"Termasuk dirimu, Black Swan," ucap Richard, sembari menghunuskan tatapannya yang berkilat tajam ke dalam sepasang mata biru milik Sheryl yang sekarang membulat terkejut.
-
Seketika keadaan menjadi sangat hening, suara hembusan angin terdengar mengusik telinga mereka seperti bisikan yang membuat suara berdengung.
Rambut Sheryl sekilas beterbangan searah hembusan angin yang melintas sekilas melewatinya.
Richard menyelipkan rambut panjang Sheryl di jari tangan kanannya. Dengan wajah yang begitu dekat, Richard sukses memberikan tatapan yang begitu mengintimidasi."Tapi aku yakin kau tak akan mengkhianatiku 'kan?" Richard menyeringai seraya bertanya meyakinkan diri, sekaligus kembali meneliti raut wajah Sheryl. Yang sangat jelas terlihat sedang menyembunyikan sesuatu.
Sheryl berusaha keras menutupi ketakutannya dari tatapan menyelidik yang diberikan Richard. Dia menegakkan dirinya yang tanpa sadar sejak tadi secara perlah
"Mom?" gumam Richard.-Sheryl menoleh ke arah mata Richard tertuju… Mata keduanya membulat saat melihat wanita paruh baya itu berdiri diundakananak tangga yang menyambungkan lantai tiga dengan lantai dua. Dimana Richard dan Sheryl duduk di ruang televisi.Lincone melangkah menghampiri Sheryl dan Richard. Dengan raut wajah terkejut dan tak percaya akan percakapan Sheryl dan Richard."Apa yang kalian bicarakan? Tak adakah dari kalian yang akan menjelaskannya?!" sergah Lincone. Nada suaranya meninggi hingga membuat sepasang kekasih itu berdiri dan berusaha mendekati Lincone."Mom… duduklah dulu. Kami akan menjelaskan," ujar Richard. Hendak meraih tangan Lincone. Namun wanita yang berstatus sebagai ibunya itu menepis kasar tangan Richard."Jelaskan saja!" bentak Lincone.Sempat membuat Sheryl ikut tersentak. Sangat berbeda dari Lincone yang menyambutnya dengan hangat. Membuat Sheryl hanya bisa diam, aga
Beberapa minggu kemudian... Baik Richard maupun Sheryl mencoba melupakan kejadian penembakan pada malam mereka tiba di Amsterdam. Ditambah tak ada serangan lain yang menyusul, membuat keduanya memutuskan untuk berpikir bahwa mungkin saja penembakan tersebut adalah salah sasaran. Karena memang tembakan yang diarahkan kepada mereka, sama sekali tak mengenai keduanya.Richard tak ingin memusingkan hal yang belum pasti. Dia lebih fokus membiarkan Sheryl dan Lincone melakukan banyak kegiatan bersama seperti membuat kue lalu menjualnya, mengumpulkan hasil penjualannya untuk membantu beberapa orang yang membutuhkannya.Kegiatan bermanfaat tersebut membuat kedekatan Sheryl dan Lincone serta Lindsay semakin kompak dalam mengerjai Richard. Sheryl bahkan sudah menganggap Lincone seperti mendiang ibunya.Richard merasa tak masalah jika dirinya menjadi bahan bullyan dari ibu dan kekasihnya serta jangan lupakan seorang bibi yang tak pernah membelanya. Ketiga wanita itu
"Richard!" pekik Sheryl.________Sheryl berlari menghampiri Richard yang bersandar di pintu mobilnya.Mata Richard terpejam menahan sakit di perutnya yang tertancap pisau belati.Beberapa orang yang berada di sana, seketika mengerumuni mobil Richard. Semua yang menyaksikan penyerangan tersebut tampak panik dan tercengang melihat seseorang terluka parah.Seorang pengunjung yang ikut menyaksikan penyerangan tersebut, berinisiatif menghubungi ambulans dan polisi.Richard terduduk lemas di aspal. Darah di perutnya keluar cukup banyak hingga membasahi hampir ke seluruh bagian depan kemeja putihnya.Dengan wajah pucat pasih, dia berjongkok di hadapan Richard. Tangannya bergetar hendak melihat luka tusuk yang di dapat kekasihnya."No… No…,Richard kau harus bertahan. Aku akan membawamu ke rumah sakit," tekad Sheryl dengan suara bergetar.Dirinya hendak bergegas membuka pintu m
Richard tak percaya harus mendapat penolakan langsung dari Sheryl dengan cara yang tak sopan, karena setelah itu terjadi… Sheryl pergi menggunakan taksi tanpa menoleh sedikitpun kepadanya.Dirinya kesal setengah hidup. Dan membubarkan para penonton dan orang-orang yang membantu sandiwaranya tadi.Dia menendang udara sambil mengumpat tak karuan, menggerutu kesal karena semua surprisenya berakhir sia-sia dengan penolakan dan kemarahan Sheryl kepadanya.Saat sedang menggerutu kesal sambil membuang semua bunga dari dalam mobilnya. Seorang wanita menghampirinya dan menawarkannya bantuan."Eherm… kau butuh bantuan?" tawar suara yang sedikit serak itu. Terdengar tak asing bagi Richard.Lantas pria yang baru saja ditolak lamarannya itu pun menoleh dan terkejut akan kehadiran wanita tersebut."Shello? Kapan kau ke sini?" tanya Richard sambil menyandarkan diri di pintu bagasi mobil yang baru ditutup olehnya.Dengan kedua tangan ya
—21—Sheryl mendengus kesal di sepanjang perjalanannya yang begitu jauh dan terlalu lama itu. Entah kemana Leonard membawanya. Dia sungguh lelah dan sangat ingin istirahat. Namun sepertinya percuma menanyakan kemana tujuan Leonard membawanya. Karena dia yakin pria itu tak akan memberitahukan tujuannya.Sheryl yakin, Leonard takut jika memberitahukan kemana tujuannya. Sheryl akan membocorkannya kepada Shello.Namun dirinya gerah untuk duduk diam tanpa bicara… dan bibirnya terlalu gatal untuk tak mengeluarkan semua pertanyaan yang sudah menempel di benaknya selama ini."Hah… sebenarnya kau ingin membawaku kemana?!" tanya Sheryl ketus."Ke sebuah rumah," jawab Leonard ringan."Heh... Sudah pasti kau akan menjawab begitu!" tukas Sheryl. Memutar manik matanya malas."Aku ingin kau tinggal di sana beberapa hari," jawab Leonard singkat."Aku tak ingin tinggal denganmu! Jika Shello tahu,
—22—Richard dan Shello memasuki Apartemen ibunya tanpa merasa curiga sama sekali saat tiba dalam keadaan di ruang tamu yang sedikit berantakan.Sampai dia menemukan Ibu dan Bibinya terlihat aneh dengan adanya air mata di ujung matanya. Seketika Richard menghampiri keduanya dengan wajah panik dan khawatir."Mom… Aunty, ada apa? Apa Sheryl belum ke sini? Kenapa kalian menangis?" tanya Richard cemas.Lincone dan Lindsay hanya bisa menatap Richard dengan sendu. Mereka juga tak tahu bagaimana harus menjelaskan kejadian yang begitu cepat berlalu.Padahal sebelumnya mereka begitu antusias menyiapkan kejutan untuk Sheryl, saat selesai menerima lamaran dari Richard. Namun nyatanya? Semua kegembiraan itu lenyap begitu saja dan berganti dengan kepergian Sheryl yang seolah memiliki hubungan lain dengan pria lain.Begitulah pemikiran Lincone dan Lindsay saat ini."Dia sudah pergi, Riri…," ujar Lincone li
—23—"Marco…, kau-kah itu?"______Langkah pria yang turun darijeepitu terdengar kasar dan di saat dia sudah tiba di hadapan Sheryl, tampaklah wajahnya yang membenarkan tebakan Sheryl."Sedang apa kau di sini, Sheryl?" tanya Marco. Dia mengerutkan keningnya memperhatikan gerak gerik Sheryl yang seakan baru saja melarikan diri dari markas mafia berbahaya.Dengan terbatah-batah Sheryl berujar sambil mengatur napasnya. "Hah… beruntung kau di sini, Marco. Tolong… bawa aku ke kota. Aku ingin kembali ke tempat kakakku," pinta Sheryl. Dia sedikitpun tak merasa curiga terhadap Marco yang seharusnya bisa ia tanyakan…sedang apa Marco di sini?Namun keadaannya saat ini lebih mendominasi pikirannya untuk pergi dari tempat itu lebih dulu."Tentu. Ayo… naiklah ke dalam mobilku," ajak Marco.Sheryl mengangguk t
-24-Richard tak berhenti menekan pedal gas-nya menuju kemana arah gps di tubuh Sheryl menuntunnya melaju menjauh dari apartemen Lincone.Amarah dalam dirinya terlalu besar hingga mungkin dia tak akan menahan diri untuk menghajar Leonard jika bertemu nanti. Rasanya dia akan melupakan status sepupu Dowson saat tahu Sheryl diculik secara licik oleh Leonard."Kau sungguh bajingan Leon! Beraninya membawa kabur wanitaku. Kita lihat apa yang bisa kau lakukan saat aku menemukanmu!""Hei... yang kau sebut bajingan adalah sepupumu!"tukas sebuah suara."Shello?""Ya... ini aku. Kau pikir, mobilmu bisa menanggapi keluhanmu?! Fokuslah Richard... jangan terbawa Emosi! Leon disebut-sebut sebagai hantu merah. Dia bisa menghilang tanpa kau sadari,"peringat Shello."Aku tahu. Karena aku sudah belajar darimu. Kau yang sudah lama mengenalnya saja, bisa kehilangan jejaknya! Detective macam apa kau ini? Heh!