“Hmm … menarik, berapa umur kamu saat ini nak? Bolehkah bapak juga tahu siapa namamu?”
“Saya … nama saya Dhika Satria pak, dan umur saya saat ini baru 7 tahun.”
“Dhika Satria yah, senang berkenalan dengan anak muda seperti kamu nak. Kamu cukup tinggi juga yah untuk anak berumur 7 tahun, bapak pikir kamu sudah berumur 10-12 tahun. Oh iyah bapak lupa, perkenalkan juga, nama bapak adalah pak Cokro, kalau masalah umur, hahaha bapak ini sudah sangat tua, saat ini saya sudah berumur 70 tahun.”
Dhika merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja pak Cokro katakan. Bapak itu tidak terlihat berumur 70 tahun sama sekali, dia masih seperti seorang pria tua berumur 50 tahun. Siapakah pak Cokro ini, dia tidak tampak seperti orang tua pada umumnya, dia berpenampilan sangat rapih dan terlihat seperti orang yang berpendidikan tinggi dari keluarga bangsawan.
“D
Melihat buku-buku Valia tidak dibawa pergi oleh bapak itu, Dhika segera melihat ke 3 buku lainnya dan mempelajari isinya. Dhika merasa bahwa dia pasti membutuhkan ke 16 buku herbalist yang telah ditulis oleh Valia, karena itu tanpa berpikir panjang lagi dia segera mengeluarkan telepon genggamnya dan memfoto seluruh isi dari ke 15 buku tersebut.Buku terakhir yang merupakan warisan dari Valia, dia bawa menuju ruang kepala perpustakaan, dan meminta ijin untuk bisa membawa buku itu pulang ke rumahnya.Agar bisa sampai ke tempat itu, Dhika telah meminta petunjuk dari pegawai perpustakaan yang ada di sekitar sana. Dia diantarkan oleh pegawai itu untuk menemui kepala perpustakaan.Pada kepala perpustakaan, Dhika menjelaskan beberapa hal yang ditanyakan dan dia juga memberitahu kata kunci Blue Ocean yang tertulis di dalam buku itu, yang merupakan persyaratan agar dia bisa membawa buku itu pulang.Melihat se
“Dhika gimana, apakah kamu sudah bisa membacanya?”“Ya mah, Dhika bisa membacanya, tapi tidak lama. Kekuatan genetik yang Dhika miliki ini sangat cepat sekali menguras banyak mana.”“Hmm begitu yah. Bagaimana kalau mamah belikan Dhika mana potion, bukankah obat-obatan seperti itu bisa membantu pemulihan mana?”“Mamah benar, itu yang sedang Dhika persiapkan sekarang, untuk bisa membaca buku ini lebih lama Dhika membutuhkan beberapa peralatan herbalist dan juga beberapa bahan untuk meramu obat racikan.”“Obat racikan sendiri? Tapi Dhika, itu kan berbahaya, mamah kurang setuju kalau kamu berani-berani buat racikan obat sendiri. Minimal Dhika harus periksa lebih dahulu efek samping obatnya ke orang yang bisa melakukan identifikasi. Nanti kalau Dhika salah meracik obat kan itu bisa mati. Mamah gak setuju, mamah ijinkan Dhika untuk berlatih menanam tumb
Setelah menyelesaikan sarapan pagi, Dhika pamit untuk kembali ke kamarnya.Di kamar Dhika hendak mencoba serum mana potion yang telah berhasil dia buat. Awalnya dia merasa ketakutan, dia khawatir sesuatu yang buruk bisa terjadi pada dirinya.Ramuan obat ini menggunakan beberapa jenis tanaman yang berasal dari dimensi lain, bisa saja terjadi kontradiksi penolakan dari dalam tubuhnya terhadap unsur senyawa yang berasal dari dimensi lain. Tapi Dhika merasa tidak boleh menyerah, dia harus mencobanya.Akhirnya rasa ingin tahunya mengalahkan rasa takut yang ada di dalam pikirannya. Dhika meminum obat itu sesuai dengan dosis yang telah ditulis oleh Valia.Sewaktu dia meminum serum mana potion itu, dalam waktu singkat, detak jantung yang ada di dalam tubuhnya derdetak lebih cepat. Dia merasa panas dan ada perasaan tidak nyaman. Dia coba untuk menarik nafas dan mengaktifkan kekuatan genetik miliknya.&
Hari demi hari telah berlalu, tidak terasa mereka berlima telah mengarungi masa-masa sekolah di Lavender selama 4 tahun.Banyak hal yang sudah terjadi selama masa itu berlangsung. Sekarang kemampuan herbalist Dhika telah meningkat dengan sangat pesat, pengendalian kemampuan genetiknya semakin terkendali, dan bisnis penjualan tanaman obat yang dia buat bersama keempat temannya sudah mulai membuahkan hasil.Di awal usaha bisnisnya Dhika meminjam identitas milik ibunya sehingga dia bisa membuat id bisnis jual beli online. Nama toko online yang dia buat bersama dengan keempat temannya adalah Bunga Valia. Nama itu dia ambil dari gabungan nama ibunya dan Valia yang selama ini telah mengajarkannya banyak hal tentang dunia herbalist dan alchemist.Selain Dhika, kemajuan teman-temannya yang lain pun sudah meningkat dengan sangat cepat. Sekarang mereka berempat telah menempati posisi pertama di sekolah Lavender pada kelas pemburu
“Hahaha kalau kita dapat uang 1 milyar, itu bisa kita pakai untuk membeli seluruh perlengkapan pemburu monster yang kita butuhkan,” sindir Yura yang juga merasa dipermainkan oleh permintaan dari pelanggan aneh tersebut.“Hei, sebentar tapi kalian tahu kan dia itu Prima Abadi,” kata Doni mengingatkan mereka semua. “Dia adalah salah satu pelanggan setia kita yang selama ini selalu membeli produk dari toko kita dalam jumlah yang cukup banyak.”“Hmm … Doni benar,” jawab Reno. “Bagaimana kalau kita membalas pesan ini, dan tanyakan langsung dengan lebih rinci tentang permintaannya. Siapa tahu kali ini dia memang salah pesan yang seharusnya ditujukan kepada toko obat lain. Minimal kita bisa tetap menjaga hubungan baik dengan pelanggan kita ini. Jangan sampai kita kehilangan pelanggan, penghasilan kita dari toko bunga valia ini telah membiayai kehidupan kita selama ini,” jawab Reno.
“Maaf pak Cokro, Dhika turut berduka cita atas musibah yang baru saja terjadi pada anak dan menantu Bapak. Tentu saja Dhika ingin membantu untuk memulihkan kondisi koma cucu Bapak. Tapi ….”“Uhukkk uhukkk …,” batuk pak Cokro semakin menjadi. “Apakah adek Dhika ada kesulitan?”“Saya tidak memiliki satu bahan utama yang diperlukan untuk membuat obat itu Pak.”“Apakah bahan yang Dhika maksud adalah bulu burung phoenix?”“Ya, bulu burung phoenix … tapi bagaimana bapak bisa tahu?”“Dhika, bapak itu profesor di dunia herbalist, tentu saja bapak tahu beberapa hal yang pasti dibutuhkan untuk membuat ramuan obat itu. Bapak butuh Dhika, karena hanya Dhika lah yang tahu ramuan asli yang telah ditemukan oleh Valia secara langsung. Untuk bulu burung phoenix, bapak akan segera memesan bahan
Saat ini kondisi tubuh pak Cokro terlihat sangat lemas, kurus dan tak bertenaga. Kondisi ini sangat berbeda jauh dengan keadaan 4 tahun yang lalu ketika Dhika pertama kali bertemu dengan pak Cokro di perpustakaan umum.“Uhukkk uhukkk … Dhika, akhirnya anak yang bapak tunggu selama ini sudah tiba. Uhukkk uhukkk …”“Aduh pak Cokro, maaf, tapi pak, bapak tidak perlu banyak berbicara dengan suara keras seperti itu. Biarkan saya saja yang datang mendekat, agar bisa mendengar suara bapak dengan lebih baik,” Dhika bergegas pergi mendekati sosok pria yang sudah sangat tua itu.“Pak Cokro sebaiknya bapak meminum ramuan obat ini terlebih dahulu. Ini adalah ramuan khusus yang berasal dari buku pewaris milik Valia. Ramuan ini sebenarnya diperuntukan untuk mengobati seseorang yang terkena kutukan penghilang suara dari monster-monster seperti Siren (sejenis monster berelemen air yang m
6 bulan sudah berlalu sejak Dhika berhasil menyelamatkan cucu pak Cokro yang bernama Clarisa. Hari itu pak Cokro tertawa sangat bahagia setelah melihat cucunya Clarisa bisa terbangun dari koma. Dhika yang melihat moment itu, tanpa sengaja ikut meneteskan air mata bahagia bersama dengan orang-orang yang berada di sana waktu itu.Sejak hari itu, sudah beberapa kali pak Cokro mengirimkan foto dirinya ketika sedang bersama dengan cucu perempuannya kepada Dhika. Foto-foto itu dikirimkan sebelum pada akhirnya ia meninggal dunia 3 bulan yang lalu. Dhika tentu saja merasa sangat berduka setelah mendengar kabar kematian dari pak Cokro.Walau waktu yang mereka lalui bersama cukup singkat, tapi Dhika selalu mengingat setiap momen ketika dia pertama kali bertemu dengan pak Cokro, sampai pada saat dia memberikan pesannya yang terakhir kepada Dhika sebelum kematiannya.Pak Cokro telah berpesan kepadanya agar dia bisa terus bekerja ker