Home / Romansa / When I Me(e)t You / 1 Hal yang Terlarang

Share

When I Me(e)t You
When I Me(e)t You
Author: Ans18

1 Hal yang Terlarang

Author: Ans18
last update Last Updated: 2025-02-25 21:57:54

"Nggak bisa, Yud. Orang tuaku bakal ngamuk kalo aku ngenalin kamu sebagai pacarku ke mereka."

"Udah dua tahun loh kita pacaran, Ka. Dan kamu tau kan kalo aku berniat serius sama kamu?"

Ini bukan pertama kalinya Yudha meminta kepada Arka untuk memperkenalkannya kepada kedua orang tua Arka. Mereka sudah dua tahun bersama dan rasanya sungguh tidak nyaman selalu bersembunyi dari kedua orang tua Arka—gadis manis yang dikenal Yudha sejak ia bertemu dengannya di sebuah event.

Arka terus mengaduk iced lemon tea di depannya tanpa minat. Pembicaraan yang sama, yang terus berulang, dan akan berakhir sama. Pertengkaran.

Yudha meraih tangan Arka, mengusap pelan punggung tangan gadis itu dengan ibu jarinya. "Kamu nggak pernah nanya ke orang tuamu, Ka? Kenapa kamu dilarang pacaran? Apa orang tuamu maunya kamu langsung dinikahi? Apa gimana? Kamu udah 23 tahun, Ka. Harusnya kamu udah bisa milih apa yang kamu mau."

"Ralat. Bagi orang tuaku, aku 'baru' 23 tahun, bukan 'sudah' 23 tahun. Ada perbedaan yang jauh antara kata 'baru' dan 'sudah' bagi orang tuaku." Arka mengerucutkan bibir, membuat emosi Yudha yang semula sudah hampir meledak, kembali turun.

Tidak perlu lah Arka membawa nama besar keluarga Bestari yang pasti akan membuat Yudha shock setelah tahu adat dalam keluarga itu.

"Please, Ka. Demi hubungan kita, tolong dong kamu berjuang sedikit. Setelah kamu ngomong ke orang tuamu, aku siap untuk maju meluluhkan hati mereka."

"Aku coba ya."

"Aku nunggu kamu, Ka. Umurku udah 26, dan mamaku udah berharap banget segera ada seseorang yang nemenin aku. Aku bisa aja nekat dateng ke orang tuamu, tapi aku selalu mikirin perasaanmu sebelum melakukan sesuatu."

Arka mengangguk, dalam diam berterima kasih atas apa yang dilakukan Yudha selama ini kepadanya.

"Aku anter pulang?"

"Tapi—"

"I know. Sampe depan kompleks atau perempatan dekat rumah, iya kan?" Yudha meraih tangan Arka kemudian membawanya ke mobil yang terparkir di depan cafe tempat mereka menghabiskan waktu makan siang.

Perjalanan tiga puluh menit itu terasa seperti berjam-jam karena keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Untung Yudha masih bisa fokus dan menghentikan mobilnya tepat di dekat perempatan rumah  Arka. "Hati-hati ya, Ka," ucap Yudha sebelum Arka turun dari mobilnya.

"Iya, makasih, Yud."

"Jangan lupa apa yang kita omongin tadi. Ok?"

"Iya, aku janji bakal ngomong ke orang tuaku."

Kalimat itu akhirnya disesali Arka. Harusnya ia tidak menjanjikan apa yang tidak bisa dipenuhinya. Jangankan memenuhi, mau memulainya saja, keberanian Arka bagai ditenggelamkan ke dasar bumi.

Arkadewi Lintang Bestari, tumbuh sebagai anak bungsu yang dimanja keluarga. Sebenarnya semua wanita keturunan Bestari memang selalu dimanjakan layaknya putri.

Kakaknya, Argabima Pandhu bahkan tidak memiliki nama belakang seperti namanya. Hanya wanita yang berhak menyandang nama Bestari sebagai nama belakang keluarga itu. Arga bebas melakukan apa saja, kecuali satu hal, pekerjaan. Arga tidak punya pilihan lain selain mengelola bisnis keluarga.

Sebaliknya dengan Arka. Arka tidak bebas melakukan apa pun, kecuali satu hal, pekerjaan. Arka boleh memilih menjadi apa pun yang dia mau, selama tetap menjaga kehormatan keluarga Bestari.

Karena teringat janjinya pada Yudha, sejak sore Arka mencoba mencari waktu yang tepat untuk berbicara kepada kedua orang tuanya.

Dimulai dengan papanya, Arka mengekor ke mana papanya melangkah.

"Kamu kenapa sih dari tadi ngikutin Papa terus?" Hadi Wijaya, keturunan keluarga Bestari yang juga tidak memiliki nama belakang 'Bestari' itu menatap putri semata wayangnya dengan bingung.

"Papa mau ngapain?"

"Mau ngasih makan ikan di kolam samping," jawabnya sambil meraih pakan ikan yang ada di lemari kecil dekat teras.

Arka masih setia mengekor ke mana papanya melangkah. "Pa."

"Hmm?" tangan Hadi dengan luwesnya menaburkan pakan ikan ke dalam kolam sesuai takaran yang biasanya ia berikan.

"Pa, hmm ... menurut Papa aku udah dewasa belum?"

"Belum, mandi aja mesti diteriakin dulu."

Arka memejamkan mata, kenapa itu yang harus diungkit papanya. Dia bukan satu-satunya orang di dunia ini yang malas mandi kan?

"Pa, aku serius."

"Kenapa sih, Dek?"

"Aku ... pengen punya pacar kayak orang lain, Pa," ucapnya sambil membuat riak-riak air kolam dengan tangannya dan menampilkan wajah sesendu mungkin agar papanya tergerak hatinya.

"Nggak boleh," jawab Hadi dingin.

"Alasannya? Aku udah 23 tahun, dan kayaknya aku berhak tau alasannya deh, Pa."

Hadi hanya menghela napas berat, kemudian pergi begitu saja meninggalkan Arka tanpa sepatah kata pun.

"Jangan salahin aku kalo nanti aku nggak nikah-nikah ya!" teriak Arka dari pinggir kolam sesaat sebelum papanya masuk ke dalam rumah.

Arka menggeram kesal. Ia berjalan menuju dapur di mana mamanya sedang entah melakukan apa, baking mungkin, atau membuat dessert. Sebagai ibu rumah tangga, mamanya sangat sering berada di dapur, walau hasil masakannya kadang membuat anggota keluarga itu mengernyitkan dahi.

"Ma."

"Kenapa?"

"Hmm ... Mama lagi bikin apa?"

"Setup roti, belum jadi, jangan minta dulu."

Arka mendengkus pelan. Dari mana ia harus mulai mengajukan pertanyaan? Sementara mamanya terkenal lebih galak daripada papanya. Itu sebabnya tadi ia bertanya lebih dulu pada papanya.

"Ma ...."

"Apa?"

"Nggak jadi, aku ambil buah pear yang di kulkas ya." Arka berlari dari dapur setelahnya, padahal tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya yang terkait dengan izin pacaran, tapi debaran jantungnya sudah menggila.

Hadi yang melihat Arka berlari tergopoh dari dapur lantas menghampiri istrinya. "Arka ngomong sesuatu, Ma?"

"Cuma ambil buah pear aja."

"Masa nggak ngomong sesuatu?"

"Nggak, Pa. Arka ngomong apa ke Papa? Dia kan suka takut mau ngomong ke Mama."

"Dia nanya alasan kita ngelarang dia pacaran." Helaan napas berat terdengar dari lelaki paruh baya itu. "Apa udah saatnya kita panggil Caraka ya, Ma? Umur Arka juga udah 23 tahun, Ma. Mungkin udah saatnya Arka tau semuanya."

***

Sebuah cafe bernuansa monokrom menjadi pilihan Yudha untuk makan siang dengan Arka. Tidak setiap hari ia bisa menjemput Arka pulang mengajar. Bersyukur hari ini ia sedang ada penugasan di luar hingga bisa mengajak Arka sekalian makan siang meskipun saat itu adalah hari kerja.

"Gimana, Sayang? Udah ngomong ke orang tuamu?"

Arka hampir saja mendengkus kesal atas pertanyaan Yudha. Tidak bisakah ia istirahat sebentar? Dia baru pulang mengajar, dan mengajar dua puluh anak berusia lima tahun itu tidaklah mudah. Energi yang dihabiskannya mungkin lebih banyak dibanding para dosen yang mengajar tiga puluh mahasiswa di dalam kelasnya.

"Apa kita harus ngomongin ini sekarang, Yud?"

"Kamu capek ya? Sorry." Yudha kemudian mengusapi puncak kepala Arka.

"Next time ya, Yud, kita omongin lagi. Aku pasti ngasih tau kamu kalo udah ada hasil dari pembicaraanku sama orang tuaku."

"Ok, ok, I'm sorry." Sekali lagi Yudha meminta maaf karena melihat gurat letih di wajah kekasihnya. Tangannya dengan lembut menyentuh tangan Arka dan memainkan jari-jarinya.

Namun tiba-tiba, seseorang menarik tangan Arka, berusaha memisahkan genggaman tangan mereka sebelumnya.

Yudha dan Arka menatap lelaki itu dengan tatapan bingung.

Baru saja Yudha akan menegur lelaki yang berani-beraninya mengganggu mereka, tapi lelaki itu sudah lebih dulu bicara.

"Arka, bukan pemandangan seperti ini yang ingin dilihat seorang suami yang baru bertemu istrinya setelah sekian lama!" ucapnya sambil menatap Arka lekat, seakan Yudha sama sekali tidak ada di sana.

"Masnya siapa ya?" Arka benar-benar bingung mendengar penuturan lelaki itu. Tapi tadi lelaki itu memanggil namanya kan?

"Arkadewi Lintang Bestari, saya … suami kamu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
MAIMAI
akhir nya, bisa baca cerita arka dan caraka. maka ka anggi....️
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • When I Me(e)t You   2 Lelaki Penipu itu Bernama Caraka

    "Arkadewi Lintang Bestari, saya … suami kamu."Arka hanya menatap kosong ke arah lelaki yang mengaku sebagai suaminya. Tiga detik kemudian, pandangannya beralih kembali kepada Yudha, kekasihnya. "Yud, sekarang bentuk penipuan bukan cuma ‘mama minta pulsa ya’, udah berani nunjukin wajah loh. Jangan biarin aku dihipnotis, Yud."Sungguh, Yudha ingin terbahak mendengar ucapan Arka, andaikan ia tidak melihat ekspresi yang ditunjukkan lelaki itu. Tapi, ada satu hal yang mengganggunya, lelaki itu menyebut nama Arka dengan lengkap dan tatapannya yang seolah tidak ada keraguan kalau statusnya adalah suami Arka."Lepasin tangan pacar saya!" Yudha yang akhirnya berhasil mengabaikan segala pertanyaan dalam pikirannya, ikut mencekal tangan lelaki itu dan menariknya agar melepaskan tangan Arka.Masih mengabaikan Yudha, Caraka menatap Arka lekat. "Arka, keluargamu nanti yang jelasin semuanya. Mereka nunggu kamu di rumah sekarang.""Yud, pergi aja yuk," rengek Arka.Caraka hampir menggeram kesal kala

    Last Updated : 2025-02-25
  • When I Me(e)t You   3 Penjelasan untuk Arka

    Seumur hidupnya, baru dua kali Arka mendapat kejutan yang membuat jantungnya berdetak tidak karuan. Pertama, ketika muridnya yang masih TK, entah bagaimana caranya mencoba memanjat pohon mangga yang ada di halaman sekolah tempatnya mengajar dan membuat anak itu terjatuh hingga patah tulang kanan. Kedua, saat ini, saat ada seorang lelaki yang memperkenalkan diri sebagai suaminya.Untuk kasus kali ini, bahkan Arka tidak tahu harus bersikap seperti apa. Menatap kedua orang tuanya yang tetap duduk tenang di tempatnya sama sekali tidak membantunya. Ia pasti pernah amnesia. Tidak ada alasan lain yang membuatnya yakin pernah menikah kecuali hal itu.Arka bahkan tidak sanggup untuk menyambut uluran tangan dari lelaki bernama Caraka itu."Kapan kita nikahnya?" tanya Arka dengan judesnya. "Ingatanku cukup kuat, dan aku yakin nggak pernah amnesia sampe kehilangan potongan memori hidupku. Jadi aku tanya ke kamu, yang ngaku sebagai suamiku, kapan kita nikahnya?"Caraka menarik tangannya yang mengg

    Last Updated : 2025-02-25
  • When I Me(e)t You   4 Pisah Kamar

    "Siapa yang ngizinin kamu masuk kamarku?" Arka berteriak kesal kala melihat sosok lelaki yang duduk santai di sofa kamarnya."Apa aku harus izin untuk masuk ke kamar istriku?""Astaga! Bisa nggak sih nggak nyebut-nyebut itu?" Arka mendengkus kesal sementara lelaki di hadapannya tersenyum simpul."Orang dibilang aku ngerasa nggak pernah nikah juga," gumam Arka entah pada siapa, yang jelas ia bangkit dari posisi tidurnya dan memilih duduk di foot board ranjang.Meskipun setelah bangun tidur tadi ia masih berharap bahwa semuanya adalah mimpi, tapi begitu melihat sosok Caraka di dalam kamarnya, ia jadi sadar kalau harapannya tidak terkabul. Mau tidak mau, cepat atau lambat, ia harus menghadapi lelaki yang mengaku bernama Caraka Altair Abimana itu."So, apa yang mau kamu omongin sampe nerobos masuk ke kamarku?""Hubungan kita." Caraka menjawab dengan singkat dan nada yang dingin."Hubungan yang mana? Aku sama sekali nggak ngerasa punya hubungan sama kamu."Caraka menghela napas kasar. "Aku

    Last Updated : 2025-02-25
  • When I Me(e)t You   5 Pindah Rumah Yuk!

    Seharusnya Arka bangun pagi seperti kebiasaannya di hari kerja. Tapi karena malam sebelumnya ia tidak bisa tidur, memikirkan masalah yang baru saja menimpanya, ditambah lagi dengan upayanya untuk menghindar dari kekasihnya, Arka baru membuka mata setelah jam di dindingnya menunjuk angka tujuh."Astaga!" Arka bangkit dan langsung berlari menuju kamar mandi.Usai mandi yang sangat singkat, Arka mengusapkan cc cream ke wajahnya, mengikat rambutnya asal dan segera berniat berangkat. Biarlah masalah dandanannya akan dia benahi sesampainya di sekolah nanti."Baru bangun? Bukannya kamu udah harus sampe di sekolah jam setengah delapan?"Pertanyaan pertama yang didengarnya di hari itu, sebelum nanti ia akan mendengar serentetan pertanyaan dari muridnya yang masih dipenuhi rasa penasaran di umur mereka yang belum genap menginjak usia enam tahun.Arka melirik ke arah si penanya, tapi kemudian mendengkus kesal dan berlalu begitu saja tanpa menjawabnya setelah menyadari orang yang bertanya adalah

    Last Updated : 2025-02-25
  • When I Me(e)t You   6 You Can Call Me Anything

    “Bu Arka, tumben tampangnya kusut?” tanya Anggun, wanita yang sudah dua tahun ini menjadi kepala sekolah di sana.Arka hanya tersenyum menanggapinya. Usia mereka terpaut cukup jauh, dan Arka memang tidak terlalu dekat dengan wanita itu. Entah mengapa, sejak awal Arka selalu merasa ada yang disembunyikan wanita itu darinya.Sekolah tempat Arka mengajar, dikelola sebuah yayasan. Ada daycare, playgroup, hingga TK di dalamnya. Bukan sekolah kecil seperti yang dibayangkan banyak orang. Yayasan itu dikelola orang-orang profesional, hingga banyak orang tua yang memercayakan anaknya ke sekolah itu, meskipun harus merogoh kocek yang dalam.“Kenapa, Ka?” tanya Yasmin.“Lagi ada sedikit masalah. Makanya hampir telat tadi.” Kali ini Arka membalas karena yang bertanya adalah Yasmin, sahabat dekatnya sejak ia mengenyam pendidikan sarjana dan magister Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).Jangan kira yayasan tempat Arka mengajar mengambil sembarang orang untuk mengajar anak PAUD. Arka dan Yasmin adalah

    Last Updated : 2025-02-25
  • When I Me(e)t You   7 Ide Gila

    "Kenapa kita nggak pulang aja sih?" Arka masih tidak terima lelaki di depannya itu memaksanya makan siang bersama di sebuah restoran makanan Jepang."Kita perlu bicara." Caraka memanggil pelayan restoran untuk meminta buku menu selagi Arka terus saja menyuarakan keberatannya."Tapi kan bisa di rumah.""Kamu terlalu merasa berkuasa kalau di rumah. Makanya aku cari tempat yang netral. Minimal kalau kamu merajuk, kamu nggak akan mencak-mencak kayak kemaren karena malu dilihat orang."Arka membuka mulut, ingin membantah apa yang diucapkan Caraka, tapi sepertinya otaknya sedang tidak bekerja, hingga akhirnya Arka menutup mulutnya kembali."Kamu nggak makan sushi?" tanya Caraka yang bingung mendapati Arka hanya memesan nasi kari Jepang."Aku nggak suka sushi."Caraka tiba-tiba merasa bersalah karena tadi tidak menanyakan terlebih dulu apa yang disuka dan tidak disuka Arka. "Sorry, aku nggak tau kalo kamu nggak suka sushi.""Katanya suami, tapi apa yang disuka istrinya nggak tau," ledek Arka

    Last Updated : 2025-04-17
  • When I Me(e)t You   8 Memberikan Perlindungan

    Arka berlari di sepanjang koridor rumah sakit hingga menemukan kamar rawat yang ditempati kekasihnya. Seketika rasa bersalah bergemuruh di dadanya saat mengingat kalau dirinya telah menghianati Yudha.Benar kan? Ia telah menghianati Yudha. Harusnya ia mengatakannya sejak awal. Walaupun baru beberapa hari ia menutupi pernikahan yang terjadi di masa lalunya dari Yudha, hatinya benar-benar merasa bersalah.Arka mengetuk pintu ruang rawat sebelum suara seseorang mempersilakannya masuk."Masuk, Ka. Masih tidur sih dia, efek obat.""Kok bisa kecelakaan sih? Gimana ceritanya?" tanya Arka pada Dharma, satu-satunya orang yang menunggui kekasihnya itu."Nggak tau gue, dari cerita temennya sekantor sih, tadi dia keluar kantor, pinjem motor temennya, nggak tau mau ke mana. Cerita detail kecelakaannya gue nggak tau.""Naik motor? Memang mobilnya ke mana?"Dharma mengedikkan bahu."Kamu makan siang dulu aja, biar aku yang nunggu Yudha."Dharma mengangguk lantas berlalu pergi saat Arka mendekati ran

    Last Updated : 2025-04-17
  • When I Me(e)t You   9 Terserah!

    Arka terpaksa membiarka Caraka masuk ke dalam kamarnya. Semua karena ucapan Caraka yang mengatakan pada papanya kalau mereka harus menyelesaikan perdebatan mereka yang membuat dirinya menangis.Perdebatan apa coba?"Kamu nggak mau terima kasih sama aku? Dua kali loh aku ngelindungin kamu hari ini.""Kok pamrih? Aku kan nggak minta dilindungi juga," jawab Arka kesal. Ia berjalan menuju lemari pakaiannya dan mengambil satu set piyama tidur sebelum beranjak menuju pintu kamar mandi yang berada di ujung kamarnya.Caraka menggeleng-gelengkan kepala melihat betapa keras kepalanya Arka. Ia lantas duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Entah berapa lama ia melakukannya, sampai sebuah teriakan dari Arka membuat telinganya berdenging."Kamu ngapain masih di sini?""Lah terus aku mesti ke mana?" tanya Caraka bingung."Ya ke kamarmu sana.""Kan tadi alasanku itu mau nyelesaiin perdebatan kita, masa iya cuma lima belas menit bisa beres.""Udah lah, sana keluar!""Kalo kamu nyuruh aku keluar sek

    Last Updated : 2025-04-17

Latest chapter

  • When I Me(e)t You   42 Hanya Bertanya

    Sebuah rumah makan dengan konsep masakan sunda yang telah menjadi langganan mereka, dipilih Yudha untuk makan siang mereka berdua. Yudha menatap Arka, hampir tidak berkedip karena rasa rindunya pada gadis itu.Arka sedikit salah tingkah mendapati Yudha yang terus menatapnya, Hingga makanan tersaji di atas meja pun, Yudha seperti tidak ingin mengalihkan perhatiannya."Mau ngomong apa, Yud?""Gimana hari ini? Murid-muridmu pada nurut? Nggak ada yang bikin kamu harus lari-lari?"Arka terdiam. Yudha memang selalu menanyakan hal itu setiap harinya. Katanya, ia suka mendengar Arka bercerita antusias tentang murid-muridnya. Dulu, Arka suka mendapat perhatian seperti ini dari Yudha. Tapi tidak kali ini, hatinya bisa goyah karena perhatian-perhatian kecil dari Yudha."Ya gitulah, namanya juga anak-anak. Yud, aku nggak bisa lama-lama, aku mesti cepet pulang, jadi kalo kamu mau ngomong sesuatu yang penting, mending buruan deh. Kamu tau kan aku kalo laper, makanku cepet."Yudha terkekeh, tapi sep

  • When I Me(e)t You   41 Kemarahan

    "Bang. Kok Abang diem aja dari tadi?” tanya Arka yang bingung melihat Caraka mendiamkannya sejak mereka pulang dari kediaman ibunya.Caraka tidak menjawab pertanyaan Arka. Ia langsung masuk ke kamar yang berada di lantai bawah dan merebahkan dirinya.“Abang nggak mandi? Biar kuambilin baju di atas.”“Nggak usah.”“Ya udah, aku mandi dulu di atas ya.”Dengan kebingungannya, Arka naik ke lantai dua. Apa ia salah bicara sampai Caraka marah?Caraka sudah terlelap dengan posisi menghadap dinding saat Arka masuk ke kamar bawah. Arka merebahkan diri di sisi kasur yang kosong, kemudian mematikan lampu tidur di atas nakas.‘Apa aku ada salah? Atau akhirnya dia sadar kalo aku nggak pantes?’ Arka masih terus bertarung dengan pikirannya hingga tertidur.Karena beberapa hari belakangan Arka selalu terbangun tengah malam, sepertinya hal itu menjadi sebuah kebiasaan baru baginya.Anehnya, malam itu ia tidak ingin menangisi kenangannya bersama Yudha. Seharian itu juga ia hanya mengingat Yudha ketika

  • When I Me(e)t You   40 Kebencian

    Suara pintu dibanting dari kamar sebelah memang berhasil membuat mereka merenggangkan jarak.Caraka juga tampak kesal dengan kelakuan adiknya, tapi sedetik kemudian fokus Caraka kembali ke hadapannya—ke seorang gadis yang mengerjap bingung dan seperti baru saja tersesat."Ka, kenapa?"Meskipun mereka sudah merenggangkan jarak, tapi tetap saja kasur berukuran 120x200 itu memaksa tubuh mereka berjarak lebih dekat dari biasanya."Marah?" tanya Caraka lagi."Aku dorong Abang nggak?""Nggak.""Ya udah, nggak usah nanya lagi dong, Bang." Arka baru ingin menutup wajahnya dengan kedua tangan karena rasa malunya, tapi tangan Caraka lebih dulu membawanya ke dalam pelukan."Keluar yuk, Bang.""Sekarang?""Nggak. Besok lusa.""Ok, besok lusa.""Abang, malu ih sama Ibu, masa ke sini malah tidur, bukannya nemenin Ibu.""Gimana, santai kan Ibu?""Ya santai, orang udah kenal. Tapi kok bisa sih Bang, Ibu jadi story teller di sekolahku?""Waktu itu Ibu cerita ke Abang sama ke Mas Arga, katanya pengen k

  • When I Me(e)t You   39 Tiga Detik

    Tiga detik, atau bahkan kurang, Arka bahkan tidak sempat mengerjap saking kagetnya.Arka terdiam, mencoba mengatur ritme jantungnya agar kembali normal."Abang nggak suka dicuekin," ucap Caraka. Tangannya terulur mengusap bibir Arka yang membuat Arka berjengit kaget."Aku nggak suka diserang, Bang." Arka mengerucutkan bibirnya karena kesal."Tadi itu kamu anggep diserang?""Iya!"Caraka tersenyum kecut, kemudian kembali bersandar pada susunan bantal dan guling, mencoba memejamkan mata, mengingat kembali tiga detik yang membuat jantungnya menggila."Ih, Abang kok nggak bertanggung jawab sih. Bisa-bisanya langsung tidur abis nyium anak orang."Caraka malah terbahak mendengar Arka merajuk. Ia pikir Arka akan mengamuk, jenis mengamuk yang benar-benar seperti orang marah, tapi rupanya, Arka hanya merajuk."Ya terus gimana, di kamar sesempit ini, kasur ukuran single, naluri Abang sebagai cowok mencuat Arka. Nanti kalo Abang melek terus 'nyerang' kamu lagi gimana?""Nggak bisa, Bang. Kita ha

  • When I Me(e)t You   38 Something Happened in His Room

    "Loh, Bu—"Wanita itu tersenyum semakin lebar. "Bu Arka kaget ya?"Arka masih mengerjap bingung, bahkan ketika Caraka mengambil punggung tangan ibunya dan mencium kedua pipi ibunya."Kenalin, Ka. Ibunya Abang."Arka akhirnya tersadar dari lamunannya, bergegas melakukan hal yang sama dengan yang tadi dilakukan Caraka."Ayo masuk, kata Raka, kalian udah makan siang di rumah, jadi Ibu cuma nyiapin makanan kecil aja, tapi nanti makan malam di sini ya. Langsung ke dapur aja yuk, biar nggak kayak tamu." Wanita itu melangkah masuk lebih dulu. Ia biasa memanggil Caraka dengan Raka saja, mungkin nanti ia akan kebingungan untuk memanggil Raka dengan Arka yang namanya mirip.Arka menarik tangan Caraka. "Bu Ayu ... ibunya Abang?"Caraka mengangguk, kemudian meraih tangan Arka lagi untuk digenggam dan membawanya menuju dapur yang berbatasan langsung dengan taman kecil di samping rumah."Kaget ya, Bu Arka?"Arka mengangguk. "Bu Ayu jangan panggil saya 'Bu Arka' lagi, Bu."Wanita itu masih tersenyum

  • When I Me(e)t You   37 Rumah Mertua

    Arka mengerjapkan matanya, ia tidak bisa tidur sejak sesi pillow talk-nya dengan Caraka, sementara lelaki itu kini telah terlelap."Abang pernah ngerasainnya. Jatuh cinta sama seseorang, tapi kemudian Abang mengubur perasaan Abang." Kalimat itu masih berputar-putar di otak Arka. Arka tahu itu hanya masa lalu Caraka, tapi ... rasanya tetap saja tidak nyaman.Kini Arka sadar, mungkin itu yang dirasakan Caraka. Mengetahui kalau ia pernah mencintai laki-laki lain dan laki-laki itu masih mencoba mendekatinya, pasti membuat Caraka juga merasa tidak nyaman."Belum tidur, Ka?"Arka menoleh terkejut saat mendengar suara Caraka."Karena nggak Abang peluk? Sini."Arka tidak habis pikir, dari mana Caraka bisa mengira ia tidak bisa tidur karena tidak memeluknya. Mereka juga baru dua malam tidur satu kasur. "Dih. Nggak gitu yaaa."Caraka terkekeh, kemudian beringsut mendekat. Ranjang di kamar yang berada di lantai bawah itu memang paling lebar di antara ranjang yang lain. Sebenarnya kamar itu adala

  • When I Me(e)t You   36 Jatuh Cinta dalam Sekejap

    "Arka, udahan dong marahnya.""Kesel tau, Bang. Apa sih enaknya berantem? Ujung-ujungnya badan sakit semua kan? Coba, besok gimana Abang kerja kalo jalan aja pincang gitu," gerutu Arka sambil mencuci piring bekas makan malam mereka, sementara Caraka memilih duduk di dekat meja makan sambil mengamati Arka.Caraka bisa saja menceritakan semua yang terjadi, termasuk Yudha yang mengajaknya bertemu di martial art center dan bagaimana Yudha menyerangnya lebih dulu, tapi ia memilih bungkam. Itu urusannya dengan Yudha, Arka tidak perlu tahu.Meskipun sejak tadi Arka tidak berhenti mengomelinya, tapi nyatanya Caraka suka mendengar celotehan Arka yang tampak menggemaskan dengan versi yang berbeda dari biasanya."Kamu kalo muridmu berantem, ngomel panjang lebar gini juga, Ka?""Muridku nggak sampe adu jotos ya, Bang. Paling mentok dorong-dorongan.""Iya, tapi kamu omelin juga?""Ya ... nggak sih, dikasih tau aja baik-baik.""Trus kenapa Abang diomelin dari tadi?"Arka mengeringkan tangannya kemu

  • When I Me(e)t You   35 Between Us

    Caraka melajukan mobilnya setelah mendapat nomor telepon Yudha, mantan pacar Arka yang masih berani menemui Arka saat ia tidak bisa berada di sisi istrinya itu. Di tengah perjalanan ia menghubungi nomor ponsel yang diberikan Arka."Halo, dengan siapa?" jawab suara di seberang telepon yang membuat Caraka berdecak tanpa sadar."Saya Caraka, suaminya Arka."Ganti suara di seberang telepon yang terdengar mencibir."Bisa kita ketemu? Saya rasa ada yang perlu kita bicarakan.""Saya nggak ada urusan sama kamu.""Iya, awalnya memang tidak ada. Tapi setelah hari ini kamu menemui Arka dan membuat dia ketakutan di saat saya nggak ada, maka saya jadi punya urusan sama kamu.""Fine, Kemang Fight Gym, jam lima sore."Sambungan telepon itu terputus begitu saja setelah Yudha mengatakan di mana ia akan menemui Caraka."Sialan! Nyata-nyata nantang." Padahal Caraka berniat untuk bicara baik-baik, tapi kalau lawan bicaranya mengajak 'bicara' dengan cara lain, ia tidak akan menolak. Sudah lama juga otot-o

  • When I Me(e)t You   34 Galaknya Arka

    Arka sedang melamun di depan televisi saat pintu utama rumah itu terbuka. Dengan model rumah open space, Arka langsung bisa melihat siapa yang baru saja membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.Jantung Arka seketika mencelos melihat Caraka tengah dipapah kakaknya masuk ke dalam rumah.Arga mengarahkan Caraka ke sofa depan televisi yang tadi diduduki Arka."Abang kenapa, Mas?" tanya Arka bingung. Meskipun ia penasaran sampai rasanya ingin langsung memberondong Caraka atau kakaknya dengan berbagai macam pertanyaan, tapi Arka juga tahu kalau yang harus dipriorotaskan adalah mengobati luka Caraka.Ini bukan pertama kalinya Arka melihat orang babak belur, kakaknya adalah jagonya kalau urusan baku hantam dan babak belur. Dengan segera ia mengambil kotak obat yang berada di lantai atas. Ia masih ingat di mana terakhir kali Caraka meletakkan kotak obat itu ketika Caraka mengobati tangannya yang terkena minyak panas.Arga menjatuhkan diri di kursi, menghela napas lelah karena mengurus Caraka ya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status