Home / Horor / Warung Kopi Dunia Bawah / Bab 8: Kunjungan Menteri Gaib

Share

Bab 8: Kunjungan Menteri Gaib

Author: D.Arluna
last update Last Updated: 2025-06-14 21:00:08

Pagi itu langit Jakarta mendung seperti biasa, tapi hawa di gang kecil tempat WarKoDuBa berdiri terasa ganjil. Kabut tidak turun dari awan, melainkan seolah merembes dari bawah tanah. Karina melayang rendah, rambutnya mengepul pelan seperti ditiup angin dunia lain.

“Mas Dimas, ini kabut beda,” kata Toyo sambil menyalakan dupa.

“Beda gimana?” Dimas, yang tengah menggiling biji kopi dari daerah pengasingan arwah, menatap jendela.

“Ini kabut... ada rasa asemnya.”

Randi mendadak terbatuk keras. “Gue kayak baru nyium mantan yang udah move on. Perih tapi aromatik.”

Tak lama, dari ujung gang terdengar bunyi aneh—campuran sirine pemadam dan gamelan. Pintu warung berderit terbuka sendiri. Angin masuk, membawa gulungan kertas yang mengapung lalu mendarat di tengah meja bar.

Dimas mengambilnya. Di dalamnya tertulis dengan tinta merah:

> "Pengumuman Inspeksi Rasa. Oleh Menteri Urusan Keresahan Arwah. Hari ini. Sekarang juga. Bersiaplah.”

---

Belum sempat mereka bersiap, iring-iringan makhluk gaib memasuki warung. Ada yang berbentuk kabut, ada yang berwujud kakek tua dengan tubuh terbuat dari kertas, dan ada yang seperti pegawai dinas pajak berseragam tapi tak punya wajah.

Di tengah mereka, datang seorang pria tinggi berbaju jas hijau tua, dasinya berbentuk akar hidup yang sesekali bergerak sendiri. Rambutnya terurai seperti asap dupa, dan matanya... penuh angka statistik rasa.

“Selamat pagi. Saya Menteri Urusan Keresahan Arwah,” ujarnya dengan suara bergema dari tiga arah.

Karina langsung berdiri. “Menteri yang waktu itu bikin aturan tentang kopi rasa trauma, ya?”

“Iya. Dan saya datang untuk memverifikasi izin operasional warung ini. Laporan terakhir menyatakan bahwa WarKoDuBa telah menghasilkan gelombang rasa yang terlalu liar dan tak terkontrol.”

Toyo meneguk ludah. “Liar? Padahal aku baru bikin kopi susu semalam.”

Randi menambahkan, “Tapi emang sih, ada hantu yang nangis gara-gara kopi seduhanku kemarin. Dia bilang rasanya kayak ditolak dua kali tapi tetap pengen ngajak balikan.”

---

Menteri melirik Randi. “Itulah masalahnya. Kopi yang kalian seduh terlalu jujur. Kami khawatir, tempat ini sudah menjadi semacam stasiun emosi tak berizin.”

Para petugas segera bekerja. Mereka memeriksa semua meja dengan alat pendeteksi trauma. Satu alat berbentuk terompet tiba-tiba menjerit saat diarahkan ke kursi nomor empat.

“Masih ada jejak rasa gagal menikah di sini,” lapor petugas.

“Itu peninggalan pelanggan minggu lalu,” sahut Toyo. “Sudah kami sumbangkan ke Lembaga Pengarsipan Penyesalan.”

Sementara itu, dua petugas lain menyalakan ‘scanner rasa palsu’. Lampu-lampu menyala, berkedip, lalu... mati.

“Unik,” gumam petugas. “Tidak terdeteksi sebagai rasa palsu, tapi juga tidak bisa didefinisikan.”

“Itulah WarKoDuBa,” Dimas angkat bicara. “Kami tidak membuat rasa. Kami hanya menyeduh apa yang sudah ada di hati pengunjung.”

---

Menteri mengangguk pelan. “Kalau begitu, saya minta satu kopi. Yang biasa kalian sajikan. Tapi jujur.”

Dimas terdiam. Ia menyadari bahwa ini bukan sekadar penyeduhan. Ini ujian.

Ia membuka lemari kecil di bawah meja bar. Mengambil segenggam biji kopi dari Kalimantan, hasil fermentasi selama tujuh tahun di gua gaib. Ia menambahkan satu tetes esensi kenangan yang tersimpan di botol kecil berlabel “Rasa Pertama yang Tidak Sempat Diucapkan”.

Sambil menyeduh, ia bicara pelan. “Saya tidak tahu apa yang akan dirasakan Menteri. Tapi ini... kopi untuk orang yang pernah takut menjadi dirinya sendiri.”

Cangkir disodorkan. Menteri menerimanya, mencium aromanya, lalu meneguk perlahan.

---

Seketika suasana berubah. Ruangan menjadi senyap. Wajah Menteri memucat, matanya berkaca-kaca. Ia menggenggam cangkir itu seperti memeluk masa lalu.

“Rasa ini... seperti surat yang tidak pernah sampai,” gumamnya. “Saya pernah menyukai seseorang. Tapi saya tidak berani bicara. Saya... hanya mencatatnya. Di dalam laporan. Dan akhirnya... ia pergi ke dunia atas.”

Karina melayang mendekat. “Rasa takut untuk dicintai adalah rasa yang paling sering ditinggal.”

Menteri meletakkan cangkir. “Tempat ini... berbahaya. Tapi juga perlu.”

---

Petugas-petugas mendekat. Menunggu keputusan.

“Saya... tidak akan menutup WarKoDuBa,” kata Menteri akhirnya. “Tapi saya beri satu syarat. Tempat ini harus tetap menjadi warung. Bukan tempat wisata. Bukan tempat konten. Dan tidak boleh menjual rasa untuk keuntungan.”

Dimas mengangguk. “Kami tak pernah menjual rasa. Kami hanya mengembalikan yang hilang.”

Menteri berdiri. Dari saku jasnya, ia mengeluarkan sebuah papan nama kuno. Ia menyerahkannya pada Dimas.

Tulisan di papan itu:

> “Tempat Terdaftar: Penyeduh Rasa Lintas Alam – WarKoDuBa. Bekerja Sama dengan Kementerian Keresahan dan Lembaga Pengembalian Kenangan.”

---

Setelah mereka pergi, warung kembali hening. Tapi rasa di dalam ruangan... terasa hangat.

“Mas Dimas,” bisik Toyo, “Kita aman ya?”

“Untuk sekarang.”

Karina menyeringai. “Sampai ada hantu yang minta diskon.”

Randi menghela napas. “Tapi serius... kopi lo tadi, Mas. Rasanya kayak... tahu diri tapi nggak bisa berhenti berharap.”

Dimas tertawa kecil. “Mungkin itulah yang disebut... seduhan yang jujur.”

---

Papan nama baru dipasang di dinding, tepat di atas rak kopi. Sejak hari itu, WarKoDuBa dikenal bukan cuma sebagai tempat nongkrong arwah dan makhluk dunia lain, tapi juga sebagai satu-satunya warung yang bisa membuat Menteri menangis tanpa disuruh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 53 – Aroma Rahasia dari Ruang Ketiga

    Warung Kopi Dunia Bawah kembali sunyi. Malam itu, Dimas duduk sendirian di bangku bar panjang sambil memandangi toples-toples biji kopi dari berbagai penjuru dimensi. Toyo sudah tertidur pulas di kursi malasnya, dengan suara dengkuran pelan seperti seekor wombat lapar. Karina melayang malas di dekat langit-langit, memainkan rambutnya sendiri, sedangkan Randi... entah ke mana sejak sore tadi.Namun suasana tenang itu tak berlangsung lama. Suara detak pintu belakang terdengar lirih—bukan pintu masuk biasa, melainkan pintu ketiga. Pintu yang seharusnya terkunci rapat dan hanya bisa dibuka oleh makhluk yang membawa wewangian tertentu.Dimas langsung berdiri.“Karina. Kau dengar itu?”Karina mengangguk pelan. “Itu... bukan suara pintu biasa.”Pintu ketiga adalah ruang penyimpanan rahasia. Di sanalah Dimas menyimpan biji kopi paling misterius yang belum pernah dipakai. Sebagian darinya bahkan belum diketahui asal muasalnya, dikirim oleh entitas-entitas tak dikenal lewat jalur dimensi yang t

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 52 – Kesaksian dari Dimensi yang Terlupakan

    Warung Kopi Dunia Bawah pagi itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Kabut tipis menyelimuti kaca jendela, membuat suasana seperti negeri dongeng yang berkabut kelabu. Dimas membersihkan meja dengan gerakan pelan, sementara Toyo duduk memandangi mesin kopi seolah sedang mempertanyakan makna hidupnya.“Gak biasanya sepi gini, Mas,” ucap Toyo sambil menyeruput kopi tanpa semangat.“Emang kamu pernah ngerasain rame?” sahut Dimas, menyeka meja terakhir sebelum duduk di hadapan Toyo. “Kita warung kopi dunia bawah, Yo. Ramainya kalau ada yang mau kabur dari neraka atau nostalgia di antara dimensi.”Tiba-tiba, pintu terbuka perlahan. Sosok perempuan berambut panjang dengan gaun berenda putih melangkah masuk. Wajahnya pucat, matanya merah, tapi tak menyeramkan—malah seolah menanggung luka batin dalam.“Selamat datang... di tempat yang tidak pernah kau cari, tapi selalu menunggumu,” ujar Dimas formal seperti biasa.Perempuan itu menatap keduanya dengan sorot penuh keraguan. “Aku... tidak tahu ha

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 51 - Penyesalan Sang Iblis Tua

    Hujan deras mengguyur Kota Bawah malam itu. Petir menyambar langit dengan kemarahan yang nyaris sepadan dengan suasana hati Dimas di dalam warung. Ia duduk sendirian di bangku panjang, menatap gelas kopi hitam yang uapnya menari seperti kenangan buruk. Warung tampak sepi. Toyo sedang membereskan botol-botol sirup di rak, sementara Karina termenung di pojok dinding, sesekali melirik ke arah tangga yang mengarah ke lantai bawah."Sudah dua hari dia nggak balik-balik," gumam Karina pelan, nyaris seperti bisikan yang hanya bisa didengar oleh dinding.Dimas mengangguk pelan. Yang dimaksud Karina adalah Randi, karyawan konten warung kopi yang sejak pertengkaran hebat dengan Dimas memilih untuk pergi dari warung dan menghilang entah ke mana. Tak ada kabar, tak ada pesan. Hanya aroma kepergian dan luka yang tertinggal."Kalau dia marah karena aku, harusnya dia bilang langsung. Bukan pergi kayak gitu," ucap Dimas dengan nada lelah.Toyo mendekat, membawa nampan berisi camilan bakwan dan tahu i

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 50 – Pertemuan yang Tak Pernah Dijanjikan

    Warung Kopi Dunia Bawah malam itu lebih sunyi dari biasanya. Tak ada pengunjung dari dunia arwah, tak ada penguasa kegelapan yang datang memesan espresso, dan tak ada percikan api gaib dari teko Toyo yang biasanya ceroboh. Bahkan suara jangkrik pun terasa malas menembus kabut tipis yang menyelimuti pelataran warung.Dimas duduk termenung di kursi belakang bar, memainkan gelas kosong yang sudah sejak tadi tak terisi apa-apa. Di sebelahnya, Toyo tergeletak di atas karung goni, setengah tertidur, setengah melamun sambil memandangi langit-langit yang berjamur.“Sejak kemarin suasananya beda, Mas,” gumam Toyo sambil menguap.“Bukan cuma kemarin. Sejak kejadian si Ratu Api itu pergi dari warung ini, semua terasa hampa,” balas Dimas. “Bahkan suara ketel air pun nggak mau mendesis.”“Jangan-jangan… warung kita lagi dikutuk?” bisik Toyo, setengah serius, setengah takut-takut.“Bukan dikutuk,” tiba-tiba suara lembut nan berat terdengar dari ambang pintu. “Ini fase penantian.”Dimas dan Toyo lan

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 49 - “Satu Cangkir Terakhir Sebelum Petaka”

    Hening. Suara ketel mendesis di dapur belakang warung, namun tidak satu pun dari mereka yang memperhatikan. Dimas, Toyo, Karina, dan Randi berdiri di ruang tengah warung kopi dengan tatapan serius. Meja-meja kosong. Bangku tak bergerak. Warung itu untuk pertama kalinya sejak dibuka, terasa… sunyi.“Ini aneh,” gumam Karina sambil memandang ke luar jendela. “Biasanya jam segini udah rame. Dari dunia hantu, dari dunia paralel, dari dimensi absurd mana pun… selalu ada pelanggan.”Dimas mengangguk, pelan. Ia melirik jam dinding. Sudah lewat tengah malam. Waktu puncak kunjungan. Tapi pintu depan tak berderak, lonceng kecil di atasnya tak berdenting. Dunia bawah… seolah menahan napas.Randi yang dari tadi sibuk menulis di buku catatannya mengangkat kepala. “Ada sesuatu yang salah. Aku bisa merasakannya. Energinya berubah. Warung ini terasa... dijaga. Atau malah... dikepung?”Toyo langsung melirik ke jendela. “Jangan-jangan... dunia atas tahu tentang kita?”“Bukan dunia atas,” sela Karina, wa

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 48 – Penawaran dari Bangsa Pengembara Dimensi

    Malam itu langit Kota Antara tampak tak biasa. Bintang-bintang seperti membentuk pola aneh—simetris, berkelap-kelip dengan irama tertentu, seolah ada sesuatu yang datang dari kejauhan. Di dalam Warung Kopi Dunia Bawah, suasana justru hening. Toyo sedang membersihkan mesin espresso sambil menguap, Randi sibuk di sudut ruangan dengan laptopnya, dan Karina… entah menghilang ke mana sejak sore tadi.Dimas memandang keluar jendela, matanya tajam mengikuti pola langit. Ia sudah mencium kejanggalan sejak pagi, ketika mesin pemesan dari dimensi ke-79 secara acak mencetak permintaan kopi dari dimensi ke-1—dimensi asal mula waktu.“Dimas,” suara berat tiba-tiba muncul dari pintu warung yang masih setengah terbuka.Toyo langsung terkejut dan menjatuhkan lap di tangannya. Randi menoleh cepat.Sosok yang berdiri di ambang pintu bukan sembarang makhluk. Ia tinggi, mengenakan jubah berkilauan seperti terbuat dari serpihan kaca langit. Wajahnya tersembunyi di balik topeng perak dengan ukiran bintang.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status