"Lepaskan aku! Lepaskan aku! Aku tidak gila! Aku tidak gila!" Emily meronta sekuat tenaga melepaskan diri dari cengkraman kuat di kedua tangannya.
"Ibu.... Ibu... jangan bawa ibuku! Jangan bawa ibuku! Ibu...." Sean remaja berlari menghadang kedua pria yang membawa ibunya. Sambil menangis terisak-isak, dia berusaha melepaskan cengkraman di kedua tangan ibunya."Sean.... jangan menangis sayang. Kau tidak boleh menangis, anak ibu tidak boleh menangis." dengan nada bergetar Emily berusaha menenangkan Sean."Lepaskan ibuku! Ibuku tidak gila! Lepaskan dia!" kepalan tangan bertubi-tubi menghantam tubuh kedua pria itu."Sean....!!! Menyingkir dari sana, biarkan mereka pergi. Ibumu sedang sakit." Charles berdiri dengan gagahnya di Ujang tangga.Mendengar suara Charles langsung saja Emily menatap tajam padanya. "Bajingan kau Charles! Kau membuatku menebus segala dosa mu. Asal kau tahu, wanita yang kau anggap malaikat itu adalah ular berwuKetika Sheila melihat bahwa Sean sendirilah yang datang di ruangan itu. Dalam sekejap hanya memerlukan waktu satu detik ekspresi wajah Sheila langsung berubah. Wajahnya yang tadi dipenuhi emosi menggila, tiba-tiba beralih rupa menjadi memucat bahkan teramat sangat memucat."Kak.... Sean." Sheila berujar bergetar karena keterkejutan bercampur ketakutan.Begitu mendengar nama Sean, Kesya membeku sesaat. Rasa sakit di keningnya semakin bertambah, dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya saat ini. Sean akan sangat khawatir padanya jika sampai dia mengetahui bahwa dirinya terluka lagi. Kesya melirik sekilas, benar saja, wajah Sean sudah berubah rupa menjadi seperti predator buas."Aku tanya apa yang kau lakukan!" Sean mendesis dengan memberi penekanan pada setiap kata. Sean sama sekali tidak fokus pada Sheila, matanya hanya berhenti pada satu titik, pada seorang wanita yang duduk di atas ranjang."Aku....aku...tadi hanya sedang bicara pada Kaka
Ketika sesuatu yang lunak menempel di seluruh permukaan Kesya, meninggalkan jejak-jejak basah di beberapa bagian, dengan terpaksa Kesya membuka mata dan menyadari bahwa Sean tengah menatap mesra padanya. Kesya menekuk wajah hingga membuat dirunya semakin terlihat menggemaskan, Sean semakin gencar melancarkan aksinya hingga mengecupkan bibirnya di bibir Kesya. Tak ingin terbawa arus suasana Kesya menggunakan sebelah tangannya untuk mendorong wajah Sean menjauh darinya."Sean, aku masih ingin tidur." bisik Kesya dengan suara serak gaya khas bangun tidur."Kau sudah terlalu lama bersemedi dalam mimpimu sayang, dan aku tidak rela. Ayo bangun." aksi Sean malah semakin menjadi, dengan cepat dia merangkak naik ke atas tubuh Kesya."Apa yang kau lakukan? Menyingkirlah. Badan mu sangat berat." Kesya menempelkan kedua telapak tangannya menahan dada Sean, sementara dirinya berusaha menjauh."Kenapa hm? Kau gugup sayang, jantung mu berdetak kencang."
Kesya terdiam menyembunyikan kesedihannya. Adrian yang kini mendorong kursi Kesya pun turut terdiam seakan mengerti apa yang tengah di rasakan oleh wanita itu. Setelah Kesya selesai melakukan terapi pertamanya, Sean pergi tiba-tiba meninggalkan Kesya bersama Adrian yang baru saja menampakkan diri pada saat itu. Sementara Dastan dan dokter Derrick pergi entah kemana, seperti sedang menghindar dari Kesya."Kesya, lihat taman itu." Adrian tidak bisa lagi menahan diri untuk bersuara."Bunga?" Kesya berujar pelan mengikuti arah telunjuk Adrian. "Ada apa dengan bunga?" lanjutnya kemudian."Bagaimana menurut mu bunga-bunga itu?" Adria berhenti mendorongan kursi roda keysa tepat di dekat taman.Kesya tersenyum tulus. "Indah.... sangat indah, bahkan keindahannya mampu menyihir setiap mata yang melihat." ujarnya kemudian.Adrian mengubah posisi, dia berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Kesya. "Kau tahu, kau sama seperti bunga itu. Ke
Sean meringis kecil tatkala merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Tangannya terulur pelan untuk memberi pijitan kecil disana. Mencoba meraih kesadaran sepenuhnya Sean mengerjapkan kedua kelopak mata dengan tempo teratur. Tersadar bahwa matahari sudah bersinar terang, secepat kilat Sean duduk dari posisi terbaring. Jantungnya berdegup kencang ketika melihat sisi ranjang Kesya yang sudah kosong."Kesya.... dimana Kesya?" Sean seketika turun dari ranjang mencari sosok wanita yang dicintainya.Belum sempat Sean menyentuh kenop pintu kamar mandi, suara pintu terbuka seketika menghentikan gerakannya. Disana, wanita yang sangat dicintai Sean berdiri lengkap dengan kedua tongkat yang menopang bobot tubuhnya."Kau sudah bangun? Maafkan aku harus meninggalkan mu, aku baru saja selesai terapi. Dan aku tidak tega untuk mengganggu tidurmu tadi. Lihatlah, kaki sudah mulai bisa bergerak, sebentar lagi aku akan sepenuhnya pulih. Aku benar-benar tidak sabar m
Kesya menutup mulutnya menggunakan kedua telapak tangan. Kedua matanya kompak membola melihat keindahan tempat itu. Udara segar langsung menerpa seluruh permukaan kulitnya. Hijaunya dedaunan menyelipkan damai tersendiri di hati. Saat ini Kesya berada di sebuah perkebunan luas milik keluarga Kingston. Semua tebakannya salah, ternyata kencan yang dimaksud Sean adalah berkunjung di desa terpencil ini.Kesya tersentak karena kaget saat merasakan kehangatan di balik punggungnya. Rupanya Sean melampirkan jas padanya menghalau dari rasa dingin yang kian menusuk."Bagaimana? Kau menyukainya?" Sean mensejajarkan tingginya pada Kesya yang sedang duduk di kursi roda."Aku tidak hanya menyukainya tapi teramat sangat menyukainya. Terimakasih untuk mu sayang." dengan cepat Kesya mengecup singkat pipi Sean.Sean tersenyum manis, debaran jantungnya terasa menggila. "Sayang? Terakhir kali kau memanggilku dengan sebutan romantis itu, pada saat kau sedang me
One Month Later.....Sudah hampir satu bulan lamanya, Kesya terkurung di sebuah kamar yang didominasi warna coklat. Berkali-kali Kesya mengerek bahkan memohon pada Sean agar diberi izin untuk keluar walau hanya sebentar, namun, Sean sama sekali tidak menghiraukan rengekan Kesya, sejak wanita itu diperbolehkan pulang, Sean berubah menjadi lelaki protektif bahkan over protective. Padahal keadaan Kesya sudah semakin membaik dan kini dia bahkan sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasanya.Kesya mendudukkan dirinya di atas ranjang dan langsung saja matanya melirik ke samping tempat tidur. Seperti biasa, setiap paginya Sean hanya akan menitipkan pesan di atas nakas kamar sebelum berangkat ke kantor. Kesya melepas nafas kasar, tanpa membuka dia sudah sangat hapal isi surat itu, isinya tidak berbeda jauh dari hari sebelumnya. Apalagi kalau bukan kalimat-kalimat manis untaian cinta.Dengan malas, Kesya segera beranjak dari tempat tidur lalu menuruni
"Semua sudah siap?" Sean berujar setengah berbisik, sesekali matanya bergerak liar ke arah ranjang."Kalau bukan karena kau sahabatku, sudah ku bunuh kau saat ini juga." balasan suara dari balik panggilan terdengar meninggi."Aku tidak butuh retorika mu saat ini, yang ku inginkan hanya hasilnya." Sean dengan nada angkuh sama sekali tidak menanggapi kekesalan Dastan."Semua berjalan sesuai rencana mu." balas Dastan singkat."Kerja bagus. Kau memang bisa diandalkan. Tidak sia-sia aku memelihara mu selama ini." Sean berujar dengan nada ringan, sengaja semakin menabur bara di dada Dastan."Apa kau bilang! Kau pikir aku hewan peliharaan mu! Dasar gila! Kau memang...."Langsung saja Sean memutus panggilan secara sepihak, telinganya hampir meledak ketika Dastan berujar dengan suara membahana. Sean sama sekali tidak peduli apa yang tengah di rasakan Dastan disana, hanya saja sebagai sahabat yang sudah lama menjalin hubu
Suasana di hotel itu begitu mengharukan, semua tamu bahkan turut terhanyut dalam manisnya lautan bukti cinta Sean. Bulir-bulir air mata yang terasa hangat menghujani pipi Kesya, telapak tangan itu bergerak tanpa sadar menempel di di kedua bibirnya."Kau.... kau... bagaimana aku mengatakannya." kepala Kesya tertunduk saat bibirnya tak bisa mampu tuk sekedar berucap.Sean berusaha menahan diri untuk tidak segera membawa tidak tubuh bergetar Kesya ke dalam pelukan.Kesya menarik nafas panjang sebelum kemudian berujar. "Aku merasa tidak pantas untuk semua ini Sean, kau bahkan merendahkan dirimu di hadapan semua orang hanya untuk wanita seperti ku." Kesya menyeka air matanya yang semakin berjatuhan. "Kau tidak perlu melakukan seperti ini padaku, harga ku tidak semahal itu."Sean tersenyum tipis. "Kau tidak hanya sekedar berharga bagiku Kesya, tapi segalanya. Kau segalanya bagiku, aku tidak peduli dengan asal usul mu, yang ku tahu aku mencintaim