Diana terdiam saat Michael menyebut namanya.
Diana melihat Michael menyentuh papan pengumuman. Dia menyentuh salah satu pengumuman yang ditempel. Lalu menarik hingga kertasnya sobek dan terlepas semuanya.
"Kau ingin melihat ini kan? Pengumuman olimpiade." Michael meremas kertas itu dihadapan Diana.
"Kau harus pergi ke papan pengumuman yang lain untuk melihatnya."
Diana hanya bisa melihat Michael melangkah pergi setelah mengatakan itu.
Semuanya tahu papan pengumuman lain yang dimaksud Michael, dan itu jaraknya jauh karena berada di bangunan sekolah yang berbeda.
Diana menghela napas, ia ingin mengusulkan adanya papan pengumuman utama di setiap kelas karena kejadian ini. Jadi semuanya hanya perlu melihat di kelas masing-masing.
"Jangan khawatir. Aku justru senang bisa menjadi temanmu. Sebenarnya ini pertama kalinya ada orang yang memintaku menjadi temannya. Kau tahu biasanya mereka langsung mendekat begitu saja." Diana menjawab dengan penuh perhatian. Kini gantian Revan yang tertegun. Ia ingat Diana jarang terlihat bersama orang lain. Oh, tentu pengecualian untuk Kevin. Tapi setelah mendengar perkataan Diana, apakah Kevin juga tidak pernah mengatakan hal yang sama seperti dirinya? Apa ini hal yang tidak wajar? "Aku juga. Ini pertama kalinya aku mengajak seseorang berteman." Revan mengaku. "Benarkah?" Diana terkejut. "Apa kau tidak pernah berteman sebelumnya?" Itu tidak mungkin Diana tak mempercayai itu. "Aku punya, tapi tak ada yang benar-benar menjadi temanku sejak sekolah menengah." Ah, Di
Ketika Revan tiba di meja yang diduduki Diana dan Kevin, Revan segera menaruh bukunya di meja tepat di samping Diana. Hal itu membuat Revan berhadap-hadapan dengan Kevin karena Kevin dan Diana duduk berhadapan. Tindakan Revan membuat kedua orang berbeda gender itu spontan melihatnya. Revan tak bersuara. Ia langsung duduk di samping Diana seolah tak memperdulikan kedua orang itu yang memperhatikannya. "Hai, belajar untuk ujian?" Diana yang memulai bicara. Tentu itu ditujukan pada Revan. "Kalau mau bergabung jangan langsung duduk begitu saja. Apa kau tak mengerti tentang permisi?" Revan sudah tahu Kevin akan begitu. "Yah, aku mau belajar di sini tak apa, kan?" "Tentu saja," balas Diana. "Tapi sepertinya ada yang tidak suka aku berada di sini," kata Revan melihat ke arah Kevin dengan penuh makna. Kevin merasa dongkol karena Revan. "Kau benar. Aku memang tak suka. Kau sadar ternyata. Tapi, orang
"Bukankah itu hal yang wajar untuk orang sepertimu?" kata Revan pada Kevin. "Apa semuanya harus seperti itu? Mungkin saja Kevin berbeda, ia lebih memilih mandiri dari pada dilayani seperti seorang raja." Diana berpendapat berpendapat berbeda. Eh? Akhirnya Diana membuka mulutnya untuk memihak ku, batin Kevin merasa bahagia. Kevin tersenyum. "Terima kasih." "Hm? Kenapa berterima kasih?" tanya Diana pada Kevin dengan sebelah alisnya yang terangkat. Kevin menggeleng. Ia memutuskan membicarakan sesuatu yang lain. "Ada yang ingin ku beritahu. Sebenarnya aku hanya ingin menceritakan ini padamu saja, Diana.Tapi baiklah, aku tak peduli jika dia ada di sini." Kevin mulai berbicara. 'Dia' yang dimaksud Kevin adalah Revan. Diana tiba-tiba merasa nada bicara Kevin berubah.
21"Eh, maksudmu, kau di sana bersaing dengan seseorang lalu kau tak senang maka kau melarikan diri?" tanya Kevin lagi masih terus memojokkan Revan. Revan yang kesal merasa emosinya sedang berada di level yang tinggi. Padahal niatnya adalah membantu Kevin yang sebenarnya bingung dengan keputusannya ingin pindah sekolah. Revan menghela napas mencoba menghilangkan kekesalannya. "Aku disekolahkan di sana oleh ayahku. Karena hubungan kami kurang baik aku memutuskan pindah dari sekolah itu." Kevin sudah bercerita tentang sedikit kehidupannya. Mungkin tak masalah jika Revan mengatakan sedikit juga tentang kehidupannya. Diana dan Kevin diam setelah Revan menjawab. Tak mengira akan mendengar sesuatu yang pribadi dari seorang Revan. "Apa kau serius?" Diana bertanya khawatir. "Kau menceritakan ini, apa k
"Hei, menurutmu kenapa Kevin tak berada di rumahnya selama beberapa hari ini?" Diana memulai percakapan ketika mereka sudah selesai mengikuti beberapa wahana di taman bermain. Saat ini mereka berjalan mencari tempat duduk untuk beristirahat. Revan belum menjawab. Diana berkata lagi, "Aku berpikir kemungkinan dia sedang pergi berlibur, karena itu ia tak berada di rumahnya. Tapi kalau begitu, kenapa dia tidak memberitahu kalau dia akan berlibur?" Tiba-tiba Diana berhenti melangkah. "Tunggu dulu. Aku ingat." Diana memicingkan matanya menatap kakinya. Ia sedang berpikir. Revan ikut memberhentikan langkahnya. "Dia pernah bilang mau mengajakku pergi ke taman hiburan ketika hari libur sudah mulai. Saat itu sedang ujian berjalan beberapa hari." Diana ingat ketika dirinya selesa
Minuman yang diambil kembali oleh Revan membuat Diana tak terima dan menggunakan otaknya menghasut Revan. "Apa kau yakin bisa meminum semuanya? Dua minuman ukuran jumbo, itu banyak sekali." Diana mau menghasut Revan agar Revan berpikir untuk mengembalikan minuman Diana. "Aku bisa membawanya pulang atau memberikannya pada orang lain yang mau meminumnya," jawab Revan. "Aku 'kan tidak bilang, kalau aku tidak mau." Diana mengambil kembali minuman itu. Tak bisa menghasut Revan, maka Diana bisa merampasnya langsung. Revan terkesiap dengan tindakan Diana. Tapi kemudian dia tersenyum. Ia merasa setengah terkejut dan geli dengan tingkah Diana. "Oh ya, kau salah. Ini bukan ukuran jumbo. Masih ada ukuran yang lebih besar lagi," ucap Revan masih dengan senyum gelinya. Diana yang sedang meminum minumannya langsun
Jessie saat ini tengah makan malam sendirian. Ia tidak ikut makan bersama di panti dengan saudara-saudaranya. Ia memilih makan di sebuah restoran. Sebelumnya Jessie sudah menyerahkan urusan menyiapkan makan malam pada saudara yang lain. Biasanya Jessie yang menyiapkan makan malam dan kalau bukan jadwalnya, Jessie akan tetap mengawasi sampai mereka semua makan bersama. Tapi kali ini Jessie tidak menyiapkan makan malam dan tidak mengawasi karena ia tengah berada di luar panti. Saat Jessie menikmati makanannya, ia melihat ada seorang gadis yang tampak familier. Gadis itu memakai seragam yang sama dengan pekerja restoran yang melayani Jessie tadi. Sepertinya gadis itu bekerja di restoran yang didatangi jessie ini. Ah, Jessie ingat dimana ia pernah melihat gadis itu. Sebenarnya Jessie baru pertama
Hari ini adalah hari kedua sejak Oliver datang. Kevin masih berada di panti saat ini. Kevin ternyata masih menunda penjelasannya pada adik-adiknya. Ia terus mengajak mereka pergi ke beberapa tempat dan menghabiskan waktu bersama mereka. Ia ingin menjelaskan pada mereka setelah hari ketiga. Kemudian pada esoknya hari ketiga. Kevin membeli banyak barang untuk diberikan pada mereka bahkan jumlahnya lebih dari yang di butuhkan. Kevin membelikan mereka pakaian, sepatu, sendal, mainan, alat tulis dan barang lainnya yang dibutuhkan. Kemudian mereka berkumpul semuanya menanti jawaban yang selama ini ditunda oleh Kevin. Kevin juga selama beberapa hari itu berusaha mencari jawaban apa yang tepat untuk dikatakan pada mereka. "Aku bingung harus mulai dari mana untuk membicarakan ini." Kevin menggaruk tengkuknya sebagai bentuk pengalihan rasa tidak nyamannya. "Kalian bisa bertanya padaku apa yang mau kalian tanyakan.