Share

Kesurupan

Ternyata bungkusan ini isinya tanah sama bunga, Dek," ucapku sembari merapikannya kembali. Saking isinya kepenuhan jadi berantakan ketika dibuka. Buru-buru aku membungkusnya kembali.

"Kenapa juga tadi aku membukanya di kasur?" gumamku dalam hati sambil menepuk jidat. Tanganku mengambil pasir dan bunga yang sempat berserakan di kasur.

Ani yang sedari tadi duduk di sebelahku menjadi penasaran sampai memajukan sedikit kepalanya ke arah bungkusan, Adel yang dalam gendongannya sambil sesekali ditepuk-tepuknya pelan karena belum begitu pulas tidurnya.

"Astaghfirullah, Bang Andi! Itu maksudnya apa coba!" seru Ani. Matanya membulat sempurna, tangannya sambil mengelus dada. Matanya tak lepas memandangi bungkusan yang sedang kupegang.

"Nggak tau, Dek," Aku mengerutkan dahi menatap penuh tanya seraya memasukkan ke dalam kantong kresek.

"Sepertinya ini ... apakah ... ah ...." Lagi-lagi aku hanya membatin.

"Besok pagi aja, Dek, akan Abang bakar di depan warung!" Sungguh tidak dapat kumengerti apa maksud Bang Udin melempar bungkusan ini.

"Iya, Bang! Jangan sampai lupa, ya, Bang!" sahutnya sembari menidurkan Adel di kasur. Ia menurunkan buah hati kami dari gendongan dengan perlahan-lahan.

Sebelum membuangnya aku meletakkan bungkusan ini di sudut kamar kami. Kemudian menyusul bidadariku yang sedang duduk menyender di dinding tembok.

"Alhamdulillah, Dek, jualan Abang hari ini habis," ucapku sambil menghitung uang yang ada di dalam dompet usangku.

"Alhamdulillah, Bang. Eh, iya Kak Mira mau pinjam uang satu juta. Tadi sore Kak Mira telepon Adek, Bang," ujarnya. 

"Oh, yaudah pinjemin aja Dek, ini Abang ada uangnya, Adek tenang aja, ya!" Aku mengambil sepuluh lembar uang ratusan dari dompet dan memberikan kepada Ani.

"Abang masih ada uang lagi nggak buat belanja bahan-bahan jualan besok?" tanya wanita berkulit putih yang berada di dekatku ini dengan penuh penekanan. Ia menatapku dengan serius.

"Masih, Dek," jawabku singkat seraya meletakkan dompet di atas meja dan mengganti celana panjang yang sudah kupakai sedari sore dengan celana pendek.

"Tapi Kak Mira dulu pernah meminjam uang ke kita sudah tiga kali, Bang .... Kalau ditotal semuanya ada tiga juta, itu aja belum dikembalikan lo, Bang!" imbuhnya. Ani nampak ragu sambil memilin-milin uang yang barusan ia terima.

"Udah kasih aja, Dek ... mumpung uang pegangan Abang masih ada."

"Iya, Bang," Lalu Ani menyimpan uangnya di bawah kasur.

Kami pun bersiap-siap untuk merebahkan raga yang telah lelah. Badanku capek sekali, besok pagi-pagi aku harus sudah bangun untuk belanja bahan-bahan jualan.

Ani sudah terlelap di samping Adel, aku pun hendak menyusul dan ingin membaringkan tubuh lelah ini di samping Ani.

Setelah puas menatap istri tercinta lalu bergantian menatap gemas putri kecilku. Mata ini juga meminta menyusul untuk segera dipejamkan.

Akan tetapi, baru beberapa menit aku tertidur, tiba-tiba anak semata wayang kami terbangun dengan suara tangisan yang sangat kencang.

Istriku langsung menggendong Adel dengan memakai kain jarik lalu menyusuinya. Namun sayangnya, Adel menolak dan tangisannya semakin kencang. Badannya kejang-kejang seperti orang sedang kesurupan.

Kami sudah berusaha menenangkan dengan mengajaknya berbicara, serta memberikan mainan. Segala usaha telah kami lakukan. Namun, tetap saja tidak bisa membuat Adel anak semata wayang kami diam.

"Bagaimana ini, Bang? Adel nangis terus dari tadi sudah lebih dari satu jam, Bang!" Ani terus saja berusaha mencoba memberi ASI kepada Adel.

"Bang, badan Adel semakin panas, nih!" keluh istriku sembari sedikit menggoyang-goyangkan badannya dan berulang kali mengusap wajah Adel. Tersirat wajah khawatir ketakutan yang kulihat.

Aku mendekat dan memegang kening Adel,

"Iya, Dek, panas banget!" kataku sambil mengacak kasar rambut hitamku.

"Abang juga bingung harus bagaimana, Dek," jawabku bingung. Jangan-jangan ....

Sampai pukul 00:00 Adel tak henti-hentinya menangis. Tengah malam begini suara tangisan Adel begitu jelas terdengar. Sudah pasti para tetangga merasa terganggu dengan tangisan anak kami. Jadi tidak enak membuat istirahat mereka terganggu.

"Kita bawa ke rumah sakit aja, Dek!" ajakku.

"Iya, Bang," jawab Ani menurut. Aku dan Ani mulai bersiap-siap.

"Adek udah siap, Bang! Ayo Bang berangkat!" ajaknya. Ani membawa tas yang berisi perlengkapan Adel.

Ketika diri ini hendak berniat untuk berganti celana panjang, terdengar ada yang mengetuk pintu, aku segera bergegas untuk membukanya.

"Eh, Bang Deni kenapa—" Belum sempat aku melanjutkan pertanyaan dan pintu baru terbuka setengah, Bang Deni langsung meminta ijin untuk masuk.

"Mbak, maaf aku ijin langsung masuk, ya?!" ucap Bang Deni kepada Ani. Laki-laki itu segera mendekati Adel yang sedang digendong mamanya.

"Iya, Bang Deni nggak apa-apa, maaf ya, Bang jadi nggak bisa tidur," ujar Ani yang terlihat sangat letih. Wajahnya nampak khawatir.

"Kebetulan tadi aku habis nonton bola jadi masih kedengaran jelas suara tangisan Adel dan bergegas ke sini," imbuhnya. Ia terus mengamati gadis kecilku.

"Itu anaknya kesurupan, Mbak! Sini saya gendong! Tapi sebelumnya tolong biar digendong Bang Andi dulu takut nanti kita bersentuhan, bukan mahram soalnya" pintanya.

Aku mengangguk dan meraih Adel dari mamanya, laki-laki berbadan tambun itu mendekatiku kemudian menggendong putri kecilku.

"Dari tadi aku mendengar suara Adel menangis. Namun, nggak begitu kuhiraukan. Karena sudah tengah malam belum berhenti juga nangisnya kuputuskan untuk ke sini," terang Bang Deni.

"Tadi Adelnya sedang ngapain, Mbak? Kok, bisa kesurupan gini?" tanya Bang Deni sambil fokus memperhatikan wajah Adel.

"Aku menemukan bungkusan ini tadi Bang di depan warung," sahutku seraya menunjukkan bungkusan yang sudah kuambil terlebih dahulu dari sudut kamar.

"Astaghfirullah! Ini `kan tanah kuburan sama bunga melati, Bang! Buruan buang sekarang jangan disimpan! Abang juga kenapa diambil? udah gitu diletakkan di kamar lagi!" terang Bang Deni dengan suara lantang disertai kekhawatiran.

 

Note: Ketika jiwa dan pikiran kita kosong, apalagi tidak mengingat atau berdzikir pada Allah. Maka kita akan mudah dirasuki.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status