Beranda / Horor / Warung Kopi Dunia Bawah / Bab 40: Tamu Terakhir Sebelum Tutup

Share

Bab 40: Tamu Terakhir Sebelum Tutup

Penulis: D.Arluna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-16 14:26:40

Langit di atas gang sempit WarKoDuBa malam itu terasa lebih gelap dari biasanya. Seolah awan-awan menyingkir, membiarkan bintang-bintang mengintip dunia bawah dari kejauhan.

Dimas merapikan meja-meja dengan pelan. Wajahnya tenang, tapi matanya menyimpan kilau cemas yang sulit dijelaskan. Bukan takut, bukan lelah, tapi seperti sedang menunggu sesuatu.

Karina duduk di sudut, menatap lilin kecil di atas meja. “Malam ini... ada rasa yang menggantung,” gumamnya.

Toyo menggigil sambil menyapu lantai. “Aku mimpi tadi sore, Mas. Ada seseorang berdiri di depan warung. Bajunya penuh tambalan, matanya kosong. Dia bilang mau mampir... buat terakhir kali.”

Randi datang dengan laptop dan mikrofon clip-on.

“Aku dapet notifikasi aneh. Ada email masuk dari akun yang nggak punya domain. Judulnya ‘Pesanan Terakhir’. Terus isinya cuma: ‘Hanya bisa diseduh malam ini, hanya bisa disajikan dengan kejujuran.’”

---

Tepat pukul 11 malam, pintu warung terbuka pelan. Angin dingin menyusup masuk. Tak ada langkah,
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 40: Tamu Terakhir Sebelum Tutup

    Langit di atas gang sempit WarKoDuBa malam itu terasa lebih gelap dari biasanya. Seolah awan-awan menyingkir, membiarkan bintang-bintang mengintip dunia bawah dari kejauhan.Dimas merapikan meja-meja dengan pelan. Wajahnya tenang, tapi matanya menyimpan kilau cemas yang sulit dijelaskan. Bukan takut, bukan lelah, tapi seperti sedang menunggu sesuatu.Karina duduk di sudut, menatap lilin kecil di atas meja. “Malam ini... ada rasa yang menggantung,” gumamnya.Toyo menggigil sambil menyapu lantai. “Aku mimpi tadi sore, Mas. Ada seseorang berdiri di depan warung. Bajunya penuh tambalan, matanya kosong. Dia bilang mau mampir... buat terakhir kali.”Randi datang dengan laptop dan mikrofon clip-on.“Aku dapet notifikasi aneh. Ada email masuk dari akun yang nggak punya domain. Judulnya ‘Pesanan Terakhir’. Terus isinya cuma: ‘Hanya bisa diseduh malam ini, hanya bisa disajikan dengan kejujuran.’”---Tepat pukul 11 malam, pintu warung terbuka pelan. Angin dingin menyusup masuk. Tak ada langkah,

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 39: Pelanggan yang Tak Pernah Bayar

    WarKoDuBa pagi itu terasa... aneh. Bukan karena makhluk dari dimensi lain mampir, atau karena uap kopi tiba-tiba membentuk wajah mantan. Bukan juga karena Dimas mendadak menyeduh kopi sambil berdiri di atas kursi (lagi). Tapi karena sejak subuh, ada secarik kertas misterius menempel di pintu warung:> “Aku belum bayar, tapi rasanya sudah lunas. — Pengunjung setia.”Dimas membaca catatan itu sambil menggaruk kepala. “Lunas... tapi belum bayar? Ini... tagihan atau puisi?”Toyo mendekat sambil membawa papan pesanan. “Jangan-jangan... itu si Bapak berkumis tipis yang selalu duduk di pojok, tapi kalau kita ajak ngomong, dia cuma manggut sambil nunjuk langit?”Karina memandangi catatan itu dalam-dalam. “Aku pernah lihat tulisan kayak gini... di belakang amplop surat dari dunia sebelah.”Randi, sambil menyiapkan tripod, nyeletuk, “Wah ini bisa jadi konten: ‘5 Makhluk Gaib Paling Pelit Versi WarKoDuBa.’ Judulnya catchy banget.”---Hari berjalan seperti biasa, sampai Dimas membuka buku kas la

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 38: Kursi Nomor Empat Memanggil Lagi

    Pagi datang, namun WarKoDuBa belum buka seperti biasa.Bukan karena kesiangan. Tapi karena ada yang terasa... berat.Dimas membuka gorden jendela dan melihat kursi nomor empat. Kursi itu kosong, seperti biasa, tapi ada hawa berbeda. Seperti aroma kopi yang belum diseduh tapi sudah menyesakkan dada.Karina datang dengan ekspresi bingung. “Semalam... aku mimpi. Aku duduk di kursi itu, tapi semua warna di sekitarku menghilang. Hanya tinggal hitam putih.”Toyo menggigil saat lewat di depannya. “Mas... kursi itu... manggil aku.”Randi mengangkat alis sambil membawa tripod. “Apa jangan-jangan itu konten viral baru? ‘Kursi Kesepian, Duduk Sekali Jadi Mellow Seharian?’”Dimas mendesah. “Kayaknya kursi nomor empat belum selesai bicara.”---Siang harinya, pelanggan pertama datang. Seorang perempuan tua membawa tas kain berisi buku lusuh dan selembar foto anak kecil.Ia langsung menuju kursi nomor empat dan duduk tanpa ragu.“Kopi pahit, tanpa gula. Tapi... tambahkan sedikit rasa rindu,” pintan

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 37: Suara dari Bawah Meja

    Malam bergulir pelan. Suasana WarKoDuBa mulai tenang setelah drama emosi yang mewarnai hari. Karina kini tampak lebih ringan, seperti beban yang selama ini menggantung di dadanya telah dicuci bersih oleh air mata dan kopi ekstrak rasa tertunda.Namun, saat jam menunjukkan pukul 00:01, hal aneh kembali terjadi.“Mas Dimas... meja nomor dua... ngorok,” bisik Toyo sambil menunjuk pelan ke salah satu meja kayu yang tak ditempati siapa pun sejak pagi.Dimas menoleh. “Ngorok?”“Kayak... suara dari bawah meja gitu. Tapi jelas banget.”Randi, yang tengah mengedit konten ‘Karina Reborn’, meletakkan laptopnya. “Eh... ngorok bukan ciri-ciri arwah penasaran yang belum tidur abadi ya?”Karina berdiri, mendekat dengan hati-hati.“Bawah meja ini?” tanyanya.Mereka semua mendekat.Dan benar. Dari bawah meja nomor dua, terdengar suara berat, pelan, seperti seseorang tidur mendengkur.---“Mas, jangan-jangan ada homeless antar-dimensi lagi mampir,” ujar Randi sambil siap-siap merekam.“Ini beda,” bisik

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 36: Karina Menangis Tanpa Alasan

    Pagi di WarKoDuBa dibuka dengan kebiasaan baru: Toyo menyapu lantai sambil menyanyikan lagu daerah versi dangdut remix, Dimas menyeduh kopi untuk dirinya sendiri (karena pelanggan belum ada yang datang), dan Randi sibuk merekam semua aktivitas itu dari sudut-sudut absurd untuk konten “Behind the Beans.”Namun pagi itu berbeda. Semua kegiatan terhenti saat suara isak tangis terdengar dari meja pojok.Karina menangis.Diam-diam. Perlahan. Tapi nyata.Padahal ia tidak sedang meminum kopi rasa ‘kehilangan’ atau ‘penyesalan’. Cangkirnya hanya berisi kopi susu biasa—resep nostalgia dari hidupnya dulu. Tapi air mata mengalir begitu saja. Tanpa sebab, tanpa aba-aba.---“Ada apa ini?” Dimas mendekat sambil menaruh lap di bahunya.Karina buru-buru menyeka matanya, meski itu sia-sia.“Gak tau. Aku... nangis aja. Tiba-tiba.”Toyo ikut mendekat, wajah polosnya bingung. “Kak Karina habis nonton drama Korea dimensi sebelah ya?”Karina menggeleng. “Nggak nonton apa-apa. Nggak mikirin siapa-siapa.”R

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 35: Aroma dari Dimensi Sebelah

    WarKoDuBa selalu punya aroma khas: campuran kopi robusta panggang, kemenyan sisa ritual pelanggan, dan sedikit bau kenangan yang belum reda. Tapi malam itu, ada aroma lain menyusup di antara semuanya. Aneh. Lembut. Seperti... ingatan akan tempat yang belum pernah dikunjungi.“Mas Dimas, ini apa ya?” tanya Toyo sambil mencium udara di belakang mesin espresso. “Kok kayak bau... anggrek yang pernah mimpi?”“Bau anggrek mimpi apaan?” Randi mencibir. “Itu pasti sisa seduhan kopi rasa rindu-dalam-tidur.”Namun Dimas hanya diam, matanya tajam menatap pintu belakang.“Mas,” bisik Karina, “bau itu... datang dari dimensi lain. Aku kenal baunya. Itu... aroma transisi.”---Mereka berkumpul di belakang warung, tempat dinding tua dan jendela kecil menghadap ke gang buntu yang biasa dilalui makhluk-makhluk ‘bukan pelanggan’. Tapi malam ini, gang itu tidak sepi. Temboknya berdenyut pelan. Seperti napas. Dan dari sana, aroma aneh itu semakin kuat.Tiba-tiba, suara ketukan tiga kali terdengar. Bukan d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status