Perubahan wajah Andhika terbaca jelas di mata Hana. Membuat wanita muda itu merasa tak enak hati, telah membuka luka lama pria yang kini berstatus suaminya. “M-maaf, kalau Mas keberatan menjelaskan padaku, nggak apa-apa. Aluna sudah menceritakan sekilas tadi. Jadi lupakan kata-kataku tadi. Anggap saja kalau aku nggak pernah berkata begitu. Aku mau tidur sekarang.” Hana lalu merebahkan tubuhnya dan mengambil posisi memunggungi Andhika. Andhika menatap punggung Hana dengan resah. Malam pertama yang sudah kacau gara-gara Hana kedatangan tamu bulanan, kini semakin kacau gara-gara sang istri yang ingin tahu tentang masa lalunya. Walaupun kesal, tapi Andhika berusaha menurunkan egonya. Dikesampingkan rasa gengsi yang selama ini melekat di dirinya. Dia ingin mengobati luka dihatinya dengan mencoba menerima Hana sebagai istri seutuhnya. Meskipun ada perjanjian yang mengikat mereka, bisa saja Andhika membatalkannya apabila ada getaran cinta di antara mereka berdua nantinya. Oleh karena itu, A
“Maksud Tante, apa? Apakah Tante punya suatu rencana?” tanya Tania dari seberang sana.“Iya. Tante sudah suruh orang untuk menyelidiki gadis itu. Ternyata dia seorang model yang baru netes. Dia juga yang menjadi model apartemen yang baru kami luncurkan, dan dia terluka saat pemotretan. Sehingga dia menuntut ganti rugi. Sepertinya Adhika menyetujui tuntutan gadis itu dan mereka jadi akrab, lalu menikah. Kita sabar dulu saja, Tania. Kita cari peluang yang pas untuk memberi pelajaran pada gadis itu, karena sudah berani masuk ke dalam hidup anak Tante,” sahut Lestari antusias.“Pelajaran apa kira-kira yang akan Tante berikan untuk menantu Tante itu?” tanya Tania penasaran.“Jangan sebut dia menantu Tante! Aku nggak pernah merestuinya menikah dengan Andhika!” sahut Lestari ketus.“Oh, ma-maaf. Aku nggak bermaksud demikian, Tan. Jangan marah sama aku dong. Kalau sama aku pasti Tante merestui, iya kan?” ucap Tania dengan suara lembut di seberang sana.“Kalau sama kamu sih pasti setuju dong.
Hana terkesiap.“Kamu mengancam aku rupanya?”Hana melangkah dan duduk di sofa di sebelah Aluna. Dia menatap adik iparnya itu dengan senyum tipis menghiasi wajahnya.“Iya, dan ini aku lakukan untuk memberi peringatan padamu. Agar kamu berpikir panjang kalau ingin memanipulasi kakakku. Aku tahu kalian nggak saling cinta. Aku bisa melihat dari gestur kalian. Entah apa yang membuat kalian bisa menikah? Pengantin baru yang saling mencintai dan telah merencanakan pernikahan pasti akan bulan madu sekarang. Ok, kalau alasannya karena Kak Dhika sibuk dengan pekerjaannya, hingga bulan madu kalian tertunda. Tapi, setidaknya kalian bisa bulan madu di rumah, iya kan? Sedangkan pemandangan yang aku lihat tadi, nggak ada mesra-mesranya. Apa kalian menikah untuk menutupi aib? Apa kalian sudah terlibat cinta satu malam dan kamu hamil, sehingga Kak Dhika harus bertanggung jawab?” ucap Aluna dengan tatapan menyelidik. Dia memandang tubuh Hana naik turun, dan dia lakukan itu berulang kali.Hana ingin t
Hana memastikan lagi perlengkapan suaminya yang akan dibawa ke Singapura. Dia mulai dari setelan pakaian kerja Andhika hingga benda lainnya, sebagai pelengkap penampilan pria itu. Di saat dia sedang sibuk memeriksa kembali perlengkapan suaminya, Hana merasakan sepasang lengan kekar melingkari pinggangnya. Selain merasakan sentuhan di pinggangnya, Hana juga merasakan kecupan di leher jenjangnya.“Sudah lengkap semua?” bisik si pemilik lengan kekar itu.“Su-sudah, Mas. Kita berangkat sekarang?”“Sebentar lagi. Tunggu Bagus datang menjemput,” sahut Andhika, yang tetap tak mengangkat kepalanya dari leher Hana. Membuat hembusan napas pria itu mengenai area leher dan sekitarnya, hingga dalam sekejap tubuhnya meremang.“Omong-omong, tamu bulanannya sudah pergi belum? Jadi biar sekalian bisa unboxing di Singapura.” Andhika menatap Hana dengan kerlingan mata yang membuat jantung Hana bertalu-talu.“Belum lah, Mas. Baru juga tiga hari. Bisanya dia pergi setelah satu minggu bertamu di tempatku,”
Hana menuruti kata-kata suaminya. Dia membuka pesan dari Mutia. Dia melirik Andhika yang masih menatap ke arahnya. Pelan-pelan Hana mulai membaca pesan tersebut. Dia juga sekaligus berpikir untuk mencari alasan pada Andhika, apabila pria itu tanya tentang pesan dari Mutia.[Kamu mau ikut audisi itu sudah minta ijin sama suami kamu? Saranku sebaiknya ijin dulu, Han. Biar enak kamu jalani audisi itu. Jangan sembunyi-sembunyi, ya. Kalau dia tahu pasti akan marah dan kalian pasti akan bertengkar. Itu saja saran dariku.]Hana menghela napas setelah membaca pesan tersebut. Dia kemudian mengirimkan pesan balasan untuk Mutia.[Mbak, sekarang Mas Dhika sedang ada di dekatku. Nanti setelah ini kalau aku sendirian, aku akan telepon kamu. Aku akan ceritakan kenapa aku merahasiakan hal ini dari Mas Dhika. Jadi tunggu aku telepon ya, Mbak.]Setelah pesan terkirim, Hana menaruh benda pipih itu ke dalam tas. Lalu merangkul lengan sang suami sebagai kode, kalau mereka harus segera pergi dari tempat it
“Kalau aku hamil, tentunya Mas Dhika akan bertanggung jawab dengan anaknya dong. Aku yakin kalau dia nggak akan lepas tangan, Mbak,” sahut Hana tenang. Meskipun dalam hatinya dia belum tahu juga, bagaimana reaksi Andhika nanti andaikan dirinya hamil.“Yakin begitu, Han? Andaikan Pak Andhika nggak mau bertanggung jawab, bagaimana? Ini kemungkinan terburuknya ya, Han. Meskipun aku berharap Pak Andhika bisa lebih bijaksana nanti,” ucap Mutia lirih.“Iya, semoga saja. Setelah beberapa hari tinggal bersama dengannya, aku yakin kalau dia bisa bersikap bijaksana nantinya. Tapi, andaikan nanti kemungkinan terburuknya dia nggak mau tahu soal anak, aku akan membesarkan anakku seorang diri. Makanya aku berusaha agar bisa bergabung dengan agensi model di sini. Sekarang Mbak Mutia sudah paham kan maksudku ini?” sahut Hana.“Iya, aku sudah paham. Aku juga berjanji akan menutup rapat-rapat rahasia kamu ini, Han. Pokoknya rahasia kamu aman bersamaku. Nggak akan ada yang tahu tentang hal ini, termasuk
Pria yang mengaku bernama David, membantu Hana bangkit dari lantai. Pria itu tersenyum, menyebabkan dua cekungan tampak di kedua pipinya. Menambah manis senyuman pria itu.“Terima kasih.” Hana berucap sambil mengibaskan tangan kanan di pakaiannya, berharap debu yang menempel di pakaiannya ketika dia terjatuh di lantai segera hilang.“Sama-sama,” sahut David. Dia lalu mengulurkan tangannya pada Hana seraya berucap, “Kenalkan, namaku David.”Hana menoleh dan tersenyum seraya menerima uluran tangan David. “Hana.”“Hm, sebuah nama yang bagus. Sama seperti wajahnya,” puji David yang untuk ke sekian kalinya tersenyum pada Hana. “Kamu sepertinya bukan dari negara ini. Dari aksen bicara kamu, sepertinya kamu dari Indonesia, benar?”Hana mengulum senyuman dan menganggukkan kepalanya seraya berkata, “Benar, saya kemari hendak mengikuti audisi di lantai lima.”“Oh, begitu rupanya. Apa kamu di Indonesia juga seorang model?” tanya David serius.“Iya, saya seorang model pendatang baru di Indonesia.
Hana memberhentikan taksi yang kebetulan lewat di depan gedung tempat dia melakukan audisi. Dia segera menyebutkan alamat yang akan dituju, yaitu pusat perbelanjaan tempat dia diantar oleh suaminya tadi pagi.Setibanya di depan pusat perbelanjaan itu, Hana bergegas turun dan melesat masuk ke dalam gedung lalu mulai berbelanja. Ponselnya berdering kala dia sedang mencoba high heels berwarna coklat susu.“Pas banget Mas Dhika telepon di saat aku sudah ada di sini,” gumam Hana, yang langsung mengangkat panggilan telepon tersebut.“Halo, Mas,” sapa Hana ceria.“Halo, Han. Kamu masih ada di sana?” sahut Andhika.“Masih dong, Mas. Aku masih betah pilih-pilih sepatu,” sahut Hana beralasan. Dia lalu melirik high heels yang kini melekat di kakinya.“Ok, nanti aku jemput dan kita makan siang bareng kayak biasa. Aku tutup dulu teleponnya,” kata Andhika, yang lantas menutup sambungan teleponnya.Hana menarik napas lega ketika sambungan teleponnya telah berakhir. Dia kembali mematut di depan cermi