Group WA DeSaNaDeva : Nad, gue kepo nih sama reaksi Papa Gula, sini bisikin sama gue dulu.Salma : iya Nad, buruan. Gue sudah nggak sabar buat mengghibah.Deva : mana sih ini nyonya Widiatmaja junior🙄Salma : nggak mungkin kalo lagi ngadon, secara Robert nglarang Juna buat ngegenjot Nada dulu selama trimester satu.Nada : kata Juna Papa mau urusin semuanya sendiri. Tapi feeling gue nggak enak.Deva : kalo mau gebukin Om Redi gue siap nih buat bantuin.Salma : parah, nanti kalo Lo ikutan bukan masuk rumah sakit tapi masuknya ke liang kubur.Deva : makanya perlu di coba ini. Lama gue nggak ikut pertandingan.Salma : berani taruhan gue, Fabian nggak akan berani KDRT kalo bininya modelan Deva begini.Nada : kalo Papa main fisik terus kalah gimana? Jangan sampai mukanya yang innocent dan imut di usia senja itu hilang. Gue nggak mau kehilangan aset berharga yang bisa gue bangga-banggain😭Salma : kamprett!! Punya mantu satu biji doang modelan Nada begini.Deva : kalo kalah ya bonyok, tapi
Samira menutup matanya ketika menyadari jika malam ini Wisnuaji menyetir dengan kecepatan di atas rata-rata."Mas, tolong kamu turunkan kecepatannya. Aku belum punya cukup bekal untuk pulang.""Emergency Sam.""Walau ini darurat tapi resikonya kita yang akan ke surga secara kilat," keluh Samira pada sang suami.Wisnuaji hanya menghela nafas dan segera menurunkan kecepatan mobilnya, tidak sampai tiga puluh menit kemudian, mereka telah tiba di UGD salah satu rumah sakit. Samira yang langsung mendapatkan pertolongan pertama sedangkan Wisnuaji yang mengurus administrasinya, tidak lama Wisnuaji meninggalkan Samira, akhirnya ia menghampiri sang istri yang sudah selesai mendapatkan pertolongan dari tenaga medis."Sam, gimana?""Alhamdulillah Mas, nggak harus di jahit ini. Nggak tau deh kalo bukan karena Deva sekarang gimana keadaannya."Wisnuaji hanya tersenyum menanggapi kata-kata Samira. Dirinya bahkan belum tau bagaimana kondisi mantan suami Samira setelah mereka meninggalkan villa milik
Nada sedang fokus melihat video yang dikirim Deva ke group ghibah beranggotakan dirinya, Salma dan Deva karena Robert memilih hengkang dari group ini. "Terus Pa, tonjok Pa sampai mampus," Oceh Nada sambil menonton video tersebut. "Nad, kamu ngapain sih?" Tanya Juna karena Nada tidak keluar-keluar dari kamar mereka yang ada di rumah Ningrum. "Ini Jun, lagi nyemangatin Papa buat hajar Redi." Juna mengernyitkan keningnya mendengar kata-kata sang istri. "Kok kamu tau Papa sampai hajar Redi? Padahal Papa belum cerita apa-apa sama aku." Kini Nada mematikan handphonenya dan menatap sang suami yang kini telah ada di hadapannya. Kemudian Nada berdiri dari posisi duduknya di bantu Juna. "Makasih Jun," kata Nada pada Juna. "Iya. Terus itu kamu bisa lihat video Papa hajar Redi dari mana?" Ulang pertanyaan Juna pada Nada. "Dari bininya Fabian." Juna mengernyitkan keningnya mendengar kata-kata Nada. "Kok dia bisa dapat?" "Namanya juga Adeeva Abriana Utama alias bigos nomer satu yang ngg
Samira menatap penampilannya di cermin sore ini. Setelah beberapa saat beristirahat sebentar dari acara pengajian siang tadi, kini dirinya sudah mulai mempersiapkan diri lagi untuk acara selanjutnya. "Mas, buruan lah kamu mandi terus kita berangkat." Wisnuaji hanya menghela nafas dan menaruh laptop yang sedang ia amati tentang laporan rugi laba pabrik Garmen milik keluarga yang kini telah ia serahkan kepada anaknya. "Aslinya aku lebih milih di rumah aja Sam. Nggak tau sih ini pundak rasanya kaku." Samira menoleh dan menatap suaminya yang sedang memegang area sekitar pundak dan bahunya. "Mas, besok waktu kita ke rumah sakit sekalian saja ya cek kadar kolesterol kamu sama tensi kamu." "Why?" "Ya cek rutin saja. Lagipula seusia kita ini kan wajib cek rutin dari EKG, gula darah sewaktu, kolesterol sampai tensi." "Ya sudah, besok saja sekalian. Aku mandi dulu ya." "Okay." Selesai mempersiapkan dirinya, ia menyiapkan baju yang akan di pakai sang suami di acara malam ini. Karena me
Samira berjalan di sebelah Ningrum dengan perasaan campur aduk. Dulu memang ia pernah menjalani kehidupan seperti ini ketika menikah dengan Redi, namun lama sudah ia tidak pernah melakukan itu lagi. Dirinya lebih sering bertemu dengan rekan bisnis di acara meeting, gethering dan sesekali jamuan resmi. "Nduk, nggak usah takut, nggak semenakutkan bayangan," kata Ningrum sambil berjalan menaiki tangga restoran dan tangan kirinya di gandeng oleh Samira. Samira hanya tersenyum dan mengatakan,"Iya Bu." Ketika mereka sampai di lantai dua, Samira mengedarkan pandangannya dan terlihat meja yang sudah di tata rapi khusus untuk acara ini. Tampak juga beberapa sosialita yang mulai membicarakan hal-hal ala wanita kalangan atas. Samira tidak perlu gugup ketika kini segerombolan wanita menatap dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Yang perlu ia lakukan adalah mengangkat dagunya dan percaya kepada kemampuannya dalam menghandle situasi ini. Ia adalah wanita cerdas dan sukses, sehingga ia b
Sudah seminggu lamanya Samira dan Wisnuaji menetap di Bali. Usaha yang di rintis Wisnuaji pun sudah mulai dijalankan. Kini Samira bersiap siap untuk kembali ke Surabaya karena sang kakak ipar mengatakan jika urusannya dengan Redi sudah hampir selesai dan rapat umum pemegang saham akan di langsungkan. Sebagai salah satu pemilik saham di perusahaan sang kakak ipar, Samira di minta untuk menghadiri rapat tersebut."Mas, kita besok pulangnya mampir Surabaya dulu gimana?""Ada apa?""2 hari lagi ada RUPS*," jawab Samira singkat.*RUPS : rapat umum pemegang saham."Wajib hadir?""Ya karena kepemilikan Sahamku lumayan juga, makanya nggak ada salahnya sih datang.""Okay. Kita naik si merah Saja gimana?"Samira membelalakkan matanya mendengar usul Wisnuaji."Mas, kita naik pesawat saja. Soalnya aku butuh istirahat yang cukup," alibi Samira untuk menolak usul Wisnuaji."Okay."***Kini Samira dan Wisnuaji telah tiba di rumah almarhum Gunawan Huri. Mencoba menjadi saudara ipar yang baik, Wisnuaj
Dua hari setelah singgah di Surabaya untuk melakukan RUPS, Samira dan Wisnuaji kembali ke Jogja menggunakan kereta sesuai keinginan Wisnuaji yang ingin menikmati perjalanan. Sepanjang perjalanan dari stasiun Gubeng hingga Stasiun Yogyakarta banyak hal yang mereka obrolkan berdua. "Mas," panggil Samira ketika mereka menyadari di gerbong ini hanya mereka berdua penghuninya. "Hmm." "Berasa naik gerbong pribadi ya, sepi begini." "Ya beginilah kalo bukan weekend, libur panjang rata-rata nggak terlalu ramai. Apalagi kereta pagi seperti ini." "Mas," panggil Samira lagi ketika Wisnuaji tidak banyak mengajaknya bicara. "Apa?" "Aku kemarin undang satu orang lagi untuk datang di acara tasyakuran yacht rent kita." "Siapa?" "Heni. Istrinya Redi." Satu detik.... Dua detik.... Tiga detik.... Samira masih menanti reaksi Wisnuaji yang ternyata tetap sama yaitu terbengong bengong di sampingnya. Mau tidak mau Samira harus menceritakan semuanya pada sang suami. "Iya Mas. Sepulang RUPS kemar
Alarm di handphone Samira bergetar, kemudian ia bangun dan melihatnya dengan tersenyum. Ketika ia menengok ke sisi sebelah kanan ranjangnya, tampak sang suami yang sedang tertidur dengan pulas. Segera ia bangun dari posisi tidurnya dan mencium bibir Wisnuaji dengan pelan hingga sang suami mengerjapkan matanya. Penglihatan Wisnuaji tanpa kacamata atau contact lens yang sedikit kurang fokus membuatnya menatap Samira dengan menyipitkan matanya. "Happy birthday Mas," kata Samira sambil tersenyum di depan wajah Wisnuaji. "Tanggal berapa sekarang?" "Tanggal tiga Mas." "Astagfirullah, aku lupa. Makasih ya," kata Wisnuaji sambil bangun dari posisi tidurnya untuk duduk di ranjang. "Sama-sama. Selamat ulang tahun ke 57 ya Mas. Semoga di usia...," Perkataan Samira terhenti ketika bibirnya secara tiba-tiba di lumat oleh Wisnuaji. Samira hanya sanggup menutup matanya dan menerima pemberian sang suami. Bahkan Samira terbawa suasana hingga ia mengalungkan tangannya ke leher Wisnuaji. Wisnuaj