Share

Hari Kedua

Sesuatu bergerak gerak dibalik lebatnya semak-semak. Suara lolongan anjing disertai siulan burung hantu membuat bulu kuduk siapapun berdiri.

Srak!

"LARII!"

Dion dan Delna berlari bersama, meninggalkan Ian yang masih diam memperhatikan 'makhluk' didepannya.

"Kucing item doang ternyata .." ujar Ian bernafas lega ketika seekor kucing hitam keluar dari balik kegelapan.

Ian lalu menghampiri kucing itu. Berjongkok dihadapan sang kucing adalah hal pertama yang Ian lakukan. Tangannya terulur ke depan untuk mengelus kepala si kucing hitam.

Awalnya kucing itu menolak, hewan itu bahkan meninggalkan bekas cakar pada telapak tangan Ian. Namun Ian tak peduli, remaja itu tetap ingin mengelus si kucing.

"Aku hanya ingin mengelus mu, sebentar~ saja," bujuk Ian masih dengan tangan terulur kedepan.

Mendengar hal itu, si kucing akhirnya memberanikan diri untuk mendekati Ian. 

Remaja itu tersenyum lembut, bulu kucing ini sangat halus pikir Ian.

Beberapa menit kemudian, Ian berhenti mengelus kucing itu. Si kucing menatap Ian bingung,

"Aku harus pulang, sudah malam, dan lagi disini sangat gelap," ujar Ian menatap kearah jalan tanah basah sedikit was was. Ian hanya berharap bisa pulang dengan selamat.

***

"Ian mana?!" seru Delna dengan nafas tersengal-sengal, keringat membasahi seluruh pelipis perempuan itu hingga membuat rambutnya sedikit basah.

"Mana aku tau! Aku kan ikan!" balas Dion membentuk mulutnya seperti mulut ikan.

Plak!

Jawaban Dion membuat dia harus menerima pukulan kasih sayang dari Delna, kepala yang sebelumnya terasa pusing sekarang semakin terasa pusing, disertai rasa nyeri tentu saja.

"Aw! Sakit, ih!" seru Dion berniat membalas Delna, namun tatapan tajam yang dilayangkan Delna membuat nyali Dion ciut.

"Ckk!"

Setelah mengatur nafasnya, Delna menatap sekitar untuk memastikan ia berada dimana sekarang. Pepohonan lebat terpatri didepan Delna, akar akar pohon menjulang tinggi membuat sekitar tampak sama.

"Capekkk, mau istirahat," rengek Dion sembari berjalan kesalahsatu pohon dengan gontai, sepertinya remaja itu berlari sangat cepat.

"Kita itu lagi kesasar loh! Sempet sempetnya mau istirahat?!" kesal Delna melihat tingkah santai Dion, tidak pernah melihat situasi batin Delna.

"Aku juga manusia~ punya hati bisa capek~" jawab Dion dengan lagu dari salah satu band favoritnya.

Habis sudah kesabaran Delna, perempatan imajiner muncul didahi Delna.

"Bocah sialan! Lakukan sesuatu br*ngs*ek!" teriak Delna sangat keras, bahkan hingga bergema.

Dion yang melihat reaksi Delna langsung berdiri dan mengambil ponselnya sebelum Delna semakin mengamuk.

"Iya iya iya nih! Aku coba telfon Ian!" ujar Dion cepat dan segera mencari nomer Ian, namun hal itu membuat Delna semakin murka.

"Di hutan gini mau telfon Ian?! Bodoh kau Dion!" Kedua tangan Delna terarah ke leher Dion, matanya melotot, mulutnya juga menganga lebar.

Okay, Delna seperti orang kesurupan sekarang.

Melihat hal itu, Dion langsung berlari sekuat tenaga, menabrak semua yang ada. Bahkan luka gores akibat akar pohon tidak ia pedulikan, yang penting bagi Dion sekarang adalah pergi dan cari bantuan untuk Delna.

***

"Akkhh!"

Suara lengkingan perempuan memekikkan telinga Ian serta orang yang bersama Ian saat ini. Namanya Henri, pemuda yang tak sengaja ditemui Ian saat ia akan pulang.

"Suara apa itu?" tanya Henri melihat sekitar sembari mengetuk telinganya yang berdenging sakit.

Ian juga melakukan hal yang sama, remaja itu menelisik sekitar untuk menemukan penyebab suara tadi. Namun nihil, ia tidak melihat hal yang aneh.

"Sudah! Ayo Ian, kita lanjut," ajak Henri berjalan terlebih dahulu.

Ian menatap Henri sebentar sebelum ia menggeleng untuk menghilangkan pikiran negatif.

"Ah iya, tadi kamu bilang kamu PKL disini?" tanya Henri agar tidak terjadi keheningan.

Ian mengangguk pelan, "Sendirian?" tanya Henri lagi.

Lagi lagi Ian mengangguk. Walaupun Henri sudah membantunya tetapi Ian juga haru tetap waspada, bisa saja orang disebelahnya ini berbahaya pikir Henri.

"Tolong!"

Samar samar Ian dapat mendengar suara teriakan Dion. Ian buru buru masuk ke hutan, tak mempedulikan Henri yang berteriak padanya.

***

"Dion!" panggil Ian sembari menyingkirkan akar serta ranting yang menghalangi pandangannya.

"Delna!" Kali ini Ian memanggil Delna, berharap salah satu dari mereka menyaut panggilan Ian.

"Sial!" gumam Ian kesal kala tidak ada suara sedikitpun, hanya ada suara jalan kaki Ian serta bunyi dedaunan.

Merasa aneh dengan keadaan sekitar Ian memutuskan untuk berdiam sejenak. Namun suara dedaunan itu masih ada, bahkan semakin mendekat ke arah Ian.

'Ayo lari!' batin Ian karna tubuhnya tidak mau merespon apa yang otaknya perintahkan.

Bulir bulir keringat membasahi pelipis Ian, detak jantungnya berpacu cepat kala ia melihat sesosok bayangan hitam besar dibalik dedaunan pohon.

"AAAA!"

"AAAA!"

Terkejut mendengar teriakkan lain, Ian segera membuka mata dan baru menyadari jika bayangan hitam itu adalah Dion.

Penampilannya benar benar berantakan saat ini. Bercak tanah bercampur darah mengotori seluruh pakaian serta wajah Dion, luka gores dimana mana serta rambut yang urak urakan.

"Dion, kamu gak pa pa?" tanya Ian menghampiri Dion yang masih dalam keadaan syok, sedetik kemudian wajahnya menampilkan ekspresi takut.

"D-Delna .. D-Delna .. d-dia .." 

"Shhtt, pelan pelan Dion, tenang dulu."

Dion menuruti apa kata Ian, remaja itu menarik nafas tetapi tidak sempat untuk dikeluarkan karna tiba tiba saja Delna muncul dibelakang Ian membuat Dion kembali berteriak.

"Hentikan kalian berdua!" bentak Ian, ia sempat menengok kebelakang sebentar sebelum kembali menatap Dion dan Delna.

"Kalian ini kenapa sih?! Berteriak tidak jelas begitu," ujar Ian membantu Dion berdiri lalu membopong badan Dion karna kakinya keseleo.

"Justru Dion yang aneh!" seru Delna tidak terima, "bocah ini tiba tiba saja berteriak dan pergi begitu saja," lanjut Delna menunjuk ke arah Dion yang sekarang sedang menatap Delna takut sekaligus marah.

"Dia bukan Delna, Ian! Delna kerasukan!" ujar Dion yang dianggap ngelantur oleh Delna dan Ian, Delna terlihat biasa saja hanya penampilannya yang berantakan.

"Sungguh, Ian! Percaya padaku!" ujar Dion berusaha berjalan mundur namun tertahan tubuh Ian.

"Kerasukan pala kau!" Sungguh, Delna benar benar kesal dengan Dion. Sudah berteriak tidak jelas, pergi meninggalkan dia sendirian, sekarang dibilang kerasukan. Siapa yang tidak kesal coba.

"Ckk! Kita pulang dulu, istirahat yang benar." Final Ian karna tidak tahan mendengar pertengkaran duo D ini.

"Memangnya kamu tau jalan pulang Ian?" Pertanyaan Delna sukses membuat Ian membulatkan matanya. Benar juga, inikan hutan, pasti sulit menemukan jalan keluar.

Srak

Lagi lagi suara dedaunan terdengar, membuat ketiga remaja ini manatap sekitar waspada. Hari paling sial! Batin ketiganya.

"Ian!"

Ian menghela nafas lega, ternyata Henri.

"Siapa?" Delna menatap sinis ke arah Henri, begitupun dengan Dion. Cukup Delna saja yang aneh, jangan orang lain pikir Dion.

"Tenang, aku kenal orang ini." Ujar Ian tersenyum kikuk ke arah Henri.

"Temanmu?" Tanya Henri, Ian dapat mendengar nada kesal disana.

"I-iya, maaf Henri, aku tidak bermaksud--" ucapan Ian terpotong karna Henri tiba tiba saja membentak dirinya.

Gawat!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status