"Alina!" Aku langsung menghentikan langkah saat mendengar pekik seseorang memanggil namaku dari belakang, ketika baru saja menginjakkan kaki dilantai dua mall ini, segera saja kubalikkan badan, mencari tahu siapa gerangan.Wanita itu menatapku tajam, nafasnya masih terengah-engah dengan satu tangan diletakkan di atas dada, menandakan dirinya baru saja berlari dengan maksud mengejarku. Mata itu masih menyiratkan kebencian padaku. Sebisa mungkin aku berusaha bersikap tenang dihadapannya, meski sesungguhnya aku terkejut melihat keberadaannya disini."Kania, kau ... ada apa memanggilku?" Tanyaku."Kenapa kau tak pergi saja, sejauh mungkin dari kota ini, Alina?" Untuk sekian detik aku tertegun mendengar ucapan yang begitu lancang, siapa dia, dengan berani mengaturku?Aku menghela nafas panjang, aku tak ingin amarah yang seketika menjalar ini, akan membuatku terbakar. "Kita bicara disana, aku tak ingin menarik perhatian banyak orang disini," ajakku
"Apa!""Kau bilang kemarin bertemu dengan pelakor itu, Alina?" Tanya Nisa dengan membeliakkan mata padaku."Iya, kami juga sempat bicara," jawabku santai sambil mengunyah sebutir apel."Lalu?""Apa?""Yah, kau tak menjambaknya, menamparnya, atau apalah tindakan bar bar yang biasa dilakukan istri sah pada pelakor seperti dalam cerita cerita novel pelakor?" Cecar Nisa."Tidak, kami hanya bicara," jawabku."Ah, coba kalau aku, sudah aku Jambak, kutampar, bila perlu bikin video biar bisa di Viralkan," gerutu Nisa."Dasar otak bar bar, kau lupa jika aku hamil, mau janinku kenapa kenapa, hah? Aku masih waras, lagipula, jika aku bertindak kasar seperti itu, sama saja seperti aku berharap ingin kembali pada Mas Bayu." "Ah, iya. Aku lupa jika kau hamil, Alina."" Jujur saja, aku tak bisa membaca jalan pikiranmu." "Maka tak perlu dibaca, nanti kau bisa tersesat dalam pikiranku. Sudahlah, lama lama omonganmu ngelantur, Nisa." Aku melotot padan
"Kenapa kau tetap bertahan menikahinya jika sejak awal kau tahu ia sering berbuat kasar seperti ini padamu. Mbak?""Karena aku mencintainya, mbak Alina."Aku menghela nafas, lagi lagi cinta yang menjadi alasan. Alasan yang sama denganku, alasan yang membuatku selama ini bertahan dengan Mas Bayu. Kulirik Desi masih meringis menahan rasa sakit. Sejenak terpikir olehku, apa yang dialami Desi, juga terjadi dibeberapa wanita lainnya. Entah mengapa, ada rasa syukur dihatiku, meskipun Mas Bayu tidak mencintaiku tetapi Ia tak pernah menyakiti fisikku."Kau akan bertahan dengannya meskipun kau akan sering menerima kekerasan seperti ini?" Tanyaku."Aku sudah menikah dengannya, Mbak, dan sebisa mungkin aku akan bertahan, aku tak ingin membuat malu kedua orang tuaku. Apa kata orang jika baru saja menikah kami sudah bercerai? Aku tidak ingin membuat malu kedua orang tua karena masalah rumah tanggaku."Lagi lagi, aku menghela nafas. Mengapa selalu seperti ini, mengap
Aku tak mungkin salah mengenali, sosok yang berdiri di samping Jeni benar benar Kania.Haruskah aku bertanya pada Bu Maryam, apa hubungan mereka berdua, dan dimana Jeni sekarang berada?**Kupandangi wajah itu berulang kali, memastikan jika penglihatanku tidak salah, aku tak menyangka jika Kania dan Jeni ternyata saling mengenal.Kebetulan kah ini?Bu Maryam masih menceritakan kilas balik saat Jeni kuliah. Entah mengapa, ada getar kesedihan yang kutangkap saat ia bercerita.Aku dan Mas Reyhan, tak menyela sepatah kata pun ketika Bu Maryam bercerita, kulirik Mas Reyhan menatap sendu ibunya, lalu mengenggam tangan ibunya."Ma, mama tak apa apa?"Kulihat, mata Bu Maryam berkaca kaca, membuatku merasa bersalah, Karena lancang telah membuatnya menceritakan sesuatu yang mengiris hatinya, sesuatu yang ingin dilupakannya."Maaf Bu, saya tidak bermaksud ...""Tidak apa apa, bukan salah nak Alina, saya hanya teringat saja," cepat, Bu Maryam me
"Apa yang terjadi pada Jeni setelah pengkhianatan Kania terbongkar, apakah Kania yang menjadi penyebab Kematiannya. Entahlah, yang jelas aku tetap akan meminta Mas Reyhan untuk melanjutkan ceritanya padaku. Rasa penasaran ini harus kupuaskan.**"Maaf mbak, aku jadi merepotkan," lirih Desi terisak."Tak apa apa, aku justru mengkhawatirkan kandunganmu, mbak.""Tak apa apa," jawabnya.Aku memintanya untuk berbaring dikamarku. Aku tahu saat ini yang dibutuhkannya adalah berpikir jernih. Kutinggalkan ia sebentar karena kudengar langkah kaki di teras depan.Beberapa warga bergerombol, melihat Syarief yang masih mengoceh dan memaki Mas Reyhan karena ikut campur dalam urusannya, membuat salah seorang warga kesal hingga memukulnya."Dinginkan dulu kepalamu, baru mulutmu itu boleh memaki lagi. Dasar pemabuk. Kau tak tahu siapa Mas Reyhan.""Sudah Mas, usir saja orang ini dari sini, bikin malu saja.""Laki laki beraninya mukulin istri, dasar
Sehari sebelum akad nikah.PoV Kania.Kupandangi kebaya pengantinku. Yang tergantung di sebelah meja rias ini. Kebaya yang didesain oleh seorang perancang busana favorit selebriti itu terlihat sangat memukau. Kebaya dengan kilauan permata Swarovski di bagian dadanya ini, benar benar terlihat mewah dan elegan.Aku duduk menatap wajahku dicermin. Suara suara sumbang yang mengutukku itu sebentar lagi akan menghilang. Semua kutukan itu tak akan terjadi padaku. Karena esok adalah hari pernikahanku.Sejak kemarin sore aku, mama dan Keysa, sudah berada di hotel ini. Hotel yang terdekat dengan lokasi pernikahanku.Sudah satu jam aku menunggu kabar dari Mas Bayu. Tadi siang, ia memberi kabar padaku dan mengatakan bahwa dirinya bersama beberapa orang kerabat, dalam perjalanan dari Jakarta menuju Bandung.Pernikahan kami memang akan digelar di Bandung. Konsep pernikahan outdoor menjadi pilihanku, dan kota Bandung kupilih karena ini adalah kota dimana hampir seluruh
Aku tersenyum puas ketika memandang koperku, persiapan untuk berlibur ke Jogja sudah hampir selesai, tinggal menunggu besok akan berangkat.Seminggu berlalu setelah kejadian yang menimpa Desi. Namun, kisruh rumah tangganya masih sesekali terdengar dibicarakan warga. Sedang suaminya pergi setelah warga mengusir dan memarahinya. Insiden seminggu yang lalu itu, cukup viral, banyak warga yang akhirnya datang ke komplek kontrakan ini sekedar untuk mencari bahan gosip. Mas Reyhan bahkan sempat menegur seorang ibu yang terlalu memaksa bertanya padaku mengenai kejadian itu, ketika ia datang mengambil copy KTP ku.Cuaca hari ini cukup cerah, secerah hatiku saat ini, perasaanku mulai ringan. Sedikit demi sedikit aku mulai bisa melepas sosok Mas Bayu. Meski sesekali kadang masih terpikir bagaimana keadaannya sekarang, namun, hatiku tak begitu sesak kala pikiran itu melintas.Kisah Jeni benar benar menguras emosiku. Aku bisa mengerti mengapa ibu mertuaku dulu menolak keras
PoV. Kania.Pagi pun menjelang, namun, aku masih diam terpaku menatap wajahku dicermin. Wajah itu sembab dengan mata yang masih memerah karena menangis.Sejak tadi Keysa menemaniku. Mama yang memintanya agar tidak meninggalkan ku sendiri, karena mama pergi kerumah sakit tempat Mas Bayu dirawat.Aku masih geram dan marah atas semua yang terjadi. Mengapa semua ini harus menimpaku? Pernikahanku tak mungkin bisa diundur. Semua persiapan sudah rampung hanya tinggal menunggu pelaksanaannya saja.Sudah pukul enam pagi, namun, mama belum juga memberikan kabar. Apa saja yang dikerjakan mama disana hingga belum juga bisa mengabariku?Mas Bayu belum mati, ia hanya kecelakaan. Bukankah gampang langsung mengajaknya kesini saja? Apa perlu aku sendiri yang mendorong kursi rodanya hingga kehadapan penghulu?Berkali kali aku berdecak kesal, kuremas rambutku mengingat semua kesialan ini, tanganku mengepal kuat. Aku marah. Kesal. Semua perasaan bercampur aduk jadi satu.