Beranda / Fantasi / Wolfsbane / Tujuan Baru

Share

Tujuan Baru

Penulis: shunkin
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-17 18:15:10

Fritz terheran-heran karena hari ini Claus tidak perlu dipanggil untuk berlatih. Ia pikir Claus masih agak takut, tapi kini sepertinya tidak lagi. Yah, bukankah itu hal yang bagus?

"Kau tampak lebih bersemangat hari ini, Claus." Katanya takjub. "Aku yakin jika kau terus berlatih, tidak ada yang tidak mungkin."

Claus tidak merespon, ia hanya fokus pada pedang di tangannya. Ucapan Elaine kemarin begitu menamparnya. Jika ia tidak mau berusaha, maka selamanya julukan anak kecil akan terus melekat. Bila kekuatan bisa membuat Elaine berbicara, maka ia hanya harus melakukannya.

"Tolong, Tuan Fritz."

Fritz segera meladeninya. Bakat memang penting, tapi ambisi bisa membuat segalanya terjadi. Hari ini, ia melihat ada ambisi di mata anak kecil itu. Jadi dia pun juga sudah mulai memiliki perasaan terhadap kelompok ini? Fritz tidak pernah merasa lebih bahagia dari ini.

Claus mulai mengambil sikap kuda-kuda, bersiap menyerang Fritz. Lelaki dewasa juga tidak boleh lengah. Lawannya mungkin hanya anak kecil, tapi meremehkan seseorang tidak boleh dilakukan. Tidak pernah ada yang tahu bagaimana hasil akhir sebelum semuanya dilakukan, bukan?

Sementara Elaine yang baru keluar dari tenda pagi itu melihat Claus sedang berlatih tanding bersama Fritz merasa agak terkejut. Ia masih memikirkan ucapan Claus kemarin. Apakah dirinya telah melakukan sebuah kesalahan? 

Ia tidak bermaksud membuat Claus berada di sini, atau membantu mereka. Bagaimana pun, dia masih anak-anak. Tubuhnya juga belum siap untuk menerima pelatihan semacam ini. Apa yang sudah ia lakukan?

"Hei, Elaine. Kau tidak dapat informasi lain?"

Daris, entah darimana munculnya tiba-tiba saja bertanya. Elaine melirik, menggeleng pelan. "Tidak ada."

"Aku tidak berpikir Lian punya musuh selain kita." Aku Daris.

Elaine menghela napas. "Tentu saja mereka ada."

"Kau tahu siapa mereka?"

Elaine menggeleng. Tidak terlintas bahwa akan ada orang lain yang juga mengincar Lian sekarang. Jika itu benar, maka kelompok ini juga sedang dalam bahaya. Melakukan kejahatan tepat di tengah keramaian, mereka punya kekuatan lebih untuk itu, bukan? Elaine juga penasaran.

"Di mana target kita selanjutnya?" Tanya Daris. 

Nada penuh kebencian terdengar dari mulut perempuan itu. "Hviezda."

"Kau bilang kita tidak akan kembali ke sana ini." Daris menggelengkan kepalanya. Biasanya Elaine tidak seperti ini. Apa yang menyebabkannya demikian? Lalu jawaban Elaine sungguh membuatnya terkejut.

"Aku harus mengembalikan luka yang kuterima."

"Dinginkan kepalamu. Berikutnya akan ada penjualan budak di Pali. Kita akan membebaskan mereka dulu, oke?" Daris melangkah pergi, meninggalkan Elaine seorang diri. 

Sementara perempuan itu menepuk kepalanya sendiri, apa yang barusan dia pikirkan? Egois, tidak seperti dirinya saja. Tampaknya perkataan Claus masih mempengaruhi alam bawah sadarnya.

Kenapa dia bisa terpengaruh oleh seorang anak kecil? Ini hanya perasaannya saja, tapi Claus mungkin akan membawa perubahan pada Wolfsbane di masa depan. Semoga saja memang demikian.

Hari ini mereka akan bergerak lagi, menuju Pali. 

                                  ***

"Oscar!"

Oscar melihat Lyla berjalan ke arahnya. Ia menatap heran, kenapa majikannya terlihat terburu-buru? Maka Oscar berhenti dan menunggu. Kemudian Lyla menanyakan sesuatu ketika telah tiba di hadapannya. 

"Jelaskan."

Oscar tidak mengerti. "Apa yang harus aku jelaskan?"

"Semalam—"

"Semalam Anda tidur nyenyak, Nona. Jangan khawatirkan itu. Anda sudah sarapan?"

Lyla menarik kerah pakaiannya. "Kau tidak menjawab pertanyaanku."

"Aku harus bilang apa? Carla, orang yang kau temui itu merupakan pemimpin Wolfsbane. Dia juga yang bertanggungjawab atas menghilangnya budak yang kau inginkan."

Lyla terdiam. Oscar tidak mungkin berbohong padanya, tapi mengapa ini bisa terjadi? Ia bahkan tidak mencurigai Carla sama sekali.

"Terima kasih, Oscar."

Melihat wajah Lyla, Oscar memutuskan memberitahunya sesuatu. "Kabar baiknya, aku membawa Josephine kemari. Ia bisa melukismu."

Lyla tidak begitu mengingat eksistensi Josephine, kalau tidak salah dia temannya Carla, bukan? Apa dia juga harus mewaspadainya?

Seakan bisa membaca isi hatinya, Oscar berujar. "Tenang, dia hanya budak biasa, aku membelinya dari majikannya. Tidak ada hubungannya dengan Wolfsbane."

Menghela napas lega, Lyla tampak lebih rileks sekarang. "Syukurlah kalau begitu. Tapi ... apa kau tidak salah, Oscar? Apa benar Carla adalah .... "

Lyla tidak berani melanjutkan kalimatnya. Wajah Oscar terlihat tidak bersahabat ketika mendengar nama itu.

"Saya tidak perlu mengatakannya lagi. Lebih baik Anda bersiap-siap. Hari ini ada pertemuan darurat di istana."

Oscar pergi, menyisakan Lyla sendirian di sana. Ia ingin mengejar, tapi niat itu segera diurungkan. Kemarahan Oscar bisa dimengerti, tetapi bukankah ini agak berlebihan?

"Nona!" Josephine muncul entah darimana. "Selamat pagi, apa ada yang bisa saya bantu?"

"Ah, tidak ada, Josephine. Maaf, aku harus pergi dulu."

"E-eh? Tunggu—"

Percuma saja, Lyla sudah berjalan pergi. Josephine hanya bisa menghela napas pasrah. Hari ini nasibnya buruk sekali. Oscar bilang, mereka akan pergi untuk pertemuan darurat di istana. Josephine menari kecil untuk merayakan kebahagiaan hatinya. Akhirnya, ia bisa pergi ke istana!

                                    ***

Istana Kerajaan Lian sangatlah mewah. Gerbang depan terlihat begitu besar ketika Josephine melihatnya. Kayu sebagai bahan dasarnya tampak kokoh dan tidak tergoyahkan. Oscar dan Lyla berjalan di depannya sambil membawa lukisan potret gadis bangsawan itu, menuju ke dalam bangunan itu melalui jalan setapak ke sana. Josephine tampak tidak percaya dengan semua ini hingga mencubit pipinya sendiri.

"Sebelah sini, Nona."

Seorang pelayan memberi arahan pada mereka. Josephine masa bodoh dengan materi pertemuan mereka, dia akhirnya bisa mewujudkan impiannya untuk menginjakkan kakinya di sini!

"Josephine, kau tetap ikut dengan kami." Pesan Oscar.

Josephine menurut saja. Ia mengikuti tanpa rasa curiga. Mereka berjalan cukup lama di lorong hingga tiba di sebuah ruangan. Rupanya di dalam sana telah hadir banyak orang. Josephine hampir mengenali mereka semua, tentu saja karena para hadirin di tempat ini adalah bangsawan terpandang.

"Akhirnya kau membawanya, Oscar?"

"Benar. Kemampuannya dibutuhkan untuk memberantas kelompok pemberontak itu. Josephine, dia bisa melukis dengan detail. Lihat, ini adalah hasil lukisannya dengan Nona Lyla sebagai objeknya."

Semua yang ada di sana menatap kagum pada hasil lukisan Josephine yang disejajarkan dengan Lyla tepat di sebelahnya. Sangat mirip dengan aslinya hingga sulit untuk dicari perbedaannya. Josephine tidak mengerti kenapa lukisannya ditunjukkan, tapi ia harap orang-orang tidak membencinya karena itu.

"Darimana kau temukan dia?" Tanya salah satu bangsawan yang hadir di sana. Oscar berdehem sebentar sebelum menjawab,

"Itu tidak penting. Sekarang, kita bisa mulai membuat poster buron untuk pemimpin Wolfsbane."

Wolfsbane? Josephine hanya beberapa kali mendengar nama itu. Mereka adalah sekumpulan orang yang kerjanya merampok harta para bangsawan. Ia sendiri tidak terlalu mengerti, tapi mengganti sistem pemerintahan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Mereka harus punya senjata, taktik, dan sumber daya manusia yang mumpuni. Sejauh ini, mereka hanya merugikan secara materi. Namun baru-baru ini mereka dicurigai sebagai dalang dari rencana pembunuhan Pangeran Giovanni. 

"Kau benar. Tapi kita tidak ada yang bisa mengingat wajahnya dengan jelas."

Oscar tersenyum, "Josephine, tolong lukiskan wajah Carla."

Josephine terlihat bingung. "Kenapa Carla, Tuan Oscar?"

"Lukis saja dalam jumlah banyak, aku meminta tolong padamu. Kami akan menyediakan apa pun yang kau butuhkan."

Josephine mengangguk semangat. Tapi ia masih belum paham apa relasi antara Wolfsbane dan Carla. Dalam hidupnya ia hanya tahu bagaimana cara melukis. Selama ia masih menggoreskan tinta pada kanvas, hal lain tidaklah lagi berarti. Terlebih lagi, kali ini Oscar yang memintanya. Bagaimana bisa Josephine menolaknya?

"Tentu!"

                                 ***

Elaine menatap wajahnya pada permukaan air sungai. Terlihat begitu masam, seperti orang yang tengah memiliki dendam. Ia ingin menenangkan diri di sini, menikmati gemericik suara air dan juga embusan angin yang sejuk.

Sudah lama sekali ia tidak mendapatkan ketenangan. Ia mengangkat salah satu tangannya, memandang pada bagian telapak. Alasan ia menjadi seperti ini adalah karena sebuah kutukan dari seorang penyihir bertahun-tahun lalu. Elaine tidak bisa kembali menjadi manusia biasa dan berteman dengan semua orang.

Itu adalah sebuah hari ketika orang tuanya dituduh mencuri, kemudian dihukum mati begitu saja tanpa adanya investigasi. Mereka berdua digantung di alun-alun kota, disaksikan semua orang. Tidak akan ada yang percaya perkataan budak, 'kan? Bahkan hingga saat ini. 

Mereka hanyalah manusia kelas bawah yang selalu diinjak-injak dan tidak boleh melawan. Siapa yang berkuasa, maka dia yang menang. Begitulah cara dunia ini bekerja sedari dulu.

"Elaine? Astaga, aku mencarimu kemana-mana." Fritz muncul dari balik semak-semak dan menghela napas lega. Lantas ia duduk di sebelah Elaine, bermaksud menemaninya.

"Aku hanya mencari udara segar. Lagipula, kau yang membimbing anak itu."

Fritz tersenyum, "Dia akan menjadi pilar kita di masa depan."

"Jangan terlalu yakin. Manusia bisa berubah kapan pun mereka mau."

"Kalau kau tidak berusaha untuk percaya, maka tidak akan ada yang berubah."

Elaine menunduk, menatap refleksi wajahnya lagi pada tirta yang mengalir. Menyedihkan. Apa dia selalu seperti ini?

"Apa air sungai lebih menarik perhatianmu?" Tanya Fritz dengan setengah bercanda. 

"Aku ingin percaya bahwa aku bisa menjadi manusia biasa kembali. Bukan seperti ini." Ujarnya. Dia tidak akan hidup sampai sekarang bila bukan karena mengingat nasib orang tuanya dahulu kala.

"Karena itu, cobalah untuk percaya, Elaine. Suatu saat kau akan mendapatkan jawaban yang kau inginkan." Fritz berusaha menenangkannya. Ia tidak tahu mengapa Elaine seperti ini lagi, hanya berharap bahwa tidak ada sesuatu buruk yang terjadi.

"Aku tidak bisa mempercayai siapapun, bahkan diriku sendiri."

"Waktunya hanya belum tiba, Elaine." Fritz berdiri, membersihkan debu dan pasir yang menempel di pakaiannya.

"Ayo kembali. Hari ini kita harus ke Pali, bukan? Apa kau akan melupakan tujuan kita membentuk kelompok ini?"

Elaine turut beranjak. Lantas keduanya berjalan kembali menuju teritori tenda. Orang-orang sudah membereskan semuanya, bersiap untuk berangkat.

"Ayo, Elaine. Kau pemimpin kami."

Elaine menoleh padanya. "Fritz, aku tidak tahu nasib kita ke depannya, tapi aku berjanji akan melakukan yang terbaik."

"Itu adalah Elaine yang aku kenal." Puji Fritz.

Misi baru akan dimulai sebentar lagi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Wolfsbane   Sisi Lain

    Pangeran Joe kembali dengan membawa hasil buruan begitu banyak. Para pelayan bahkan menatap tidak percaya dengan betapa banyak juga yang harus mereka masak. Tapi tentunya ada satu orang yang sangat bersemangat dengan kabar itu. "Pangeran sangat hebat! Luar biasa, aku akan memasak semuanya!"Pangeran Joe hanya tersenyum tipis ke arah pelayan yang sudah lama dikenalnya itu. "Aku mengandalkan dirimu jika demikian, Uni."Uni memberikan hormat. "Siap, pangeran! Serahkan semuanya pada saya!" Pangeran Joe kemudian pergi, sementara orang-orangnya membereskan peralatan dan lain sebagainya. Ia bilang hendak beristirahat dulu akibat lelah. Uni yang berapi-api lantas segera menyingsingkan lengan pakaiannya ketika bahan makanan mulai dibawa ke dapur oleh pelayan laki-laki. Dia tidak akan kalah hari ini! Kemarin dia sudah bisa menyiapkan perbekalan dengan sempurna untuk Pangeran Joe, berikutnya pasti juga berhasil! Keberuntungan sedang ada di pihaknya sekarang, ia tidak boleh menyia-nyiakannya.

  • Wolfsbane   Awal Baru

    "Lihat, ada seseorang!"Para nelayan berkumpul di sekitar garis pantai ketika mendengar sebuah seruan. Pagi ini mereka baru saja kembali dari laut dan menemukan seorang lelaki yang tak sadarkan diri di tempat ini. Saat ada seorang nelayan yang memeriksanya, ia masih bernapas. Maka akhirnya diputuskan bahwa tubuh itu akan diletakkan di salah satu rumah nelayan hingga siuman."Dia pasti orang asing karena kita tidak pernah melihatnya, apa kita harus menghubungi pejabat setempat?""Kau benar, dia mungkin mata-mata. Tapi kita harus menanyainya beberapa hal terlebih dahulu. Kita tunggu sampai dia sadar."Orang tersebut sadar setelah dua hari, ia tampak begitu lemah ketika membuka sepasang matanya. Ia terbangun di tempat asing, merasa pusing hingga akhirnya memegangi kepalanya. Saat duduk, ia melihat ada orang lain yang tak jauh darinya dan memutuskan untuk bertanya. "Aku di mana?""Kau berada di Yilan." Jawabnya. "Kau sendiri siapa? Apakah kau mata-mata?""Ah, bukan, namaku—"Orang itu in

  • Wolfsbane   Badai

    "Selamat datang, Lyla Hviezda."Lyla membungkuk hormat pada lelaki yang menyambut kedatangannya ke kediaman Ratte. "Hormat saya, Tuan Voic."Voic, lelaki itu hanya tersenyum. "Jangan begitu formal, Lyla. Panggil aku Voic saja."Lyla mengangkat kepala, memberi gestur tangan kepada Oscar yang tengah membawa suatu kotak. Lantas pelayannya itu memberikan benda persegi tersebut kepada Voic. "Sedikit oleh-oleh dari Lian, harap Tuan berkenan dengan pemberian dari Nona Lyla.""Oh." Voic mengambil kotak itu sendiri karena tidak begitu besar, dan ketika memegangnya memang tidaklah berat. "Tidak perlu repot-repot, tapi terima kasih."Voic kemudian memandu mereka menuju ruangan besar. Sudah banyak bangsawan dari berbagai penjuru negeri yang hadir. Lyla duduk di sebuah kursi, bersama Oscar yang berdiri di belakangnya. Selayaknya pesta lain, semua orang tampak bersenang-senang di tempat ini. Ada yang mengobrol saja, atau mulai melangkah menuju lantai d

  • Wolfsbane   Tatapan

    "Pekerja baru?""Iya. Dia adalah budak yang menghilang sewaktu pengiriman saat itu akibat Wolfsbane."Lyla pulang kembali ke kediaman Hviezda, mendapati ada seorang anak kecil yang ada di salah satu kamar budak. Oscar terpaksa mengunci pintu karena suaranya sangat mengganggu. Lyla yang kasihan akhirnya meminta lelaki itu membukakannya."Bagaimanapun dia masih anak-anak, Oscar."Mau tak mau akhirnya Oscar menurut. Anak itu langsung keluar dan tak sengaja terjatuh karena pintunya yang tiba-tiba terbuka."Saya tidak mengerti mengapa Anda ingin budak anak-anak seperti ini.""Kau juga sama dulu."Oscar mendecih pelan. Apalagi ketika melihat Lyla justru mendekat pada anak itu dan memeluknya. "Tenang, aku tidak akan menyakitimu."Bocah itu mulai tenang, lalu mereka kemudian berbicara beberapa hal. Hanya dengan b

  • Wolfsbane   Keputusan

    Claus berlari.Mengapa orang dewasa selalu saja bersikap seenaknya? Ia tidak mengerti dan tidak mau mengerti. Berkali-kali ia terjatuh karena tidak memperhatikan jalan. Ketika kakinya telah menjerit kesakitan, alam telah berganti tayang. Claus lelah berlarian tanpa tujuan. Pada akhirnya ia pingsan.Ketika ia terbangun, bias cahaya mengenai permukaan kulitnya dari sebuah pintu yang terbuka. Tidak ada dingin menyapa, karena sebuah selimut diletakkan di atas tubuhnya. Dinding kayu terlihat ketika ia mengamati. Di mana ia berada saat ini?"Kau sudah bangun?"Seorang lelaki datang memberi salam dan bertanya. Nampan berisi sarapan ia letakkan di atas meja dekatnya. Claus merasa pernah berjumpa dengannya, tapi ia tak begitu mengingatnya."Katakan siapa namamu. Bisa repot kalau kau anak hilang dan sedang dicari orang tuamu."Nama?Claus tidak bisa menging

  • Wolfsbane   Refleksi

    "Tidak, aku lupa membeli telur!"Uni segera berlari setelah mengecek persediaan bahan makanan di dapur istana. Pangeran Joe sangat suka makan telur dan daging, itulah alasannya. Uni memang belum secakap mendiang ibunya dalam melakukan segala sesuatunya. Salah satunya adalah sifat pelupanya ini."Jangan lari, Uni." Peringat Hilda, salah satu rekannya. Namun Uni telah menghilang terlebih dahulu di balik pintu. Hilda hanya menggeleng pelan sembari melanjutkan pekerjaannya kembali."Telur, telur!"Uni sudah hampir gila. Pangeran Joe sedang dilukis oleh Josephine di halaman belakang bersama Nona Lyla. Uni harus kembali sebelum mereka selesai. Tapi ia tidak yakin akan sanggup atau tidak. Ah, sudahlah! Rasanya otaknya makin buntu bila kian dipikirkan.Ia berlari begitu kencang hingga membuat beberapa orang menatapnya heran. Tidak berhati-hati mengendalikan laju lari, Uni tidak sempat berhenti ket

  • Wolfsbane   Resah

    Yue dan Leo belum melihat tanda-tanda keberadaan Elaine meski telah mengalahkan para prajurit yang berjaga di sekitar menara. Mereka kebetulan bersimpangan dan bertemu. "Kau menemukan sesuatu?" "Belum, aku tidak melihat yang lain. Sebaiknya kita tetap di sini sambil menunggu sinyal." Keduanya mendengar sesuatu seperti suara tawa. Agak sedikit jauh dari posisi mereka, ada seseorang yang datang sembari menyeret tubuh manusia. Orang aneh itu mengenakan jubah dan membawa tas kulit di pinggangnya. Fanla yang sedang membawa mayat Elaine berhenti sejenak setelah merasakan ada sesuatu di sekitarnya. Dari dua arah berlawanan, ada beberapa benda tajam melayang ke arahnya. Fanla menghindar dengan baik, kemudian menilik siapa yang berani menghalangi jalannya. "Mau kau bawa ke mana Elaine?" Fanla menyeringai. Jadi rupanya mereka adalah teman Elaine; mayat yang tengah ia bawa ini. Fanla mengeluarkan sebuah benda magis dari kantungnya, kemudian menarik kedua orang yang menghadangnya barusan. "

  • Wolfsbane   Pertanyaan

    "Fanla, apa yang kau lakukan?!"Fora kesal karena Fanla melakukan hal yang tidak berguna dengan membawanya keluar dari ruang penuh kabut racun itu. Mereka berada di lorong depan ruangan tersebut, melihat sisa kabut menyelinap melalui celah bawah pintu. Apa Fanla pikir ia lemah dan bisa dikalahkan oleh racun Elaine?"Fora, aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu. Kau adalah temanku." ujarnya menjelaskan maksud tindakannya tadi."Bagaimana kalau Elaine kabur?!""Tidak mungkin, ia sudah kehilangan banyak darah. Kita tunggu sampai kabut racunnya hilang."Fora menunjuk-nunjuk wajahnya. "Lalu kau menyuruhku diam saja, begitu? Aku yang bertanggung jawab atas semua ini. Aku tidak mau mengecewakan Pangeran Joe.""Fora," panggil Fanla. "Kau tidak bisa melakukan semuanya sendirian. Aku heran kenapa kau bahkan melarang Oscar ikut campur.""Manusia itu," Fora menghadap

  • Wolfsbane   Mimpi buruk

    Byll mengamati keadaan sekitar terlebih dahulu. Menara barat terlihat sepi, ada yang tidak beres. Mungkinkah mereka mengganti formasi untuk berjaga? Tapi melihat situasi kerajaan, rasanya itu hampir tidak mungkin.Ia juga belum berjumpa dengan Yue atau pun Leo. Prioritasnya sekarang adalah mencari Elaine terlebih dahulu. Ia tidak boleh lengah barang sedikit pun. Baru beberapa langkah berjalan, ia terhenti.Oscar rupanya sudah menunggunya di balik dinding."Byll Galsch, mari selesaikan pertarungan kita waktu itu."Byll melihat Oscar membawa senjata yang sama seperti bertahun-tahun silam. Sebuah pedang yang tampak tajam dan mengkilat, serta rubi yang berada di gagangnya. Aura kehitaman menguar ketika Byll menangkapnya dengan retina.Sama seperti waktu itu.Byll mengeluarkan sihir anginnya secepat yang ia bisa, tetapi Oscar terlebih dulu hendak menebasnya. Beruntung Byll dapa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status