Share

Enam

Author: Siti Aisyah
last update Last Updated: 2022-06-28 11:36:24

Kuusap dada perlahan untuk menetralkan irama jantung yang mendadak tidak karuan. 

Aku mengorek telinga, barangkali kotor sehingga salah dengar. Mana mungkin bapak punya utang sebanyak itu? Kalau iya, kenapa selama ini terlihat tenang-tenang saja dan seolah tidak ada beban? 

"Bapak punya utang 50 juta? Nggak salah utangnya sebanyak itu? Lima juta kali?" tanyaku masih dengan berbisik dan kututup mulutku dengan tangan agar Pak Purnama tidak ikut mendengarnya.

Bapak menghela napas panjang. "Iya, benar emang segitu. Kamu pikir usaha peternakan bebek Itu modalnya sedikit apa? Menyewa lahan, beli bebeknya yang sudah siap bertelur  itu lumayan mahal dan dalam jumlah banyak, beli vitamin, beli pakan, gaji karyawan karena kita tidak bisa mengerjakan sendiri. Kamu tahu sendiri, kan, karyawan kita banyak dan semuanya minta digaji kecuali Vira? Belum lagi untuk beli lampu sebagai penerangan, serta printilan yang lainnya. Yah pokoknya banyak lah. Bapak jelaskan panjang lebar dan detail kamu juga nggak akan paham karena yang kamu tahu hanya minta uang saja," jawab bapak kesal. 

 Otakku merespon ucapan Bapak. Iya usaha peternakan bebek milik Bapak memang tidak tanggung-tanggung. Di awal Bapak langsung membeli bebek yang sangat banyak karena sekalian, rugi katanya jika hanya sedikit dan itu memang ada benarnya kalau mau usaha sebaiknya jangan setengah-setengah.

Setelah usaha mebel milik keluarga kami bangkrut, Bapak ingin menjadi peternak ayam petelur, tetapi kata orang lebih baik beternak bebek saja karena peternak bebek tidak terlalu banyak risikonya. 

Aku nggak pernah ambil pusing dengan usaha bapak. Mau ternak bebek atau ayam terserah, toh aku juga tidak ikut mengelolanya. Yang penting aku bisa makan dan setiap kali  minta uang untuk shopping shopping maupun ke salon uangnya ada.

"Tetapi, uang bapak saat ini lebih dari itu, kan?" tanyaku lagi dan berharap ia mengangguk. 

"hem hem hem, kenapa kalian malah berbisik-bisik seperti itu? Bagaimana? uangnya sudah ada, kan?" tanya Pak Purnama menghentikan percakapan kami yang berbisik. 

Kuusap wajah kasar lalu tersenyum. Gengsi dong, kalau sampai terlihat gugup.

"Tentu, bapak pasti bisa bayar utangnya, iya, kan, Pak? utang Bapak berapa?" tanyaku pura-pura tidak tahu. Aku ingin mendengar dari Pak Purnama bukan hanya dari bapak saja. 

"Lima puluh juta," jawab Pak Purnama santai. 

"Apa? 50 juta?" Aku pura-pura kaget meski nominal uang yang disebutkan Pak Purnama sama dengan yang dibilang bapak. 

Aku tertawa hingga membuat dahi bapak mengernyit. "Tidak mungkin Bapak  punya utang 50 juta karena selama ini terlihat tenang tenang saja dan seolah tidak punya beban. Yang aku tahu, ya, Pak, orang yang punya utang itu badannya nggak mungkin terlihat segar seperti ini. Ia pasti kurus kering karena pikiran tidak tenang, makan juga nggak enak, tidur pun tidak nyenyak, bahkan ada juga loh  yang rambutnya sampai rontok karena terlalu banyak utang, sedangkan Bapak terlihat segar bugar, bahkan terlihat lebih muda dari usia yang sebenarnya," jawabku panjang lebar. 

Aku tersenyum setelah berhasil memberikan argumen yang masuk akal.

Pak Purnama menggeleng, mungkin ia salut dengan kepandaianku, "jelaskan pada anakmu ini kalau utang kamu memang 50 juta dan akan dibayarkan secepatnya karena mau kugunakan untuk modal nikah Elang."

"Iya, aku pasti bayar, kok. Cuma 50 juta, kan? Bagiku itu sangat kecil. iya, kan, Bu?" Kali ini bapak melirik ibu dan ibu tersenyum. 

"Iyalah,  Pak. 50 juta itu kecil bagi kita karena omzet peternakan bebek kita aja lebih dari itu dalam sebulan," jawab ibu dengan senyum lebar. 

Wow, benarkah omzet peternakan bebek itu bisa mencapai 50 juta sebulan? Kok aku nggak pernah tahu, ya? 

"Kalau gitu, aku mau minta uangnya sekarang juga agar sekalian bisa kujadikan mahar untuk Vira," kata Pak Purnama. 

"Apa? Uang sebanyak lima puluh juta mau kamu jadikan mahar untuk Vira?" tanya Bapak dengan nada tinggi. 

"Tadi kamu bilang kalau segitu sedikit alias kecil, kenapa sekarang mendadak jadi banyak?" 

Bapak kembali menggaruk kepadanya. "Iya, maksudku, uang segitu kalau bagi kami memang kecil, tetapi kalau untuk mahar si Vira, ya, kebanyakan." 

"Arman, aku mau uangku kembali sekarang juga dan saat uang itu sudah berada di tanganku nanti, terserah mau kubuat apa. Yang penting uang itu sudah ada sekarang." Pak Purnama mengulurkan tangannya. 

"Purnama, aku pasti bayar, kok, tetapi tidak sekarang karena uangku saat ini masih kusimpan di bank. Kamu tahu sendiri, kan, kalau menyimpan uang di rumah itu tidak aman." Bapak tersenyum. 

Diam-diam aku mengakui kepintaran bapakku ini dalam mencari alasan agar tidak ditagih utang. 

"Betul itu, Pak. Menyimpan uang di rumah itu tidak aman apalagi di rumah ini ada orang lain yang ikut tinggal," sahutku sambil melirik Vira yang sedari tadi diam saja. 

"Kamu nggak usah khawatir. Aku akan menunggumu ke bank dan ambil uangnya sekarang juga. Nggak sampai setengah jam, kan?" kata Pak Purnama. 

"Ya elah, Purnama, Purnama. Aku pasti bayar utang, kok, tetapi tidak sekarang. Apakah kamu tidak percaya dengan orang yang pernah menjadi sahabatmu ini?" kata bapak. 

Pak Purnama menghela napas. "Tadi bilang sudah tidak ingin menjadi sahabatku lagi saat tahu kami tidak punya apa-apa, tetapi saat ditagih utang mendadak ingat kalau kita pernah dekat agar bisa mangkir dari bayar utang. Bagaimana, sih, kamu ini, Man. Jadi orang, kok, tidak punya pendirian." 

"Bukannya aku mau mangkir bayar utang, cuma aku nggak mau kamu menunggu terlalu lama di sini saat aku mengambil uang di bank karena jarak dari sini ke bank lumayan jauh," kata bapak. 

Tiba-tiba Elang tertawa. "Kalau Bapak memang berniat mau bayar utang, kan, bisa kirim melalui aplikasi M-banking. Transfer uang dengan mudah di mana pun kita berada tanpa perlu repot ke bank," 

"M--M--banking? Apa itu?" tanya Bapak. 

Tepuk jidat

    

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita yang Menolak Lamaranku   Lima puluh enam ( ending)

    Wanita yang menolak lamaran ku 56Buru-buru aku mengambil ponsel untuk menghubungi Citra, sementara Mas Elang keluar menyusul ibunya Malik untuk memberitahukan berita gembira ini.Aku lega, jika Malik sadar, itu artinya Citra bisa keluar dari rumahku. Iya, selama Citra ada di rumah, aku memang sedikit was-was akan terjadi sesuatu yang buruk, apalagi Mas Elang begitu perhatian pada Citra dan anaknya itu. Saat aku menghubungi Citra, terdengar bayinya sedang menangis. "Halo, Cit. Kamu harus ke rumah sakit sekarang juga. Malik__Telepon terputus sebelum aku selesai berbicara dan saat aku hendak menghubunginya lagi, sudah tidak diangkat. Ya sudahlah, yang penting dia akan segera ke sini untuk menjemput MalikBu Retno bersama Mas Elang berjalan tergesa menuju ruangan, namun dokter segera datang memeriksa keadaan Malik dan memberi isyarat agar kami tidak mendekat dulu karena dia sedang diperiksa. Setelah beberapa lama akhirnya dokter mempersilahkan kami untuk mendekat usai memastikan bahwa

  • Wanita yang Menolak Lamaranku   Lima puluh lima

    Wanita yang menolak lamaran ku 55PoV Vira"Kamu pasti akan meminta Citra untuk pulang ke rumahnya setelah Malik sembuh, kan, Mas?" tanyaku saat kami berdua berada di dalam kamar.Entah kenapa perasaanku tidak enak semenjak Citra serta kedua orang tuanya ikut tinggal di sini meski mereka bilang hanya sementara, sampai Malik sadar. Ketakutanku ini bukan tanpa alasan. Tadi aku ingin memanggil Citra untuk ikut makan bersama, tetapi sudah keduluan Mas Elang. Akhirnya aku hanya berhenti di depan pintu. "Sini bayinya biar sama aku dulu kalau kamu mau makan," kata Mas Elang. Bayi mungil itu sedang dalam pangkuan Citra sementara paman dan bibi juga tidak ada di kamar. Mereka berdua sedang berjalan-jalan berkeliling rumah ini. "Enggak usah, Lang. Dia bisa di tidurkan saat aku makan." Citra tersenyum lalu meletakkan bayi itu di kasur lalu memberinya selimut kecil berwarna biru bergambar kartun. Bayi yang awalnya diam dan tertidur nyenyak itu menangis saat diletakkan dan tangisannya cukup k

  • Wanita yang Menolak Lamaranku   Lima puluh empat

    Wanita yang menolak lamaran ku 54"Ada rencana apa, ya, kok sepertinya serius?" tanya Vira sambil menurunkan minuman yang dibawanya. Aku dan ibu saling berpandangan, lalu ibu nyengir dan menggaruk tengkuk. "Itu rencana Citra untuk punya anak laki-laki. Jadi gini, Vir, saat hamil, Citra itu selalu makan makanan yang mengandung protein agar anaknya laki-laki dan sekarang anaknya beneran laki-laki, kan? Itu artinya apa yang terjadi sesuai dengan yang ia rencanakan. Iya, kan, Cit?"Vira manggut-manggut. "Oh, iya, tetapi setiap aku datang ke rumah Citra, ia pasti sedang makan sayur-sayuran hijau," Tepuk jidat. Entah kenapa setiap kali Vira datang ke rumahku pasti sedang makan dan seperti biasa aku sedang makan dengan sayuran karena hanya itu yang ada. Makan telur rebus hanya dua kali sehari dan bukan pada saat Vira datang. "Ya udah. Sekarang minum dulu, ya. Kalau ada apa-apa nanti bilang saja sama Bik Nur." Vira tersenyum manis. Kubalas senyumannya dan mengangguk. Dia memang beruntung

  • Wanita yang Menolak Lamaranku   Lima puluh tiga

    Wanita yang Menolak Lamaranku 53"Aku nggak mau pulang, Bu. Aku ingin tetap di sini. Belahan jiwaku ada disini, tidak mungkin aku pergi meninggalkannya begitu saja." Aku menunduk. "Aku merasa seperti pengecut jika pulang meninggalkan suamiku di sini dalam keadaan koma. Aku ingin dia melihat aku yang pertama kali saat ia sadar nanti." "Citra, kamu harus pulang. Kasihan anak kamu. Kamu juga perlu istirahat. Percayalah, Malik pasti akan baik-baik saja. Kalau dia sadar, Ibu pasti akan segera hubungi kamu," kata ibu mertua mengusap pundakku dengan lembut. Wanita yang beberapa saat yang lalu sempat pingsan setelah mendengar berita mengenai musibah yang menimpa anaknya tersenyum dan mengangguk padaku untuk memberi isyarat agar aku mau menerima tawaran Vira. "Semua ini salahku, Bu. Seandainya aku tidak memaksa Mas Malik untuk mengantarku beli es buah, pasti tidak akan seperti ini keadaannya." Ibu mertua mengulurkan tangan lalu mendekatkan telunjuk di bibirku. "Ssst, jangan bilang sepert

  • Wanita yang Menolak Lamaranku   Lima puluh dua

    Wanita yang Menolak Lamaranku 52Es buah di tanganku terlepas melihat Mas Malik tertabrak mobil karena menyelamatkan Vira dan Elang yang akan ditabrak mobil dengan cara mendorong mereka ke tepi jalan. Ia terpental hingga membentur aspal. Sedangkan mobil yang menabraknya langsung tancap gas, tidak peduli dengan orang yang sudah ditabraknya. Aku tidak peduli, yang ada di pikiranku saat ini hanya satu yaitu keselamatan Mas Malik. Mengenai si penabrak bisa diurus nanti. Semua terjadi begitu cepat. Aku berlari dan menjerit histeris memanggil namanya yang sudah tergeletak di jalan. Entah apa yang ada di pikirannya sehingga ia memutuskan membahayakan diri sendiri seperti ini demi orang lain. Apakah ia tidak tahu kalau aku begitu membutuhkannya. Suasana jalan yang tadinya rame lancar mendadak macet karena adanya kecelakaan ini.Aku berlari tanpa mempedulikan perutku yang besar ini. Kakiku terasa ringan seolah tidak membawa ada apa-apa di perutku ini. Vira dan Elang masih terjerembab di pin

  • Wanita yang Menolak Lamaranku   Lima puluh satu

    Wanita yang Menolak Lamaranku 51Ibu terlihat lebih segar daripada dulu saat aku berkunjung ke rumah. Tubuhnya juga sedikit lebih berisi, wajahnya cerah, tidak pucat lagi. Pun dengan bapak, lelaki yang merupakan cinta pertamaku itu terlihat gagah di usianya yang sudah tidak lagi muda. Saat bapak dan ibu datang, aku sedang makan dan kali ini aku makan dengan lauk telur rebus plus oseng labu. Lidah ini memang sudah terbiasa mengecap makanan sederhana tapi jangan ditanya nikmatnya luar biasa.Awalnya mau berangkat ke rumah ibu, tetapi ibu mertua meminta kami untuk makan dulu. Iya, sejak aku hamil, wanita yang sudah melahirkan suamiku itu paling cerewet mengenai urusan makan dan nggak boleh makan sembarangan. "Kamu makan menggunakan alas cobek seperti ini, sedangkan yang lain menggunakan piring?" tanya ibu.Tepuk jidat. Kalau diperhatikan sekilas, aku memang seperti dibedakan di rumah ini. Yang lain makan memakai piring dan aku cukup dengan cobek saja. Kesannya aku adalah menantu yang t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status