Kami pun masuk ke dalam ruang rapat. Aku memilih duduk tepat di hadapan Rendi yang kini tengah memperhatikanku sambil duduk melipat kedua tangannya di dada.
"Baiklah Pak Rendi, sesuai permintaan anda, Pak Galang kini sudah hadir di tengah-tengah kita. Bagaimana kalau kita mulai saja pembicaraan mengenai kontrak kerja sama kita?" ujar Satria, memimpin meeting.Meeting pun akhirnya berjalan alot. Mereka ternyata merasa biaya yang kami bebankan terlalu tinggi. Padahal semua sudah dijelaskan di proposal awal.Rasanya aku benar-benar ingin membatalkan proyek ini seluruhnya. Terlihat jelas sekali tidak profesionalnya Dyna Corp, karena meminta perubahan setelah menandatangani kontrak kerjasama. Terutama karena melihat Rendi, dia datang ke sini pun hanya ongkang-ongkang kaki. Yang berbicara dan bernegosiasi adalah anak buahnya sendiri.Setelah meeting selesai dan kesepakatan baru tercapai. Rendi mengajak kita semua untuk makan siang bersama."BKini aku berjalan sendiri di tengah keramaian mall, menikmati setiap detik kesendirianku bersama lalu lalang orang-orang. Setelah kejadian kemarin di pesta Pak Andre dan di kantor, membuatku sadar aku kini takut untuk bertemu orang.Maka dari itu kini aku berada di sini. Mencoba berdamai dengan diri. Membiasakan untuk bertemu dengan orang-orang lagi. Aku tak tahu apa ini efektif atau tidak. Yang pasti kini aku mulai merasa terbiasa. Tanpa sengaja aku melihat sepasang suami istri yang tengah bergandengan tangan dengan mesra, memasuki salah satu toko pakaian wanita. Melihat mereka membuatku kembali mengingat Alika. Dulu sebelum Wulan datang, cukup sering aku mengajaknya untuk jalan-jalan ke mall. Membiarkannya berbelanja, menghabiskan seluruh isi dompetku.Tapi tidak, Alika tidak pernah melakukannya. Dia hanya membeli seperlunya untuk dirinya sendiri, lalu sibuk mencari untuk yang lainnya seisi rumah. Aku, Alesha, dan Ibu tentunya.Berbeda dengan A
Wulan pun mengatupkan tangan pada mulutnya. Mungkin ia mengingatnya, merasa bersalah, atau tak mengira aku melakukan itu padanya karena balas dendam pada Alika."Sudah ingat?""A-aku tak sengaja melakukannya waktu itu!"elaknya."Kalau begitu yang ini pun kau tak sengaja?"Kuambil kopi dingin yang kupesan, lalu menumpahkannya ke baju Wulan begitu saja. Wulan melongo tak dapat berkata-kata.Tak cukup sampai disitu, kutumpahkan lagi eskrim yang juga sengaja kupesan tadi kembali ke baju Wulan sehingga membuatnya nampak semakin kotor."Kau tak ingin Alika terlihat cantik kan? Tapi sayang, Alika tetap cantik walau banyak noda."Wulan masih saja melongo, lalu nampak risih dengan semua tumpahan yang mengenainya."Ini belum seberapa Wulan, dari semua yang kau lakukan pada Alika!"Kini Wulan menatapku dengan penuh emosi. Matanya menyiratkan kemarahan yang amat sangat. Tentu saja, karena ia kini tak lagi tamp
Setelah semua yang kulakukan beberapa hari ini, rasa rindu tiba-tiba menyeruak dalam dada pada Alika dan Alesha.Rasanya sungguh berat harus menahan rindu pada orang-orang yang tak bisa kutemui lagi.Maka demi membunuh rinduku, kuputuskan untuk pergi mengunjungi makam Alika dan berencana menemui Alesha. Berharap Bapak nanti mau memberikan izin agar aku bisa bertemu anakku.Kini aku berdiri sendiri di tengah terik matahari. Memandangi tumpukan tanah dengan batu nisan itu. Kembali mengeja namanya yang telah kuhapal diluar kepala, berulang kali. Meresapi setiap waktu bersamanya walau beda dunia."Alika, jika kau masih hidup, mau kah kamu memberi maafmu padaku atas semua yang telah kulakukan?""Aku tahu, kesalahanku tak termaafkan, membawamu kedalam neraka dunia, mengabaikanmu juga Alesha, tak peduli dengan kondisimu sama sekali. Hingga kau memilih nekat bunuh diri.""Tapi kau tahu juga 'kan, aku mencintaimu, dan akan menci
"Hai, Om! Aku Alesha Putri Gunawan." sapanya manis sambil membungkuk layaknya seorang putri. Ah ... Alesha kau membuatku jatuh hati."Hai, Alesha, kamu cantik sekali!" sapaku balik menjawabnya."Pasti dong, kan kata Kakek aku cantik, mirip dengan ibuku!" jawabnya manis. Ya, Aleshaku begitu mirip dengan Alika, bahkan mungkin nanti ketika Alesha beranjak dewasa, ia akan tumbuh percis seperti Alika."Tante ... Ales pengen main ke dalam ya! please ...!" rengeknya kemudian, pastinya tak sabar ingin bisa segera menikmati permainan."Iya, iya. Tapi ingat hati hati ya di dalam, jangan lama-lama!" ujar Hilya sembari mempersiapkan Alesha untuk masuk ke dalam arena bermain anak-anak."Maaf ya Mas, aku harus memperkenalkanmu sebagai temanku dengan nama yang berbeda. Kau tahu, Alesha begitu pintar. Ia pasti akan menceritakan pada Bapak dan Ibu tentang pertemuan denganmu. Aku tak mau Bapak dan Ibu marah karena tahu aku membiarkanmu bertemu dan bermain
Aku bergegas masuk ke dalam rumah. Mencari keberadaan Ibu diseluruh penjuru rumah ini. Memastikan lagi bahwa ia memang tak ada."Ibu ..., Ibu ...!" Kupanggil namanya dengan lantang, berharap ia akan menyahut. Namun memang nihil, Ibu tak ada di mana pun. "Pak Beno, coba hubungi Pak David lagi!" titahku Pada Pak Beno, salah satu securityku yang lain."Sudah Pak, saya dan juga pihak yayasan terus menghubunginya. Tapi memang ponselnya mati," jawabnya sungguh-sungguh Kemana perginya Ibu? Kenapa bisa bersamaan dengan hilangnya Pak David juga? Apa mereka telah merencanakan semua ini sebelumnya? Atau jangan-jangan mereka diculik atau menjadi korban pencurian?Gegas aku mencari lagi disekeliling rumah. Sekalian juga mencari tahu, apakah ada barang yang hilang atau hal yang mencurigakan. Kuminta juga bantuan Pak Beno untuk mencari setiap sudut rumah."Pak Beno, bantu aku cari di setiap sudut rumah. Halaman depan dan belakang juga jangan sampai terlewat!"Kami pun berpisah untuk mencari ke se
Tak ingin buang-buang waktu aku berangkat menaiki ojeg online menuju Rumah Pak Andre di ujung kota ini. Karena jika mengendarai mobil, bisa dipastikan aku akan terjebak macet dan kehilangan banyak waktu. Tak sampai setengah jam aku sudah sampai di rumah Pak Andre yang begitu besar. Di dalam rumah ini terdapat basement, untuk memarkirkan koleksi mobilnya, ada juga lift yang menghubungkan 4 lantai rumahnya ini dan juga kolam renang yang luas.Dulu saat aku masih bekerja padanya, aku selalu ikut berenang di rumahnya ini. Kami pun kadang berlomba mencari tahu siapa yang paling tangkas. "Galang! Senangnya aku dikunjungi olehmu lagi!" sapa Pak Andre, yang ternyata telah menungguku."Aku yang senang karena Bapak masih mau menerimaku ini di sela-sela kesibukan Pak Andre," jawabku."Alah, aku sudah pensiun dalam bisnis, Lang. Sekarang tinggal menikmati hidup saja. Aku sudah melepaskan perusahaan pada anak-ana," terangnya, sambil kami berjalan beriringan masuk kedalam rumah bak istana itu. "
Ditengah permainan catur selepas makan siang tadi, Pak Andre menerima telepon yang sepertinya cukup penting. Aku tentu tak melewatkan kesempatan ini untuk mencari di mana Ibu berada. Dengan beralasan ke kamar kecil, aku mengelilingi rumah Pak Andre, berharap bisa bertemu dengan Ibu dan juga Wulan.Ternyata cukup sulit menemukan keberadaan mereka di rumah yang sebesar ini. Sudah kutelusuri semua lorong rumah, mencari dari kamar ke kamar, tapi belum juga kudapati tanda-tanda keberadaan mereka.Hingga aku pun menyerah, memilih untuk kembali saja. Aku khawatir Pak Andre akan mencurigaiku karena pergi terlalu lama. Namun, tiba-tiba aku melihat sosok Ibu tengah berlari menjauh dari tempatku berada. Nampaknya Ibu lebih dulu mengetahui keberadaanku, lalu ia pun berusaha kabur dariku."Mau kemana, Bu?" tanyaku, seraya menarik lengannya kasar. Ibu nampak amat ketakutan, ia menggeliat, berusaha melepas cengkraman tanganku, agar tak bisa kabur lagi dariku.Kulihat Ibu tengah membawa tas yang cuku
"Pak Leo, ini kita mau kemana ya? Bukannya tadi kubilang kita ke Perumahan Azalea ya? Kenapa ini jalannya berbeda?" tanya Wulan saat ia mulai menyadari bahwa aku tak menbawa mereka ke tempat seharusnya.Tentu saja tak kugubris pertanyaannya. Tetap fokus menyetir mobil, membawa mereka ke tempat di mana seharusnya mereka berada."Pak Leo! Mau kemana kita sih? Kenapa kamu malah membawa kami menjauhi tempat yang aku perintahkan?" protes Wulan kini, terdengar mulai panik."Wulan, kita mau dibawa kemana ini sebenarnya? Kau mau membawaku menyewa sebuah rumah di komplek perumahan elit itu kan?" Ibu kini terdengar tak kalah paniknya. "Kenapa ini seperti jalan mau ke ...." Entah kenapa Ibu tak menyelsaikan ucapannya. Pastinya Ibu dan Wulan tahu jalan yang dilalui ini menuju kemana."Ah sudah Bu, jangan buat aku tambah panik ya! Please Ibu diam saja nanti tahu beres!" ucap Wulan pada Ibu lagi lebih keras kini."Pak Leo! Aku tanya sekali lagi. Kau mau membawa kita kemana?" Kini Wulan membentak d