Tubuh Kesya merosot disisi pintu mobil. Bahunya bergetar kuat dikarenakan tangisnya yang begitu menyakitkan. Tidak peduli para pengawal dan pelayan yang melihat dirinya saat ini namun, perasaan sesak itu harus segera meluap.
Semua itu tidak luput dalam pengawasan Ben. Dia sudah tahu hal ini pasti terjadi. Sekalipun Charles menyukai sosok Kesya namun, Kingston jauh lebih berarti baginya. Hal itulah yang membuat seisi istana ini bisa bertahan menumpang hidup. Jika Charles lemah maka tidak hanya dirinya hancur tetapi juga semua orang yang menggantung hidup pada Kingston. Perasaan, Charles sudah mengubur perasaan itu dalam-dalam. Baginya lebih baik menjadi sosok yang berlogika daripada berperasaan."Nyonya, lebih baik kita pergi." dengan canggung Ben membungkuk ke arah Kesya.Tangan Kesya bergerak untuk menghapus air matanya. Perlahan dia bangkit dari posisi duduknya."Maafkan aku." ujarnya dengan serak lalu masuk ke dalam mobil.Ke"Kesya?" suara nada rendah Sean mampu menembus pertahan wanita itu. "Apa yang sedang sedang kau sembunyikan dariku." geramnya tertahan saat tak kunjung juga mendapat jawaban.Dengan dipenuhi ketidaksabaran, Sean mengangkat tubuh Kesya ke pangkuannya dan memberi tatapan mengintimidasi padanya."Katakan." Sean mengambil paksa rahang Kesya supaya tidak bergerak liar."A...ayahmu menyuruhku... untuk meninggalkanmu." dilanda perasaan gugup yang teramat sangat tidak ada yang bisa dilakukan Kesya selain menautkan tangannya sendiri.Ekspresi Sean berubah tegang luar biasa dan Kesya bisa memastikan bahwa detak jantung lelaki itu tidak bekerja normal. Hal itu diketahuinya dengan jarak mereka yang begitu dekat suara detak jantung itu tertangkap jelas di pendengarannya. Pengaruh alkohol itu berangsur perlahan-lahan, kini otak Kesya sudah mampu menyimpulkan bahwa semua rahasia itu sudah terbongkar.Hal itu diketahuinya saat ekspresi Sean sud
Kesya tertunduk pasrah ketika Sean melempar tatapan tajam padanya. Kepalanya terasa sangat berat karena pengaruh alkohol yang belum sepenuhnya hilang. Sikapnya persis seperti anak kecil yang sedang ketangkap basah melanggar hukuman. Entah sudah berapa lama Sean memberikan dirinya wejangan nikmat yang terasa menggelitik."Apa yang sedang kau pikirkan di otak kecilmu ini?" sedari tadi Sean sudah menahan tawa menyaksikan tingkah lucu Keysa."Memangnya apa yang ku pikirkan, otak kecilku ini sedang bekerja untuk menyimpan semua perkataanmu." dengan nada jengkel Kesya membantah dengan cepat semua gagasan Sean."Lantas, mengapa kau menundukkan kepala begitu? Apa kau sedang merasa tersentuh dengan wejangan ku?" Sean menyelipkan nada menggoda disana."Diamlah. Aku sedang tidak ingin bergurau saat ini." dengan memasang wajah yang teramat kesal, namun ekspresinya berubah datar.Sean tersenyum penuh arti. "Baiklah sayang, lebih baik kau lek
BRAKK......!!!!!!!Seisi ruangan itu terlonjak kaget ketika pintu terbuka kasar. Seorang lelaki berbadan tegap berdiri sambil menyeringai. Langkah kakinya yang melambat seakan mampu mengantarkan gejolak takut. Dan benar saja, tak satupun dari antara mereka yang berada mengangkat wajahnya. Aura ruangan itu berubah dingin bahkan teramat dingin membuat napas terasa sesak. Ketika kaki panjang itu mendekati salah satu sisi meja, sekujur tubuh mereka menegang."Apa terjadi sesuatu hal yang tidak menyenangkan? Mengapa seluruh petinggi Kingston terlihat ketakutan?" nada dingin menusuk Sean seakan mampu menembus dinding ruangan itu.Sean tampak mengerutkan kening saat kalimatnya di balas keheningan. Dengan posisi berdiri dan kedua tangan tersimpan rapi di saku celananya, Sean mengarahkan tatapan tajamnya di seluruh penjuru ruangan hingga berakhir pada seorang lelaki yang duduk di kursi kebesaran Kingston. Perlahan, kakinya melangkah mendekati kursi itu.
"Buka mulutmu sayang, ini yang terakhir." dengan penuh rasa kesabaran Maria sedari tadi tidak mengenal lelah untuk membujuk Sheila yang begitu sulit untuk ditaklukkan."Sudah cukup ibu. Aku tidak mau lagi." perintah Sheila dengan tegas.Mendengar kalimat penegasan itu,Maria menghela nafas pasrah. Dia meletakkan mangkuk di nampan lalu menaruhnya diatas meja. Maria mengawasi wajah Sheila dengan seksama, tampak kerutan tipis di keningnya ketika melihat kesedihan di wajah Sheila."Ada apa denganmu sayang?" Maria berujar dengan nada lembut, mencoba untuk memberi sedikit ketenangan pada Sheila."Aku tidak apa-apa. Hanya saja aku sangat merindukan Sean." kilat kemarahan yang biasanya bersinar di kedua mata Sheila Jun tampak"Jika kau memang merindukannya berusahalah agar cepat pulih." Maria berucap lembut tetapi tegas, tangannya bergerak mengelus lembut surai hitam Sheila.Seketika Sheila menggeram, perlahan-lahan sinar kema
Ketika mobil itu memasuki area parkir, langsung saja sesosok lelaki melompat dari sana dan berlari kencang. Ekspresi wajahnya tampak begitu ketakutan, dia bahkan melewati barisan para pelayan begitu saja yang sudah berdiri untuk menyambut kedatangannya."Sayang? Kesya?" dengan jantung yang berdebar kencang Sean menaiki tangga menuju kamarnya.Lelaki itu membuka pintu dengan kasar hingga membuat orang-orang disana berjengkit kaget. Tatapan Sean terkunci pada satu titik, pada seorang wanita yang terbaring lemas di atas ranjang."Sayang? Apa.. apa yang terjadi padamu? Kenapa tiba-tiba seperti ini? Katakan padaku di bagian mana yang sakit?" Sean memberikan pertanyaan menuntut pada Kesya tanpa memberikan sedikit waktu untuk berpikir.Kesya menggeram tertahan, kepalanya menjadi terasa sakit dengan pertanyaan menuntut yang dilontarkan Sean. Dengan memasang senyum lemah Kesya menolehkan kepala ke arah Sean."Kepala... sakit sekali." Kes
"Apa kau memiliki penjelasan yang masuk akal tentang semua ini Kesya?" Sean tengah duduk dengan bertopang kaki sambil menatap tajam ke arah Kesya.Suasana hatinya begitu buruk. Andai saja Kesya bukan wanita yang dicintainya sudah dapat dipastikan wanita itu tidak akan lagi bisa menyaksikan sang Surya keesokan hari. Walaupun demikian, ekspresinya tampak tenang saat ini sengaja menyembunyikan aura berbahaya yang tersimpan rapi di dalam jiwanya."Apa kau mulai membisu? Atau mungkin telingamu tidak bekerja dengan baik?" Sean berujar dengan rentetan pertanyaan menuntut, mendesak Kesya untuk segera memberi jawaban semua itu.Kesya sendiri hanya bisa terdiam, dia sama sekali belum menemukan jawaban yang tepat. Tatapan Sean yang seakan menusuk jantungnya membuat Kesya kesulitan untuk berpikir dan merangkai kata untuk berkilah. Aura kamar itu sangatlah panas, Kesya bahkan sangat kesulitan untuk sekedar bernafas."Kesya." suara Sean dalam nan tegas
Tangan Kesya bergerak untuk menutup mulutnya dari rasa keterkejutan yang teramat sangat. Bagiamana tidak, saat ini dia dan Sean sedang berdiri di depan sebuah restoran mewah dan pastilah termahal di kota itu. Kesya bahkan sempat terdiam beberapa saat hanya untuk menatap gedung tinggi itu. Perlahan, kepalanya menoleh ke arah Sean."Sean, ini... ini..."Restoran sayang, saat ini kita berada di restoran." Sean menyela cepat perkataan Kesya."Tapi... restoran ini sangat mahal." ujarnya tanpa sadar melupakan status Sean si pewaris tunggal keluarga Kingston.Alis Sean terangkat tinggi. "Apa kau sedang menghinaku?" sahutnya dengan ekspresi wajah datar."Bukan seperti itu? Hanya saja ini begitu aneh bagiku. Aku tidak terbiasa dengan semua ini." sahut Kesya dengan cepat, langsung mematahkan asumsi Sean.Sean menipiskan bibirnya, lalu menarik tangan Kesya memasuki restoran."Kalau begitu biasakan dirimu dengan semua
"Tuan?"David, salah seorang pengawal kepercayaan Charles langsung berucap ketika lelaki paruh baya itu memerintahkan untuk masuk setelah lelaki itu mengetuk pintu ruang kerjanya."Ada apa David?" Charles menolehkan kepala dan mengangkat alis ketika melihat lelaki itu berdiri diambang pintu dengan tatapan ragu."Tuan, ini tentang Tuan muda. Ben baru saja memberitahu bahwa saat ini terjadi penyerangan dari pihak yang tidak dikenal di sebuah restoran yang terletak di pusat kota. Tuan Sean dan nyonya Kesya tengah berada di sana.""Apa?"Charles seketika berdiri dari posisi duduk ketika mendengar penjelasan tangan kanannya. Matanya melebar, dipenuhi keterkejutan yang teramat sangat bercampur dengan perasaan takut yang luar biasa.Ekspresi Charles menggelap. "Pergilah. Kerahkan seluruh pengawal. Jangan sampai terjadi sesuatu pada Sean dan Kesya." sambungnya memberi perintah tegas dan tak terbantah."Baik Tuan."