Главная / Romansa / Why Not? / 2. Rheyner Wisuda

Share

2. Rheyner Wisuda

Aвтор: Dera_05
last update Последнее обновление: 2021-05-19 16:48:55

Keluarga Rheyner dan Nadira kembali ke rumah setelah acara wisuda di kampus Rheyner berakhir. Rheyner sempat berkumpul dengan teman-teman akrabnya sebentar sebelum ikut pulang. Keluarga Rheyner dan Nadira akan melakukan foto keluarga di rumah. Tentu saja Bima—adik pertama Rheyner—yang akan menjadi fotografernya. Setelah foto bersama mereka akan syukuran kecil-kecilan untuk merayakan kelulusan Rheyner.

Hari ini sebenarnya bukan hari libur untuk anak sekolah, tetapi Adiguna Effendi mengizinkan Bima dan Fian untuk membolos. Rendra—ayah Nadira—pun mengambil jatah liburnya dua hari lebih cepat demi bisa menghadiri kelulusan Rheyner.

Foto resmi dilakukan di dalam rumah. Bima dan Shinta Effendi sudah menata sedemikian rupa kemarin. Latar foto terlihat sama seperti di studio. Hasil foto pun tak perlu diragukan mengingat peralatan fotografi Bima tergolong lengkap. Namun, semahal, selengkap, dan secanggih apa pun alatnya tentu tidak berarti jika pengoperasinya tidak memiliki kemampuan apik saat menggunakan. Bidikan Bima memang juara.

Usai melakukan foto di dalam rumah, semua beralih ke taman belakang. Di sana mereka bisa berfoto dengan gaya bebas. Tentu yang terlihat banyak gaya adalah yang muda. Para orang tua lebih memilih bersantai dengan kudapan dan minuman segar di tangan. Meski sesekali Bima tetap mengarahkan lensa ke arah mereka.

“Bim, foto gue sama Dira coba,” teriak Rheyner mengembalikan fokus Bima untuk kembali ke arahnya.

Benar saja. Bima segera membidikkan lensa pada Rheyner yang sedang merangkul bahu Nadira. Fyi, Rheyner masih mengenakan toga kebanggannya. Sudut bibir Bima terangkat melihat Nadira yang menyelubungi tubuh Rheyner dengan tautan tangan dari balik lensa. Kedua kakaknya terlihat serasi. Kebersamaan Rheyner dan Nadira adalah salah satu objek favorit Bima dari dulu ketika ia baru bisa memotret hingga kini. Beberapa kali Rheyner dan Nadira berganti gaya, sesekali mengajak Fian masuk frame

“Puas-puasin fotonya sebelum Rheyner copot baju toganya. Kalau selesai langsung makan, ya.” Shinta menghampiri anak-anaknya. Rupanya hanya tersisa Shinta di taman. Adi dan orang tua Nadira sudah tidak ada.

“Aku udah capek,” keluh Fian.

“Ganti baju sana, Dek, terus makan. Setelah makan nanti bantuin Mama.” Shinta menggiring Fian masuk setelah menitahkan hal yang sama pada Rheyner, Nadira, dan Bima.

“Masih mau foto lagi nggak, Mas?” tanya Bima.

“Eh, sini gantian kamu yang foto sama Mas Rheyner, Dek,” kata Nadira. “Mbak yang foto, tapi hasilnya seadanya ya.”

Bima menyerahkan kameranya pada Nadira. Rheyner langsung merangkul Bima yang tingginya hampir setara dengannya. Kedua pemuda itu menatap kamera dengan wajah berbinar. Keduanya berfoto bersama dengan bermacam gaya bahkan ada pose Rheyner menggendong Bima.

“Udah, Mbak, bosen.” Bima kembali meminta kameranya.

“Aku mau foto sekali lagi. Mau digendong kayak Bima tadi dong, Rheyn,” pinta Nadira antusias.

“Buset, dah! Patah pinggang gue, Nad,” keluh Rheyner berlebihan. “Lagian lo pakai rok gitu masa mau digendong kayak Bima.”

“Yaaah!” Nadira kecewa dengan penampilannya sendiri. Padahal sudah lama ia tidak digendong Rheyner seperti waktu kecil dulu.

“Ya udah sini.” Rheyner memakaikan topi toganya pada Nadira lalu tanpa aba-aba Rheyner mengangkat tubuh gadis itu. Nadira terpekik, tangannya refleks melingkari leher Rheyner. Rheyner membopong Nadira bukan menggendongnya di punggung seperti pada Bima tadi. Bima sang juru foto langsung menjepret keduanya tanpa dikomando oleh Rheyner.

“Foto paling keren nih,” puji Bima. Senyum puas menghiasi raut remaja tersebut.

“Udah, ya, capek benar gue.” Rheyner menurunkan Nadira.

“Makasih, ya.” Nadira mengusap peluh di kening Rheyner. Keduanya bertatapan dan saling melempar senyum. Bima bergegas pergi begitu melihat aksi kedua kakaknya. Bima malas jadi obat nyamuk. Lagi pula ia juga sudah lapar.

“Yuk, masuk. Kamu tadi nggak sempat sarapan juga ‘kan?”

Rheyner mengambil kesempatan untuk menggandeng Nadira. “Iya. Ayo, masuk.”

Nadira mengikuti langkah Rheyner yang menuntunnya masuk ke rumah Rheyner. Tatapan Nadira terarah pada tautan tangannya dan Rheyner. Ia sadar itu sedikit janggal, tetapi enggan melepaskan. Kadang Nadira diliputi beragam perasaan asing saat bersama Rheyner. Nadira benar-benar tidak paham dengan apa yang ia rasakan. Nadira hanya tahu bahwa itu mendebarkan sekaligus membuat nyaman.

                                 ***

Rheyner bergeming. Bagaimana tidak, Panji baru saja memberi tahu bahwa dia akan meneruskan S2 di Jepang. Lalu setelahnya Panji memberitahukan bahwa akan melamar Putri terlebih dahulu. Bagaimana bisa Panji memiliki pikiran seperti itu. Rheyner tidak menyangka Panji sudah seserius itu memandang hubungannya.

Memang Panji dan Putri telah menjalin kasih hampir 5 tahun. Hanya saja berita barusan di luar ekspektasi Rheyner. Bukan ia meragukan Panji, ia justru kagum dengan Panji. Panji sudah seberani itu. Rheyner tahu Panji orangnya slengekan, tetapi ia juga tahu Panji tidak pernah main-main jika menyangkut sesuatu yang dianggapnya serius.

Berita yang barusan ia dengar membuat Rheyner merasa keberaniannya terpecut. Kalau Panji bisa lantas kenapa dari kemarin ia masih saja menjadi pengecut? Rheyner membulatkan tekad, ia takkan menunda sesuatu yang ingin dia lakukan. Apalagi, sebentar lagi ia juga akan kuliah di Jepang.

Baru saja Rheyner bersiap keluar kamar ketika lagi-lagi ponselnya berdering. Nama pembimbingnya terpampang di layar. Rheyner segera menerima panggilan tersebut.

“Kamu sudah membuka pengumuman beasiswa S-2?” tanya pembimbingnya setelah keduanya berbasa-basi.

Rheyner mengernyit. “Belum, Prof.” 

“Pantas saja kamu belum tahu. Segera lihat lalu bergegas untuk pergi.”

Kernyitan Rheyner semakin dalam. Seingatnya pengumuman tahap pertama masih tiga hari lagi. Namun, tak urung Rheyner mengiakan.

Begitu sambungan telepon terputus, Rheyner duduk di depan laptopnya. Ia membuka email terlebih dahulu. Ada beberapa email baru yang belum ia buka. Seminggu ini memang ia sama sekali tidak membuka email maupun mengurus pekerjaan. Dua email di antaranya adalah email dari kampus terkait beasiswa S-2. Satu email berisi pemberitahuan pergantian tanggal pengumumuan tahap pertama dan satunya lagi berisi pemberitahuan bahwa Rheyner lolos pada tahap pertama. Pada pemberitahuan yang kedua Rheyner diminta ke kampus sesuai tanggal yang tertera untuk ujian tahap kedua. Tanggal yang tertera adalah dua minggu dari sekarang.

Rheyner senang bukan main. Meskipun belum sepenuhnya lolos mendapatkan beasiswa, tetapi membuat Rheyner semakin optimis. Rheyner menggeser tatapannya pada sebuah figura foto baru yang terletak di meja belajar. Ada potret Rheyner mengenakan toga yang diapit oleh keluarganya dan keluarga Nadira. Rheyner sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk membanggakan mereka. Mereka adalah alasannya untuk sukses. Rheyner merasa jalannya menuju kesuksesan semakin lebar.

                                        ***

Temans Dera, kalau ada yang bingung gitu komen aja, ya~

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Комментарии (1)
goodnovel comment avatar
Rina Wati
apakah rheyner tetap sayang sama Nadira walaupun sekolah kejepang
ПРОСМОТР ВСЕХ КОММЕНТАРИЕВ

Latest chapter

  • Why Not?   Ekstra - Definisi Rumah

    Nadira sedang berada di depan laptop ketika merasakan pelukan di pinggangnya. Ada dua pasang lengan yang melingkari. Sepasang lengan kecil dan sepasang lengan kokoh. Nadira hanya tersenyum dan terus melakukan pekerjaannya. Ia tahu benar siapa mereka.Melihat respons cuek Nadira membuat kedua pemilik lengan-lengan itu mengeratkan pelukan. Mereka memang sedang menarik perhatian Nadira. Mereka tidak rela Nadira lebih memperhatikan pekerjaannya dibanding mereka. Akhirnya keinginan mereka terkabul. Nadira menghentikan tangannya yang sedari tadi sibuk menari di papan ketik.“Ayah Rheyner Aditya, Karelino Aksa Raditya!” ucap Nadira tertahan.“Iya, Bunda Sayang,” sahut kedua orang kesayangan Nadira itu bersamaan.“Bunda lagi kerja, lho.”“Tahu, kok. Kita ‘kan cuma peluk Bunda, ya, Rel.” Sang suami fasih menjawab.“Iya.” Bocah yang baru sebulan lalu genap 4 tahun itu menyetujui.Nadira berdecak. Ia berikan tatapan lembut pada pri

  • Why Not?   Penutup

    Rheyner membuka pintu kamar perlahan. Nampak bidadarinya terbaring dengan damai di tengah ranjang berukuran king size-nya. Sudut bibir Rheyner kontan tertarik. Ia langkahkan kaki mendekati ranjang. Tangan besarnya tak kuasa untuk tidak mengelus kepala bidadari itu. Bidadarinya menggeliat kecil perlahan kelopak matanya juga bergerak sebelum membuka sempurna.“Mas?” ucapnya serak, seksi kalau Rheyner diminta menilai.“Hai,” balas Rheyner. Kini ia sudah duduk di tepi ranjang.“Setengah dua belas, kamu baru pulang?” tanya si bidadari setelah melirik jam di atas nakas.“Keasyikan lembur sama anak magang. Maaf, ya.” Rheyner mengecup kening perempuan yang dicintainya itu. “Nggak apa-apa. Maaf aku tidur duluan. Kamu udah makan?” Si bidadari pengisi hati Rheyner mengubah posisinya menjadi bersandar di headbed.“Kamu tenang aja, aku udah makan. Kamu tidur lagi aja. Aku mau mandi dulu.” Rheyner beranjak menuju kamar mandi.Bukannya kembali tidur seperti perin

  • Why Not?   26. Sampai Jadi Sebenar-benarnya Debu

    Rheyner dan Nadira kembali ke kamar saat sudah lewat tengah malam. Selesai acara resepsi Rheyner dan Nadira tertahan oleh sahabat serta kerabat yang masih ingin mengobrol. Meski harus melawan rasa ingin segera tidur di kasur yang sangat kuat. Begitu sampai di dalam kamar, Rheyner langsung merebahkan tubuh di kasur secara serampangan. Kalau sesuai dengan rencana awal sebenarnya Rheyner dan Nadira akan langsung pulang. Akan tetapi, ini sudah lewat tengah malam. Tubuh mereka juga terlampau lelah. Jadi, mereka memutuskan untuk menginap semalam di hotel.Nadira langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Untung saja tadi ia membawa baju tambahan sebagai antisipasi kalau harus menginap di hotel. Setengah jam kemudian Nadira keluar dari kamar mandi. Ia melihat Rheyner masih di posisi yang sama seperti saat Nadira tinggalkan, sungguh tidak nyaman. Sepertinya Rheyner benaran tertidur.Nadira menepuk lengan Rheyner pelan. “Mas, bangun dulu. Ganti baju k

  • Why Not?   25. Sampai Jadi Debu

    Detak jantung Rheyner menggedor-gedor dada. Peluh sebesar kacang menghiasi dahi. Shinta yang duduk tidak jauh darinya memberi tisu. Rheyner menghapus keringatnya hati-hati. Untuk pertama kalinya Rheyner setuju wajahnya dirias dengan butir-butir bedak. Jadi, ia harus hati-hati kalau tidak ingin makeup-nya luntur.Rheyner melirik kursi di sebelahnya. Pengisinya nanti adalah salah satu penyebab jantungnya berulah. Benak Rheyner terus menebak-nebak akan seperti apa sosok yang mengisi kursi itu setelah satu minggu mereka tidak bersua. Rheyner mengembuskan napas untuk menenangkan dirinya. Kegugupan Rheyner pagi ini adalah kegugupan terhebat yang ia alami. Bahkan ketika ia harus mempresentasikan hasil desainnya di hadapan petinggi-petinggi ITB dan Tokodai dulu tidak segugup ini. Ijab kabul yang akan segera ia lakukan benar-benar membuat jantung bertalu. Penghulu yang ditunggu sedari tadi sudah datang, saatnya inti acara dilaksanakan.Rheyner mencium punggung tan

  • Why Not?   24. Lamaran Lagi dan Lagi

    Nadira bersiap-siap ke kafe dengan tergesa. Kemarin pagi Rheyner memang memberi kabar bahwa kantor Rheyner memenangkan tender. Tiba-tiba Rheyner memberi kabar kalau ingin melakukan perayaan di kafe sore ini setelah pemuda itu lembur. Padahal kemarin Rheyner tidak menyinggungnya sama sekali.Hari ini memang Sabtu, tetapi Nadira sedang tidak ke kafe. Ibunya menyuruh Nadira istirahat di rumah saja karena seminggu ini pekerjaannya cukup hectic. Nadira menurut dan membiarkan ibunya yang ke kafe, meskipun harusnya sang ibu tidak ke sana saat weekend. Lalu bukankah seharusnya Nadira merasa tenang karena ibunya sudah di kafe? Seharusnya iya, tetapi kenyataannya ibu Nadira tidak di sana. Ketika Nadira menelepon pun tidak dijawab.Nadira melirik jam di pergelangan tangannya. Waktunya semakin mepet. Lembur di kantor Rheyner pada hari Sabtu akan berakhir pukul 13.00, sedangkan sekarang sudah pukul 12.40. Nadira mengeluh dalam hati atas pemberitahuan Rheyner yang mendadak. Ia hanya bisa meminta dr

  • Why Not?   23. Saling Menjelaskan

    Lamaran yang Rheyner lakukan di puncak sudah tiga hari berlalu. Hubungan Rheyner dan Nadira sudah kembali seperti semula. Tidak ada perubahan berarti, kecuali status mereka.Seperti biasa, Rheyner lebih ekspresif menunjukkan perasaannya dibanding Nadira. Sampai detik ini mulut Nadira belum mengatakan secara langsung perihal perasaannya. Ungkapan cinta Rheyner hanya dibalas dengan kata ‘hm’ atau ‘aku tahu’.Namun, saat ini Rheyner tidak terlalu mempermasalahkan. Ia tahu cintanya terbalas. Ia juga dapat merasakan bahwa Nadira tidak lagi sungkan menunjukkan perhatiannya. Kadang kala ungkapan tidak terlalu penting, yang terpenting adalah sikapnya. Lagi pula Nadira sudah resmi menjadi calon istri Rheyner. Mereka sudah terikat komitmen serius. Boleh, dong, Rheyner merasa lega?Saat ini Rheyner dan Nadira masih berada di jalan sepulang dari bekerja. Jalanan cukup padat karena memang sedang jam pulang kantor. Akan tetapi, jalanan macet tidak membuat mereka berdua bosan. Kebersamaan ketika pul

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status