Share

Lima

Kami bertiga berpandangan mendengar ucapan calon mertuanya Vira yang ingin mengadakan pesta secara besar-besaran. Tidak lama meledaklah tawa kami hingga suaranya menggema di ruangan ini. 

Air mata ibuku sampai berderai. Mungkin ia juga merasakan apa yang kurasakan saat ini yaitu heran dengan ayahnya Elang yang tingkat kehaluannya tidak tanggung-tanggung itu. Bagaimana mungkin mereka bisa mengadakan pesta mewah? Apakah mereka pikir tidak butuh biaya? 

"Anda sehat?" tanyaku setelah puas tertawa hingga perutku sakit. 

"Kenapa?" lelaki berkumis itu malah balik tanya. 

Sepertinya ia tidak sadar kalau ucapannya cukup menggelitik. 

"Tadi bilang ingin mengadakan pesta besar-besaran pada pernikahan Vira dan Elang, kan?" tanyaku sambil mengusap air mata tawa.

"Iya. Memangnya kenapa? Salah?" Pak Purnama mengendikkan bahu. 

Berulang kali Elang mencubit tangan ayahnya itu, tetapi tidak digubris. Mulutnya masih saja mencerocos. 

"Elang adalah anak laki-laki kami satu-satunya. Kamu tahu sendiri, kan, Man, kalau aku punya dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan?" kata Pak Purnama. Kali ini ia menatap bapak. 

Bapak mengangguk. "Iya, aku tahu. Kenapa? kalau Elang anak kamu satu-satunya? Apakah ada yang istimewa?" 

"Iya, aku ingin mengadakan pesta meriah agar dia bahagia."

Bapak tepuk jidat. "Membahagiakan anak boleh-boleh saja. Menghalu juga boleh karena itu gratis, tetapi jangan terlalu tinggi. Nanti kalau jatuh sakit, loh."

"Betul itu daripada buat pesta meriah yang pasti harus menggelontorkan biaya yang tidak sedikit, lebih baik uangnya untuk beli beras saja," sahut ibu. 

"Tetapi, kami__

Lelaki itu tidak melanjutkan kata-katanya setelah Elang mencubit dan melotot pada sang ayah. 

"Oh, iya aku sedang berkhayal. Seandainya aku punya banyak uang pasti pesta pernikahan Elang diadakan secara mewah dengan mengundang ribuan orang." Pak Purnama meringis sambil menautkan jari telunjuk dan jempol membentuk huruf O. 

 "Sayang, itu hanya mimpi. Makanya sekarang bangun, Pak, kalian itu hanya orang miskin. Tidak akan mampu mengadakan pesta mewah seperti putri raja karena yang akan mengadakan pesta mewah itu hanya aku bukan Vira. Karena apa? karena aku pasti dapat orang kaya yang punya segalanya sehingga untuk mengadakan acara pesta seperti yang kuinginkan tak perlu banyak mikir seperti kalian," ucapku sinis. 

Sebenarnya kalau dilihat-lihat pakaian ketiga orang itu cukup berkelas, tetapi aku tidak mau tertipu. Zaman sekarang tempat penyewaan baju banyak, kan? 

"Sekarang kita kembali ke dunia nyata kalau pernikahan kalian akan diadakan secara sederhana saja. Vira juga tidak keberatan, kan?" tanyaku sambil menatap Vira yang sedari hanya menunduk. 

Sepupuku yang menyebalkan itu mengangguk lemah. 

"Oh, iya, Vir. Setelah kamu nikah nanti, enggak usah, ya sering-sering datang ke sini. Anggap saja hubungan kita sudah selesai karena aku khawatir kamu ke sini cuman mau pinjam uang dengan alasan ada hubungan keluarga padahal kamu tahu sendiri kan kalau dari dulu hingga kini, kamu itu hanya pembantu di rumah kami tidak lebih," ucapku sinis. 

"Baik, aku pastikan setelah menikah nanti, aku tidak akan mengajak Vira datang ke rumah ini lagi karena kami juga malas sekali  bertemu dengan orang-orang sombong seperti kalian," jawab Elang. 

Aku mendengkus. Vira yang kuajak bicara, tetapi malah ia yang menanggapi.

"Kami orang kaya, nggak ada salahnya kalau sombong," sahut bapak yang tidak terima dengan ucapan Elang. 

"Arman, Kenapa kamu berubah?" tanya Pak Purnama. 

Dahi bapak mengernyit. "Berubah? Berubah apa maksudnya?"

Bapak lalu  tertawa lebar. "Oh, aku tahu aku berubah terlihat tampan, ya, Pur? Aku sekarang sudah punya banyak uang karena usaha peternakan bebek yang kurintis sudah maju dan itu menyebabkan aku bahagia. Bahagia membuat wajah seseorang menjadi lebih cerah meskipun sebenarnya kita ini sudah tidak muda lagi." 

Pak Purnama mengangguk. "Syukurlah kalau uang yang kamu pinjam untuk usaha itu sudah mulai menghasilkan. Itu artinya kamu bisa bayar utang, kan? 

"Maksudnya apa bayar utang?" tanya bapak. Mukanya mendadak pias dan dahinya berkerut. 

Kini giliran Pak Purnama yang tertawa. "Arman, kamu bilang waktu itu ingin pinjam uang karena butuh modal usaha. Usahamu baru saja bangkrut sehingga ekonomi keluargamu terpuruk. Sebagai seorang sahabat yang baik, aku meminjamimu uang. Kamu masih ingat?" 

Bapak menciut, lalu menggaruk kepalanya yang sudah pasti tidak gatal. 

"Aku masih ingat kamu datang padaku dengan wajah memelas karena butuh uang, tetapi sekarang kamu berubah sombong. Seandainya aku tahu kamu seperti ini, aku tidak akan mudah meminjamkan uang padamu," kata Pak Purnama. 

"Sudahlah, Pur. Itu hanya masa lalu. Sekarang roda kehidupan sudah berputar. Aku sudah hidup berkecukupan sekarang dan gantian kamu yang hidup susah karena bangkrut," kata Bapak. 

Lalu bapak tertawa renyah, seolah bahagia dengan penderitaan orang sahabatnya itu. 

"Baiklah, berhubung kamu sudah punya banyak uang,  kamu harus bayar utang secepatnya. Kalau perlu sebelum Elang dan Vira nikah agar dapat kugunakan untuk modal nikah. Bagaimana, Man, apakah uangnya sudah ada?" tanya Pak Purnama. 

Aku memegang tangan bapak, lalu berbisik di telinganya. "Utang Bapak sama dia berapa?" 

"Lima puluh juta, Cit." Bapak juga menjawab dengan berbisik. 

Lima puluh juta? O em ji, ingin rasanya aku menghilang saat ini juga. 

Aku tahu kalau bapak memang punya utang pada seseorang karena ia pernah bercerita dan Pak Purnama orangnya, tetapi aku baru tahu kalau utangnya sebanyak itu. 

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Putri Sari
lah katanya orang kaya d tagih hutang bingung
goodnovel comment avatar
dyandv1
Lah katanya orkay tapi bayar 50jt saja gak mampu
goodnovel comment avatar
Ruqi Ruqiyah
hahahaha mo ketawa lebih takut dosa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status