan Mutia kembali saling tatap. Mereka merasa gentar juga dengan ucapan Andhika tadi. Sebagai orang yang memiliki uang dan kekuasaan, tentunya Andhika akan meminta anak buahnya mencari pengacara kondang untuk menyelesaikan masalah ini. Bisa jadi Hana akan kalah di pengadilan. Hal itu karena di perjanjian kerja sama antara Hana dan pihak Barata Group, tidak disebutkan kalau Barata Group akan bertanggung jawab penuh atas sesuatu yang terjadi pada Hana.

Andhika yang melihat Hana dan Mutia sepertinya terpengaruh oleh ucapannya, mengulum senyumnya. Dia yakin kalau Hana akan menuruti kata-katanya.

“Bagaimana? apa bisa saya dan Hana bicara empat mata? Saya tidak punya waktu banyak. Sebentar lagi saya akan meeting,” ucap Andhika.

“Bagaimana ini, Mbak?” bisik Hana.

“Ya sudah, Han. Kamu coba bicara empat mata sama dia. Siapa tahu hasilnya bisa menguntungkan kamu juga. Pesan aku, jangan tanda tangani apa pun. Kalau mau tanda tangan, tunggu aku. Biar aku lihat dulu dokumen yang harus kamu tanda tangani, ok.” Mutia balas berbisik di telinga Hana.

Hana menganggukkan kepalanya. Dia lantas menatap Andhika yang kini tengah menunggu keputusannya.

“Baik, Pak. Saya bersedia bicara empat mata dengan Bapak,” ucap Hana, yang seketika membuat Andhika tersenyum lebar.

“Ok, kalau begitu tinggalkan kami berdua,” sahut Andhika. Dia menatap Bagus dan Mutia secara bergantian.

Bagus dan Mutia pun keluar dari dalam ruangan Andhika. Bagus meminta Mutia untuk menunggu Hana di ruangan yang lain.

Jantung Hana berdebar ketika kini di ruangan itu hanya ada dirinya dan Andhika saja. Apalagi saat ini Andhika menatap wajah Hana lekat. Hal itu membuat Hana merasa tak nyaman.

“Bisa dibuka maskernya? Saya mau melihat wajah kamu, Hana,” ucap Andhika datar.

“Bapak tidak percaya dengan luka yang ada di wajah saya?” tanya Hana sedikit ketus. Semenjak peristiwa yang membuat wajahnya terluka, Hana menjadi kurang percaya diri. Dia sendiri merasa jijik melihat wajahnya yang penuh dengan luka apabila sedang bercermin, apalagi orang lain.

“Kamu kan menuntut ganti rugi untuk wajah kamu yang terluka. Jadi saya perlu tahu dong sejauh mana luka kamu itu. Kalau lukanya nggak terlalu parah, saya rasa nggak perlu operasi. Nanti juga hilang sendiri bekas lukanya. Walaupun memang memerlukan waktu. Tapi, kalau untuk pemotretan bisa diakali dengan make-up, dan pintarnya fotografer mengambil gambar,” sahut Andhika santai.

Emosi Hana seketika tersulut mendengar ucapan Andhika. Pria itu kesannya menganggap remeh apa yang Hana alami saat ini. Maka dengan berat hati, Hana akhirnya membuka masker yang sudah tiga hari ini melengkapi penampilannya.

“Silakan Pak Andhika melihat dan menikmati wajah saya yang sudah cacat ini!” sindir Hana.

Andhika menatap lekat wajah Hana yang terluka. Sesekali terlihat pria itu menghela napas panjang.

‘Wajahnya tetap terlihat cantik walaupun ada luka di sana. Sebagian besar lukanya tidak terlalu parah kelihatannya. Tapi, luka di pipi kirinya yang terlihat parah, dan memang memerlukan operasi untuk memulihkannya. Dan ini bisa membuat rencanaku berjalan lancar,’ ucap Andhika dalam hati.

“Saya dengar kalau kamu seorang fotomodel baru. Tapi, walaupun baru bayarannya lumayan, bukan? Masak untuk operasi wajah saja nggak sanggup sih, Han?” ucap Andhika kalem.

Hana kali ini sudah tidak bisa menahan emosinya lagi. Dia menatap wajah Andhika seraya berkata, “Pak Andhika yang terhormat, mungkin uang seratus juta bagi Bapak itu sedikit. Tapi, bagi saya uang sebesar itu sangat berarti. Apalagi menjadi fotomodel merupakan pekerjaan yang bisa menghidupi kami sekeluarga, dan dapat membiayai pendidikan saya serta adik saya. Jadi saya harus berhati-hati dalam menggunakan uang saya. Apalagi luka saya ini disebabkan karena kelalaian dari pihak perusahaan Bapak. Andaikan lampu gantung itu terpasang dengan baik, maka kejadian seperti itu tidak akan terjadi. Dan saya tidak akan menderita seperti ini.”

Hana berkata dengan bibir yang bergetar karena emosi yang sudah menyelimutinya. 

‘Bagus! dia rupanya tulang punggung keluarga. Maka aku harap dia mau menerima tawaranku ini,’ ucap Andhika dalam hati.

“Ok, kalau begitu kita sekarang bisa bicara untuk jalan keluar masalah yang kamu hadapi. Saya akan mengajukan penawaran untuk kamu, Hana. Saya rasa kita sama-sama diuntungkan dengan tawaran yang akan saya ajukan sesaat lagi,” ucap Andhika.

Hana mengerutkan keningnya. “Apa penawarannya?”

“Saya akan menyebutkan, tapi kamu harus berjanji kalau akan mencabut tuntutan kamu itu. Kita selesaikan dengan damai. Kalau kamu cabut tuntutan itu, maka saya pribadi akan memberikan uang  agar kamu bisa melakukan operasi, untuk memulihkan wajah kamu supaya bisa kembali seperti semula,” ucap Andhika.

“Baik, saya akan mencabut tuntutan itu. Lalu apa penawaran Bapak?” tanya Hana penasaran.

Andhika terdiam sejenak. Dia menatap Hana lekat seraya berucap, “Jadilah istri sementara saya! Maka saya akan kabulkan tuntutan ganti rugi itu. Tapi, dengan syarat perjanjian ini hanya kita berdua yang tahu. Saya tidak melibatkan perusahaan dalam hal ini. Uang yang akan saya keluarkan adalah uang pribadi saya. Bagaimana, apa kamu setuju?”

Mata Hana seketika membulat, dan mulutnya pun terbuka sempurna karena terkejut dengan ucapan Andhika.

“Apa?! Menjadi istri sementara?” tanya Hana dengan mata tak berkedip menatap Andhika.

“Iya, selama satu tahun!” sahut Andhika datar dan dingin.

Darah Hana mendidih mendengar tawaran Andhika. Dia merasa terhina dan sebagai perempuan merasa tidak dihargai oleh pria itu.

“Maaf Bapak Andhika yang terhormat. Saya dengan tegas menolak tawaran itu! Lebih baik saya mengeluarkan uang saya sendiri dari pada harus menjadi istri sementara Bapak. Saya wanita baik-baik dan menurut saya, pernikahan bukan untuk dipermainkan. Saya juga sudah punya kekasih, dan saya tipe wanita yang setia,” ucap Hana tegas.

Andhika mengulum senyumnya mendengar kata-kata Hana. 

“Hana, kalau kamu menolak karena tersinggung dan mengatakan pernikahan tidak bisa untuk main-main, saya mengerti. Tapi, kalau kamu menolak karena kamu sudah punya kekasih, rasanya saya ingin tertawa. Kamu mungkin wanita yang setia, tapi apa kekasih kamu juga seorang pria yang setia?” ucap Andhika yang membuat kening Hana berkerut.

“Apa maksud Bapak?” tanya Hana bingung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status