One Month Later.....
Sudah hampir satu bulan lamanya, Kesya terkurung di sebuah kamar yang didominasi warna coklat. Berkali-kali Kesya mengerek bahkan memohon pada Sean agar diberi izin untuk keluar walau hanya sebentar, namun, Sean sama sekali tidak menghiraukan rengekan Kesya, sejak wanita itu diperbolehkan pulang, Sean berubah menjadi lelaki protektif bahkan over protective. Padahal keadaan Kesya sudah semakin membaik dan kini dia bahkan sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasanya.Kesya mendudukkan dirinya di atas ranjang dan langsung saja matanya melirik ke samping tempat tidur. Seperti biasa, setiap paginya Sean hanya akan menitipkan pesan di atas nakas kamar sebelum berangkat ke kantor. Kesya melepas nafas kasar, tanpa membuka dia sudah sangat hapal isi surat itu, isinya tidak berbeda jauh dari hari sebelumnya. Apalagi kalau bukan kalimat-kalimat manis untaian cinta.Dengan malas, Kesya segera beranjak dari tempat tidur lalu menuruni"Semua sudah siap?" Sean berujar setengah berbisik, sesekali matanya bergerak liar ke arah ranjang."Kalau bukan karena kau sahabatku, sudah ku bunuh kau saat ini juga." balasan suara dari balik panggilan terdengar meninggi."Aku tidak butuh retorika mu saat ini, yang ku inginkan hanya hasilnya." Sean dengan nada angkuh sama sekali tidak menanggapi kekesalan Dastan."Semua berjalan sesuai rencana mu." balas Dastan singkat."Kerja bagus. Kau memang bisa diandalkan. Tidak sia-sia aku memelihara mu selama ini." Sean berujar dengan nada ringan, sengaja semakin menabur bara di dada Dastan."Apa kau bilang! Kau pikir aku hewan peliharaan mu! Dasar gila! Kau memang...."Langsung saja Sean memutus panggilan secara sepihak, telinganya hampir meledak ketika Dastan berujar dengan suara membahana. Sean sama sekali tidak peduli apa yang tengah di rasakan Dastan disana, hanya saja sebagai sahabat yang sudah lama menjalin hubu
Suasana di hotel itu begitu mengharukan, semua tamu bahkan turut terhanyut dalam manisnya lautan bukti cinta Sean. Bulir-bulir air mata yang terasa hangat menghujani pipi Kesya, telapak tangan itu bergerak tanpa sadar menempel di di kedua bibirnya."Kau.... kau... bagaimana aku mengatakannya." kepala Kesya tertunduk saat bibirnya tak bisa mampu tuk sekedar berucap.Sean berusaha menahan diri untuk tidak segera membawa tidak tubuh bergetar Kesya ke dalam pelukan.Kesya menarik nafas panjang sebelum kemudian berujar. "Aku merasa tidak pantas untuk semua ini Sean, kau bahkan merendahkan dirimu di hadapan semua orang hanya untuk wanita seperti ku." Kesya menyeka air matanya yang semakin berjatuhan. "Kau tidak perlu melakukan seperti ini padaku, harga ku tidak semahal itu."Sean tersenyum tipis. "Kau tidak hanya sekedar berharga bagiku Kesya, tapi segalanya. Kau segalanya bagiku, aku tidak peduli dengan asal usul mu, yang ku tahu aku mencintaim
"Apa-apaan ini!" Charles melempar ponsel di atas lantai sesaat setelah menyaksikan sebuah berita yang mampu menghebohkan dunia. "Bisa kau jelaskan apa maksud semua ini!" tatapan mata Charles menggelap, ingin rasanya meremukkan seluruh tulang Ben detik ini juga."Maafkan saya Tuan namun, Tuan muda tidak menginginkan salah satu dari keluarga Kingston turut serta dalam pertunangannya tadi malam." dengan hati-hati Ben merangkai kalimat sebaik mungkin mencegah kemarahan Charles yang sudah tampak di wajahnya."Apa mulutmu tidak bisa berkata tidak! Apa kau lupa bahwa aku masih pemilik sah seluruh kekayaan Kingston. Seharusnya kau lebih patuh padaku daripada Sean!" dada Charles naik turun karena desakan emosi."Maaf Tuan namun, sesuai amanat para leluhur Kingston dahulu ketika putra tertua Kingston menikah maka secara otomatis seluruh harta dan kekayaan Kingston akan jatuh padanya. Sama halnya dengan hamba seperti kami, secara tidak langsung Tuan muda Sean a
Hai....Sesuai janji bakalan up lebih dari satu chapter..Terimakasih buat bintangnya yang mahalnya seperti darah🤣 Terimakasih juga yang udah kasih review..Kalian tau gak sih, sebenarnya jari aku udah pada pegel... Semoga gak patah yah kakak kakak.... WkwkwkkwPerlahan kaki Sheila mendekati ranjang Emily. Seperti merasa sedang dalam bahaya sontak saja tubuh Emily memberi respon. Dia meringsut mundur hingga terjebak di tembok."Kenapa nyonya Kingston yang terhormat, apa kau takut padaku?" seringai tajam Sheila seperti ingin mengoyak lapisan kulit Emily. "Kau... terlihat sangat mengerikan saat ini. Lihatlah, kulit mulus mu yang dulu terawat kini berubah menggelap dan menjijikkan. Wajahmu yang dulu selalu membuat kaum hawa berteriak iri kini tak lebih dari si buruk rupa. Rambut panjang yang dulu sehalus sutra kini berubah jadi kasar bagaikan aspal. Rasanya aku ingin menangis saat ini, dulu kau dipandang ratu oleh dunia tapi sekarang kau sama
Sean memasuki kediaman Kingston dengan langkah lebar. Semua pelayan menunduk hormat sebagai sambutan atas kedatangannya. Mengabaikan kehormatan itu, Sean memindai seksama semua wajah yang kompak menatap ke arahnya. Lelaki itu memasang wajah bingung ketika melihat dokter Derrick turut andil dalam pertemuan ini. Rasa penasarannya semakin mendesak, Sean segera mendekati sofa lalu duduk dengan santai."Segera mulai topiknya." dengan sikap angkuh Sean melempar sindiran kepada seorang pria yang duduk di kursi kebesaran Kingston."Nikmatilah dulu jamuan tuan rumah. Bukankah terkesan tidak sopan jika kau tidak mencicipi jamuan pemilik rumah?" Charles menyesap secangkir kopi lalu melirik sekilas pada Sean."Aku tidak tertarik. Kedatangan ku bukan untuk bertamu. Kau tentu sangat tahu itu bukan?" Sean tersenyum miring ketika melihat raut wajah Charles berubah kaku."Bagaimana keadaan Kesya sejauh ini." dokter Derrick mengambil sikap inisiatif saat me
Jiwa iblis Sheila meronta puas saat melihat tubuh Emily meluruh di lantai. Darah segar mengucur deras dari dahi wanita pesakitan itu, sambil terisak-isak tangan Emily masih menempel di kedua telinganya. Sheila melarikan tangan ke dalam tas kecilnya, sesuatu yang berkilat berbibir tajam keluar dari dalam tas itu. Dengan santai, Sheila menyapu permukaan tajam benda itu hingga jemari telunjuknya meneteskan darah. Dengan sengaja, Sheila mengasah benda tajam itu di atas lantai. Emily lagi-lagi bergetar takut, bunyi nyaring kali ini jauh lebih tajam dari sebelumnya. Puas dengan pemanasannya, Sheila menghentikan gesekan itu."Emily, kau ingin hidup tenang bukan?" bisiknya tepat di telinga wanita itu. "Bagaimana jika kau mengakhiri hidup mu. Pergi saja ke alam baka, disana jauh lebih bahagia daripada disini." Sheila menarik wajahnya untuk mengamati sekilas wajah Emily. "Bagaimana Emily, kau mau bukan? Tenang saja, tidak akan ada yang mengetahui semua rencana kita, tidak Sean, Kes
Mobil hitam itu berhenti di depan sebuah apartemen mewah. Kesya menurunkan kakinya perlahan, masih dengan lutut bergetar, hampir saja tubuhnya limbung jika tidak segera berpegangan pada pintu mobil."Anda baik-baik saja nyonya?" Ben berujar dengan nada khawatir."Aku tidak apa-apa, jangan khawatir." Kesya mencoba tersenyum demi menghilangkan kekhawatiran yang terlihat jelas di wajah lelaki itu.Memilih untuk mengerti, Ben akhirnya menurut. Raut wajah khawatirnya perlahan-lahan mulai berangsur-angsur.Meskipun begitu, Kesya sangat memuji kesetiaan Ben. Lelaki itu benar-benar seperti bayangan Sean. Dia hanya akan tunduk dan menurut pada Sean."Ben, tolong rahasiakan masalah tadi. Aku tidak ingin semakin membebani Sean. Kali ini menurutlah padaku, ini semua demi kebaikan Sean." jawaban Kesya tersirat kebenaran namun, masih saja Ben meragu akan itu."Tuan muda bukanlah lelaki bodoh nyonya. Dalam waktu dekat, beliau pasti
Dua insan manusia itu saling membisu, menyelami kejujuran di sepasang keindahan bola mata. Keheningan seakan turut mengerti, mencoba membisikkan makna di tengah keraguan. Helaian surai hitam nan indah itu melambai-lambai diterpa angin malam. Tidak hanya itu, sepasang mata sang putri mulai membentuk genangan sungai yang sebentar lagi akan mengalir membawa arus kebahagiaan."Aku pikir kau akan menyerah. Sempat ku menyusun langkah untuk mundur teratur lalu perlahan-lahan menghilang dari kehidupan mu." suara bergetar Kesya menjadi saksi keraguan yang sudah terlanjur singgah. "Aku sangat mengerti, kehidupan kita bagaikan langit dan bumi. Statusku yang terlalu rendah membuatku harus menahan sakit ketika memandang ke arahmu. Kau tidak berada di sampingku yang bisa ku lihat kapanpun yang aku mau..kau berada jauh tinggi di atas ku, sehingga hanya untuk sekedar melihatmu pun terasa sulit bagiku. Andaikan kau yang menyuruh ku pergi maka aku tidak punya alasan lagi untuk bertahan." sahut