"Bagaimana dengan rencana kita? Sebagian besar harus tetap berjaga di sini."
Jumlah anggota kelompok ini kurang lebih ada dua puluh orang, termasuk Claus. Mereka mempunyai pekerjaan masing-masing dalam misi kali ini. Pelelangan budak akan diadakan tepat pukul delapan malam. Sebagian harus berjaga di tenda, lalu sebagian lainnya pergi ke kota yang jaraknya masih beberapa kilometer dari titik ini.
"Kami akan pergi. Aku, Fritz dan Daris akan menuju lokasi pelelangan. Kemudian, Byll tolong laporkan keadaan di sekitar sana. Beri tanda dengan sihir anginmu." Elaine menjelaskan. Lalu ia melirik pada satu-satunya anak kecil di sana.
"Claus, kau juga."
Bocah itu terlihat terkejut. "Kenapa?"
Elaine menatapnya. "Kuharap kau tidak lupa dengan kata-katamu saat bergabung bersama kami."
Claus masih teringat dengan sikap Elaine sebelum mereka berangkat ke Pali. Sangat menyebalkan. Maka dari itu
Pangeran Joe kembali dengan membawa hasil buruan begitu banyak. Para pelayan bahkan menatap tidak percaya dengan betapa banyak juga yang harus mereka masak. Tapi tentunya ada satu orang yang sangat bersemangat dengan kabar itu. "Pangeran sangat hebat! Luar biasa, aku akan memasak semuanya!"Pangeran Joe hanya tersenyum tipis ke arah pelayan yang sudah lama dikenalnya itu. "Aku mengandalkan dirimu jika demikian, Uni."Uni memberikan hormat. "Siap, pangeran! Serahkan semuanya pada saya!" Pangeran Joe kemudian pergi, sementara orang-orangnya membereskan peralatan dan lain sebagainya. Ia bilang hendak beristirahat dulu akibat lelah. Uni yang berapi-api lantas segera menyingsingkan lengan pakaiannya ketika bahan makanan mulai dibawa ke dapur oleh pelayan laki-laki. Dia tidak akan kalah hari ini! Kemarin dia sudah bisa menyiapkan perbekalan dengan sempurna untuk Pangeran Joe, berikutnya pasti juga berhasil! Keberuntungan sedang ada di pihaknya sekarang, ia tidak boleh menyia-nyiakannya.
"Lihat, ada seseorang!"Para nelayan berkumpul di sekitar garis pantai ketika mendengar sebuah seruan. Pagi ini mereka baru saja kembali dari laut dan menemukan seorang lelaki yang tak sadarkan diri di tempat ini. Saat ada seorang nelayan yang memeriksanya, ia masih bernapas. Maka akhirnya diputuskan bahwa tubuh itu akan diletakkan di salah satu rumah nelayan hingga siuman."Dia pasti orang asing karena kita tidak pernah melihatnya, apa kita harus menghubungi pejabat setempat?""Kau benar, dia mungkin mata-mata. Tapi kita harus menanyainya beberapa hal terlebih dahulu. Kita tunggu sampai dia sadar."Orang tersebut sadar setelah dua hari, ia tampak begitu lemah ketika membuka sepasang matanya. Ia terbangun di tempat asing, merasa pusing hingga akhirnya memegangi kepalanya. Saat duduk, ia melihat ada orang lain yang tak jauh darinya dan memutuskan untuk bertanya. "Aku di mana?""Kau berada di Yilan." Jawabnya. "Kau sendiri siapa? Apakah kau mata-mata?""Ah, bukan, namaku—"Orang itu in
"Selamat datang, Lyla Hviezda."Lyla membungkuk hormat pada lelaki yang menyambut kedatangannya ke kediaman Ratte. "Hormat saya, Tuan Voic."Voic, lelaki itu hanya tersenyum. "Jangan begitu formal, Lyla. Panggil aku Voic saja."Lyla mengangkat kepala, memberi gestur tangan kepada Oscar yang tengah membawa suatu kotak. Lantas pelayannya itu memberikan benda persegi tersebut kepada Voic. "Sedikit oleh-oleh dari Lian, harap Tuan berkenan dengan pemberian dari Nona Lyla.""Oh." Voic mengambil kotak itu sendiri karena tidak begitu besar, dan ketika memegangnya memang tidaklah berat. "Tidak perlu repot-repot, tapi terima kasih."Voic kemudian memandu mereka menuju ruangan besar. Sudah banyak bangsawan dari berbagai penjuru negeri yang hadir. Lyla duduk di sebuah kursi, bersama Oscar yang berdiri di belakangnya. Selayaknya pesta lain, semua orang tampak bersenang-senang di tempat ini. Ada yang mengobrol saja, atau mulai melangkah menuju lantai d
"Pekerja baru?""Iya. Dia adalah budak yang menghilang sewaktu pengiriman saat itu akibat Wolfsbane."Lyla pulang kembali ke kediaman Hviezda, mendapati ada seorang anak kecil yang ada di salah satu kamar budak. Oscar terpaksa mengunci pintu karena suaranya sangat mengganggu. Lyla yang kasihan akhirnya meminta lelaki itu membukakannya."Bagaimanapun dia masih anak-anak, Oscar."Mau tak mau akhirnya Oscar menurut. Anak itu langsung keluar dan tak sengaja terjatuh karena pintunya yang tiba-tiba terbuka."Saya tidak mengerti mengapa Anda ingin budak anak-anak seperti ini.""Kau juga sama dulu."Oscar mendecih pelan. Apalagi ketika melihat Lyla justru mendekat pada anak itu dan memeluknya. "Tenang, aku tidak akan menyakitimu."Bocah itu mulai tenang, lalu mereka kemudian berbicara beberapa hal. Hanya dengan b
Claus berlari.Mengapa orang dewasa selalu saja bersikap seenaknya? Ia tidak mengerti dan tidak mau mengerti. Berkali-kali ia terjatuh karena tidak memperhatikan jalan. Ketika kakinya telah menjerit kesakitan, alam telah berganti tayang. Claus lelah berlarian tanpa tujuan. Pada akhirnya ia pingsan.Ketika ia terbangun, bias cahaya mengenai permukaan kulitnya dari sebuah pintu yang terbuka. Tidak ada dingin menyapa, karena sebuah selimut diletakkan di atas tubuhnya. Dinding kayu terlihat ketika ia mengamati. Di mana ia berada saat ini?"Kau sudah bangun?"Seorang lelaki datang memberi salam dan bertanya. Nampan berisi sarapan ia letakkan di atas meja dekatnya. Claus merasa pernah berjumpa dengannya, tapi ia tak begitu mengingatnya."Katakan siapa namamu. Bisa repot kalau kau anak hilang dan sedang dicari orang tuamu."Nama?Claus tidak bisa menging
"Tidak, aku lupa membeli telur!"Uni segera berlari setelah mengecek persediaan bahan makanan di dapur istana. Pangeran Joe sangat suka makan telur dan daging, itulah alasannya. Uni memang belum secakap mendiang ibunya dalam melakukan segala sesuatunya. Salah satunya adalah sifat pelupanya ini."Jangan lari, Uni." Peringat Hilda, salah satu rekannya. Namun Uni telah menghilang terlebih dahulu di balik pintu. Hilda hanya menggeleng pelan sembari melanjutkan pekerjaannya kembali."Telur, telur!"Uni sudah hampir gila. Pangeran Joe sedang dilukis oleh Josephine di halaman belakang bersama Nona Lyla. Uni harus kembali sebelum mereka selesai. Tapi ia tidak yakin akan sanggup atau tidak. Ah, sudahlah! Rasanya otaknya makin buntu bila kian dipikirkan.Ia berlari begitu kencang hingga membuat beberapa orang menatapnya heran. Tidak berhati-hati mengendalikan laju lari, Uni tidak sempat berhenti ket