Home / Romansa / With Mr. Old / Bab 5 - Belle sakit panas

Share

Bab 5 - Belle sakit panas

last update Last Updated: 2021-04-28 09:31:01

Pagi-pagi sekali Marlon sudah bangun membuat sarapan untuk Belle. Di sepanjang malam gadis itu mengigau menghadapi suhu tubuh yang panas. Untungnya Marlon telah mengambil cuti, jadi tak perlu repot menghubungi para klien atau siapa pun menyangkut pekerjaan. Kondisi fisik Belle sangat payah! Padahal, mereka hanya menembus hujan dari gedung ke parkiran, tetapi dia telah tumbang.

Kening Belle mengernyit sesaat merasakan tangan Marlon menyentuh kulit pipinya, sejuk, membelai lembut sambil berbisik. "Bangun, Bell, kau harus mengisi perutmu."

Batin Marlon meringis, tak tega saat memeriksa tubuh Belle masih terasa panas, bahkan jauh lebih buruk dari semalaman suntuk.

Apa mungkin Belle kaget?

Ah, tidak mungkin, seingat Marlon dirinya bermain lembut semalam, memuja tubuh Belle begitu dalam. Tetapi sepertinya gadis itu benar-benar kaget, apalagi jika Belle sangatlah polos, dan tidak berpengalaman.

"Sweetheart, ayolah, buka matamu, kau harus makan sebelum ke rumah sakit." Sekali lagi Marlon meringis, membelai pelan pipi Belle, lalu mengecupnya.

Di saat Marlon menarik diri, kelopak mata Belle terbuka, dan menatapnya sayup. Wajah Marlon seketika berseri, buru-buru meraih mangkuk berisi bubur di atas meja tentu setelah membantu Belle duduk. Hueek! Isi di perut Belle menembak keluar. Sama sekali tidak jijik Marlon malah memijat tengkuk gadis itu, membantunya mengeluarkan lebih hingga mengenai kaus yang dia kenakan. Kacau.

"Minumlah, aku akan memanggil dokter," pinta Marlon, membantu Belle minum dengan cekatan, lantas berlalu keluar setelah membereskan kekacauan yang ada.

Kenapa paman Marlon sangat sabar? Batin Belle bertanya-tanya, meringis pelan saat menyentuh keningnya sendiri, panas.

Tidak lama Marlon kembali dengan seorang dokter. Di sisi ranjang lelaki dewasa itu mengamati, kerap kali menahan napas selama Belle diperiksa oleh Liam. Dokter kepercayaan Gloe sehingga mengandalkan beliau untuk kesembuhan anggota keluarga Exietera.

Dan, setelah ini Marlon berinisiatif mencari pengganti Liam, dia tak ingin ada lelaki selain dirinya menyentuh Belle. "Sudah, cukup! Kau sengaja berlama-lama, ya?"

Merasa tidak tahan akhirnya Marlon menyela, Liam hanya mengendik acuh selepas nulis resep obat. Tanpa berkata apalagi dokter muda itu pun pergi. Seluruh perhatian Marlon langsung tertuju pada Belle, mengompres keningnya sambil bersenandung. Belle mencibir senandung Marlon yang buruk, tapi dia juga tak menyangkal jika kepedulian lelaki itu telah membuat nyaman.

"Kau seperti menikmati senandungku, hmm," ujar Marlon sangat percaya diri.

"Tidak lebih buruk dari suara tangisan bayi," jawab Belle sekenanya, sontak kedua mata Marlon mendelik.

"Jangan bilang kau tidak menyukai anak kecil?" Menatap wajah mungil di depannya, tak mangkir perasaan Marlon jadi kembang kempis ruwet.

Ketika Belle menggeleng pertanda tidak, ruas dada Marlon mencelos rendah. Ini akan terasa sulit. Tapi, Marlon tentu tak tinggal diam. Secepatnya Belle harus melahirkan Marlon junior, wajib! Keluarga Exietera menginginkan putra dari Marlon.

"Kau seorang perempuan, Bell, bagaimanapun kau akan melahirkan anak."

"Aku tidak mau."

"Kenapa tidak? Kau sudah menjadi seorang istri."

Hening.

Tidak Marlon maupun Belle keduanya terdiam, hanya saling menatap tanpa kata. Alih-alih menjawab Belle malah gugup, membuang muka ke lain arah sesaat Marlon menangkup pipi bulatnya, jelas menuntut. Di sini Belle cukup paham kenapa Marlon ngebet menikah? Hanya demi mendapatkan keturunan, sebagai penerus Exietera.

Well, jangan berharap banyak, sebisanya Belle mencegah kehamilan, dia belum siap momong anak. Kecuali ... kalau anaknya kelak dijamin tidak akan mirip Marlon. Mungkin bisa diperhitungkan.

"Eum, aku, aku hanya tidak mau mengeluarkan bayi jelek seperti paman," tukas Belle penuh cemooh, hal itu membentuk letupan-letupan kecil di atas kepala Marlon yang mendadak pusing.

"Kata ibuku aku ini tampan, kau memiliki gangguan pengelihatan, ya?" telisik Marlon sambil mengamati kedua mata Belle, mencari kejanggalan, barangkali ada belek menyangkut.

Oh, lihat ini? Dengan pasti Marlon mengambil belek mata Belle yang mencuat, sejenak gadis itu terpejam, kemudian melotot saat Marlon menunjukkan sesuatu yang menjijikkan itu di ujung jarinya.

"Seharusnya, aku memeriksa kesehatanmu terlebih dulu sebelum kita nikah." Marlon memasang raut menyesal, sengaja, disusul tepukan keras di pundak.

Belle tak terima, menyeka matanya berulang kali, lalu bangkit berkacak pinggang. "Aku jauh lebih muda dari paman Marlon, apalagi jika dibandingkan ibumu, tentu saja mataku masih sehat."

"Kau terus mengataiku tua, padahal aku tahu kau telah merasakannya semalam. Jika punyaku masih gagah perkasa dan tangguh."

Di tengah tempat tidur berukuran jumbo Belle membatu, kedua pipinya memanas, teringat akan kejadian semalam. Ugh! Sungguh, menggelikan. Rasanya antara salah dan benar, tetapi kenyataan memang begitu.

Saat pelayan datang membawa nampan berisi makanan baru juga obat sekali minum, dengan sigap Marlon menghela tubuh kecil Belle. Mengatur posisi duduk gadis itu. Menyuapkan Belle dua sendok bubur, sebelum memberikannya obat pereda panas yang Liam anjurkan. Hanya sirup.

"Buka mulutmu, Bell, kau harus minum obat."

"Tidak, aku tidak mau, rasanya pasti pahit."

"Lihat, akan aku coba." Marlon memasukkan sendok ke dalam mulutnya, berusaha menyakinkan. "Ini manis sekali."

Untuk seperkian detik Belle mengerjap, tidak pernah berpikir Marlon bersedia meminum obatnya, padahal sama sekali tak sakit. Di mata Belle, paman Marlon semakin terlihat penyabar, kedewasaannya bersikap tidak dapat disepelekan.

Maka dari itu, saat Marlon menuang obat untuknya, tanpa keraguan lagi Belle menerima, bahkan rasa pahit yang kental lenyap. Hingga suara menggelegar Gloe menghantam kuping setiap makhluk hidup. Arah pandang Belle langsung menjuruk ke pintu. Telah berdiri wanita elegan dengan kipas cantik di tangannya yang tidak pernah ketinggalan.

"Selamat pagi menantu baruku, Belle!" Gloe menyapa dengan lantang, saking kerasnya sampai menggema.

Mungkin Gloe berpikir Isabeau Chambell girang bisa menikah dengan Marlon, tidak tahukah dia bahwa dirinya terpaksa. Dua puluh tahun angka yang sangat dinantikan oleh setiap anak manusia, untuk meniti proses perubahan, tetapi tidak berlaku bagi Belle. Sebab usianya itu menjadi awal bencana.

Dipaksa menikah dalam masa kuliah, kalau bukan karena permintaan ayah, maka Belle masih berada di bangku sekolah menuntut ilmu. Belle ingat betul perkataan ayah dan ibu selama membujuknya agar bersedia menikah.

"Kau satu-satunya anak kami yang mungkin bisa diandalkan. Tidak hanya berparas cantik, otakmu juga sangat encer. Tapi kau harus mengambil salah satu dari kesempatan ini, Bell, kau lihat adik-adikmu masih sangat kecil, mereka butuh asupan makan."

"Lihat dompetnya, aku menjamin kau tidak akan hidup kekurangan, dan aku percaya pendidikan tinggi tidak lagi kau butuhkan."

"Tidak usah pikir soal hati, cinta kita akan tumbuh karena terbiasa, yang kau lakukan cukup jalani."

Mengangguk mantap pandangan Belle kembali ke sekitar, membalas tatapan Gloe dengan manis. Tidak luput dari senyuman juga cengiran. Belle tahu Gloe tidak menyukainya, sama seperti dia tidak menyukai Marlon si tua menyebalkan, tapi kita lihat saja nanti?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • With Mr. Old   Bab 54 - Kedewasaan Belle

    Undangan pernikahan?Kening Marlon mengernyit saat menemukan selembar kertas undangan di meja depan rumahnya, dengan bingung pria itu pun membukanya dan membaca dalam hati. Alangkah terkejutnya dia begitu melihat nama Gloe Exietera dan Robert Downey yang tertera.Apa-apaan ini, kenapa tidak ada pemberitahuan?Dengan wajah yang merah padam dikuasai amarah Marlon pun masuk ke dalam rumah, mengurungkan niatnya yang hendak pergi kerja. Acara itu tidak boleh dilanjutkan, dia harus bersikeras melarang ibunya agar membatalkan pernikahan tersebut."Belle ...""Isabeau Chambell, kemarilah!""Sayaaang," panggilnya terus menerus.Dari arah dapur Belle datang tergopoh-gopoh, dia baru saja selesai dengan tugasnya, tetapi Marlon sudah berteriak-teriak seperti Tarzan liar. Dengan heran Belle menatap pria itu, karena dia pikir Paman Marlon sudah berangkat kerja sejak tadi."Loh, Paman, ada apa?" tanya Belle panik, apalagi saat melihat wajah Paman Marlon yang menegang, lalu dia pun bertanya lagi. "Buk

  • With Mr. Old   Bab 53 - Pelayanan ekstra

    Dari samping gadis itu Belle menyikut lengan Rose, tetapi sepertinya gadis itu tampak tidak peduli, entah apa yang ada di pikirannya sampai menerima dua orang pria asing. Dengan senyuman yang manis Rose menampilkan wajah terbaiknya, dia begitu ramah sekali, sementara Belle seperti orang kebingungan."Ngomong-ngomong kalian sudah semester berapa?" tanya salah satu pria dari mereka, kalau tidak salah namanya adalah James."Oh ... Aku semester 4, kemungkinan sebentar lagi akan wisuda." Rose mengerjapkan matanya beberapa kali, Belle bisa melihat dengan jelas jika sahabatnya itu sedang tebar pesona. "Kalau kalian?""Kami berdua sudah kerja," jawab yang satu lagi, namanya kalau tidak salah juga Nial.Rose dan kedua teman barunya itu pun langsung akrab, mereka berbicara dengan panjang kali lebar, bahkan melupakan Belle yang masih duduk di situ. Dengan perasaan yang tidak enak semampunya Belle bersikap biasa saja, dia tahu Rose sakit hati oleh Liam, tetapi tidak seperti ini juga caranya.Masi

  • With Mr. Old   Bab 52 - Rose dan Belle

    Seperti rutinitas pagi biasanya Belle menyiapkan keperluan Paman Marlon dan William sebelum berangkat, wanita berumur 23 tahun itu dengan gesit menjalankan tugas yang sudah menjadi santapannya sehari-hari. Semua itu Belle lakukan dengan hati yang riang dan bahagia.Tidak lupa sebagai istri dan ibu yang baik Belle juga memberikan bekal makanan bergizi, selain untuk kesehatan, tentunya bisa lebih sedikit menghemat. Bukan Belle pelit, hanya saja dia baru menyadari ternyata keuangannya menurun drastis sejak William lahir hingga saat ini."Paman, hari ini makan malam di rumah saja ya," pesan Belle sambil menaruh bekal di hadapan Paman Marlon yang sedang mengenakan sepatu."Kau memasak makanan kesukaanku?" tanyanya."Ah, tidak, aku hanya ingin kau sedikit berhemat saja.""Berhemat?" Kening Marlon mengernyit, tetapi belum sempat dia bertanya lagi Belle sudah berlalu di depan sambil menggandeng William.Sejenak Marlon terdiam, dia melirik bekal yang sudah Belle siapkan di depan matanya. Bekal

  • With Mr. Old   Bab 51 - Pasal potong bulu

    Hari ini Marlon sangat badmood, suasana hatinya yang tidak menentu membuat pikiran meracau ke mana-mana, entah apa yang sebenarnya terjadi pada Gloe. Sebagai seorang anak Marlon tahu persis pria seperti apa Edward, dia pasti hanya memanfaatkan ibunya, apalagi perbedaan umur mereka sangatlah jauh.Tetapi yang lebih menjengkelkan Belle malah membela Edward, bahkan mendukung ibunya yang sedang puber kedua itu."Paman, kenapa William belum pulang ya?" Belle bangkit dari duduknya, wajah wanita itu tampak cemas, wajar saja karena sudah hampir pukul 10 malam William juga tidak kunjung pulang."Mungkin saja menginap di rumahnya Rose," jawab Marlon sambil memijat pelipisnya yang mulai terasa berat, dia tidak bisa menutupi betapa bingungnya saat ini, apalagi mengingat sang ibu meminta restu."Tapi teleponku tidak jawab oleh Rose, dokter Liam juga ponselnya tidak aktif," keluhnya benar-benar begitu cemas, dengan gusar Belle pun berjalan ke arah jendela dan mengintipnya sedikit.Enggan menyahut l

  • With Mr. Old   Bab 50 - Karma

    Wajah Belle merah padam, Paman Marlon memang paling bisa membuat dirinya tersipu hingga memerah sampai di sekujur tubuhnya. Untuk pertama kali setelah sekian lama menikah pria itu mengajak Belle melakukan sesuatu yang baru, dan memberikan sensasi yang beda terhadap tubuh polosnya tersebut.Menepuk pipinya berulang kali dengan semaksimal mungkin Belle berusaha mengembalikan napas dan pikirannya yang kacau, semua itu berkat ulah Paman Marlon, dengan segala trik dan permainan yang aneh."Kau sudah siap, Sayang?" tanya Marlon sambil membawa segelas teh hangat untuk Belle, sebagai suami yang baik dia tentu tahu apa yang istrinya butuhkan setelah berendam bathtub selama 4 jam.Belle menoleh, tangannya masih menggosokkan handuk pada rambutnya yang basah, lalu dia bertanya. "Aku ingin susu cokelat hangat, Paman.""Oh, iya?" Paman Marlon tampak menggaruk tengkuknya, lalu dia menyengir. "Tidak apa-apa, minum teh saja dulu, biar tubuhmu menjadi hangat."Tanpa persetujuan Belle, dengan cepat Marl

  • With Mr. Old   Bab 49 - Mandi bareng?

    Dengan sempoyongan Marlon pulang sedikit larut, untuk menghilangkan stres yang menikam kepalanya dia berhasil menghabiskan dua botol alkohol, dan sedikit hiburan. Telepon sengaja dia matikan, Marlon seakan lupa akan janjinya yang baru kemarin dia tangguhkan. Perkataan Miller saudaranya itu cukup mempengaruhi, sehingga Marlon menjadi pusing."Kau habis dari mana saja, Paman?" tanya Belle yang berdiri di ambang pintu, wajahnya begitu merah membara."Aku habis bertemu dengan Miller," jawab Marlon."Ayahnya Rose?" Wanita itu bertanya lagi, kali ini Marlon hanya mengangguk, lalu melewati Belle begitu saja. "Kenapa kau tidak membawaku ke rumah Ibu mertua, aku kan juga ingin berkunjung menemuinya.""Aku hanya bertemu dengan Miller." Dia menegaskan, seraya mengambil handuk yang menggantung di rak.Menghela napas lelah Belle hanya menatap kepergian Paman Marlon, lalu menghilang di balik pintu kamar mandi. Entah apa yang merasukinya? Terus terang, Belle merasa bingung dengan sikapnya Paman Marl

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status