"Kamu semalam kenapa gak jadi makan malam sama aku, Sayang?" Tattiana yang baru saja datang tiba-tiba marah-marah di ruang kerja Arjuna. "Kamu tahu, aku nungguin kamu sampai dua jam lebih. Kamu tega banget sama aku!"
"Maaf, Tattiana. Kemarin aku sibuk sampai lupa mengabari kamu.""Dan apa sekarang kamu juga sibuk?""Seperti yang kamu lihat."Tattiana menghentakkan kakinya, kesal karena Arjuna berbicara padanya tanpa menatapnya sama sekali. Layar monitor komputernya sepertinya sangat menarik perhatian Arjuna dari pada Tattiana yang bertubuh molek itu."Aku ini gak bisa diginiin terus sama kamu, Sayang! Satu bulan ini aku selalu bersabar untuk cepat-cepat bertemu kamu. Satu bulan ini aku juga bersabar menunggu pesan dan telepon dari kamu. Tapi dalam kurun waktu satu bulan itu kamu hanya mengirimkan pesan satu kali saja. Semua pesanku gak pernah kamu balas. Telepon dariku gak pernah kamu angkat. Kita mengobrol di telepon cuma kurang dari lim"Sayang!!! Nanda gak ada di sekolah!!!" Tattiana menghampiri Arjuna dengan panik. "Jangan-jangan Nanda diculik! Kita harus lapor polisi!"Arjuna menatap Tattiana dengan kening mengkerut. "Maksud kamu?""Nanda gak ada di sekolah. Aku sudah tanya ke guru-guru dan teman-temannya, mereka bilang kalau Nanda sudah pulang. Padahal yang jemput itu aku, tapi mereka gak tahu Nanda pulang dengan siapa. Sepertinya Nanda diculik, Sayang! Ini gara-gara kamu masukin Nanda ke sekolah yang tidak jelas, harusnya kamu tetap sekolahkan Nanda di sekolah internasional itu." Tattiana malah mengalahkan Arjuna."Maksud kamu dengan 'sekolah tidak jelas' itu apa?""Ya sekolahan yang isinya orang-orang biasa, bukan dari kalangan keluarga atas kaya kamu yang notabene sebagai konglomerat. Sistem keamanannya payah banget. Apalagi tempat parkirnya yang panas dan sempit. Sekolahnya juga kumuh. Iiiih... aku jadi alergi lama-lama di sana." Tangan Tattiana mengelap keringat yang bercucuran di wajah, leher dan lengannya.
"Papa, Bu Nis ke mana, ya? Sudah tiga hari gak datang ke rumah. Di sekolah juga Bu Nis gak ada."Arjuna meletakan nasi dan ayam goreng ke hadapan Nanda yang baru saja duduk di kursi meja makan."Papa juga gak tahu, Sayang," jawab Arjuna."Aku sudah coba telepon Bu Nis tapi nomornya gak aktif terus. Bu Nis kenapa ya, Pa? Apa Bu Nis gak suka sama aku? Apa aku nakal? Makanya Bu Nis pergi ninggalin aku?" Nanda mulai terisak."Sudah, jangan nangis." Arjuna mencoba menenangkan Nanda. "Bu Nismara sayang sama kamu, kok. Mungkin besok Bu Nismara akan datang.""Bagaimana kalau kita pergi ke rumah Bu Nis saja, Pa? Aku kangen sama Bu Nis. Aku ingin bertemu dengan Bu Nis."Arjuna menyesap kopinya yang masih terlihat kepulan asapnya. "Mau kapan ke sananya?""Kalau hari ini bagaimana, Pa? Sepulang sekolah saja.""Hari ini tidak bisa, Sayang. Papa sibuk di kantor. Hari Minggu saja bagaimana? Kamu setuju? Hari Minggu, kan, libur, jadi Papa bisa antar kamu, ya?"Nanda mengangguk semangat. "Okey, Pa!"*
"Mas!" Una melambaikan tangannya ketika melihat Arjuna di balik kerumunan orang-orang yang berlalu-lalang di dalam Mall."Maaf ya, kamu jadi nunggu lama."Kepala Una menggeleng, senyuman manis yang mengalahkan gula pasir bertengger manis di bibirnya yang dipoles dengan lipstik berwarna merah muda. "Nggak, kok, Mas! Aku juga baru saja datang.... Abimanyu ke mana, Mas?""Nanda gak bisa ikut, dia gak mau. Kamu tahu, kan, anak itu kalau lagi ngambek kayak gimana. Jadi aku titipkan Nanda ke Bude Marni, kebetulan Bude Marni lagi ngadain arisan di restorannya, jadi Nanda ada teman, soalnya grup arisan Bude Marni sering bawa anak kecil juga.""Kalau begitu ayo kita mulai keliling, Mas!""Ayo!"Arjuna dan Una mulai berkeliling ke tempat yang menjual perlengkapan rumah setelah itu mereka berkeliling mencari tempat penjual perhiasan yang menurut mereka bagus dan cocok.Memasuki jam makan siang, mereka memesan makanan di food court. Arjuna duduk sendirian karena Una pamit untuk ke toilet sebentar
"Wajah kamu jangan masam kayak gitu dong, Jun." Bude Marni menegur Arjuna yang sedari tadi diam membisu dan hanya memandang jalanan yang diterangi oleh lampu berbagai macam warna dari balik jendela mobil."Bude tahu kamu dongkol, tapi jangan kayak anak kecil gitu dong, Jun.""Siapa yang nggak dongkol coba kalau tiba-tiba aku dikabari mau dikenalkan dengan anak kenalan Bude. Seharusnya Bude ngasih tahu aku jauh-jauh hari, dong.""Bude sengaja ngasih tahu kamu mendadak kayak gini biar kamu gak bisa kabur. Pokoknya kamu kali ini jangan mengecewakan Bude.Arjuna membuang napas berat. "Kenapa Bude tiba-tiba mau mengenalkan aku lagi?""Supaya kamu gak dekat-dekat lagi dengan Tattiana. Bude sudah bilang, kan, kalau Bude tidak suka perempuan itu. Dan gara-gara dia Nismara jadi pergi.""Maksud Bude?" Arjuna menegakkan tubuhnya. Ia sedikit tertarik ketika Bude Marni menyebut nama Nismara.Tapi Bude Marni tidak menjawab karena mobi
Kafe Taman Baca yang rata-rata banyak dikunjungi oleh anak muda itu tampak tidak ada kursi kosong yang tersisa. Ada juga orang-orang yang rela mengantre untuk menikmati hidangan sambil bersantai membaca buku kegemaran mereka."Jun! Sini!" Pemilik Kafe, Wandy melambaikan tangannya ketika melihat Arjuna baru saja datang dengan masih memakai setelan jasnya.Sekarang pukul tiga sore dan masih jam kantor, karena Arjuna mengosongkan jadwalnya dari jam makan siang, makanya Arjuna bisa mampir ke Kafe Taman Baca yang hari ini sedang mengadakan acara hari jadi dua tahun berdirinya kafe."Kafe kamu makin ramai saja, Wan."Arjuna diajak Wandy ke atas rooftop lantai tidak. Di sana ada taman kecil yang menghiasi rooftop dan dekorasi pohon buatan untuk membuat beberapa tempat teduh."Iya nih, aku bersyukur. Ini juga semua ada bantuan dari kamu, Jun."Mereka berdua duduk di kursi paling ujung. Sambil menunggu pelayan membawakan makanan, Arjuna menatap jauh ke pemandangan gedung-gedung sana. Kalau unt
Dua bulan kemudian....Beberapa orang menyambut kedatangan Arjuna di Hotel Bharatasresta. Petugas hotel membawakan barang bawaan milik Arjuna ke kamar khusus VIP untuk keluarga pemilik hotel.Sebelum ke kamar, Arjuna memilih untuk berkeliling terlebih dahulu ditemani oleh sepupunya yang lebih muda satu tahun dengannya, Denis.Denis membawa Arjuna ke tempat favorit Arjuna, yakin rooftop yang bisa melihat matahari terbit dan terbenam. Kebetulan sekarang sudah pukul lima sore, sebentar lagi matahari akan tenggelam di ufuk barat.Arjuna memilih pergi ke sana supaya dirinya bisa bebas merokok, karena kalau terlalu banyak merokok di kamar bisa-bisa alarm tanda peringatan kebakaran bisa berbunyi. Sebenarnya Arjuna bisa merokok di area khusus, tetapi karena banyak hal yang ingin diceritakan, selain itu areanya tidak terlalu private, jadi saat sedang bercerita nanti rasanya tidak leluasa.Begitu pintu lift terbuka, Arjuna mematung melihat orang yang berdiri di depannya yang juga mematung dan t
"Kamu kenapa, Nis? Kok ngos-ngosan seperti itu?" tanya Reni, seorang pegawai hotel yang bekerja di bagian pastry."Aku habis dikejar-kejar kenangan masa lalu, Mbak," jawab Nismara sekenanya. Ia menuangkan air ke dalam gelas berukuran cukup besar dari dispenser lalu meneguknya sampai habis tak tersisa."Itu kenapa kamu nyeker?" Kini giliran Wanto, room service yang bertanya pada Nismara dengan penuh keheranan."Eh iya, ya? Mana bawa sepatu cuma sebelah, lagi. Jangan bilang kamu menghilangkan sepatu aku ya, Nis?""Hehehe...." Nismara hanya tertawa canggung. "Maaf, Mbak, nggak sengaja."Rena menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu harus tanggung jawab lho, Nis.""Nanti aku ganti deh, Mbak, kalau sudah gajian." Nismara mencuci gelasnya di wastafel kemudian menyimpannya di atas rak piring. "Aku pergi dulu ya!""Nanti akhir bulan aku kuras uang gajian kamu, lho!" Rena mengancam dengan niat bercanda.Nismara hanya tertawa kecil sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.Ketika Nismara sudah pergi,
Nismara menggeraikan rambutnya sampai menutupi wajah. Tidak lupa juga ia memakai masker dan menundukkan kepalanya ketika melihat Arjuna dan Denis beserta asisten general manager berjalan di lobi hotel."Kayak hantu," komentar Rena ketika melihat penampilan temannya itu. Sebagai pegawai baru di hotel, Rena sangat dekat dengan Nismara karena hanya Nismara lah orang pertama yang berteman dengannya (mereka diterima kerja di hari yang sama).Nismara buru-buru berjalan ke luar begitu melihat pintu hotel. Ia segera masuk ke dalam mobil tidak lupa ia melepaskan maskernya.Mobil yang dinaiki Nismara dan Rena akan pergi ke tempat tukang jahit langganan hotel. Mereka disuruh oleh Rury untuk mengambil baju seragam hotel yang terbaru.Perjalanan menuju tempat jahit tersebut cukup lama. Nismara merasa familiar dengan jalan dan tempat yang akan ditujunya. Kalau otak Nismara tidak salah ingat, sekarang dirinya sedang berada di Jakarta dan tempat yang mereka kunjungi saat ini adalah butik dan salon mi