Weids't Reine adalah kota yang buruk, amat jauh dibandingkan dengan ibukota yang megah. Jika di Querencia banyak pusat hiburan dan kebudayaan, disini hanya ada beberapa bar besar, dan tempat sauna untuk membeli pelacur.Di Thaas Rachem, kota Weids't Reine adalah yang paling terburuk. Tak hanya tertinggal oleh kecemerlangan kota lain, kota ini juga amat sombong, dan tidak menerima aturan dari pemerintah. Mereka hanya menginginkan banyak uang, untuk terus menjalankan tempat perdagangan budak dan sauna pelacurnya.Beberapa menteri dan pegawai pemerintahan yang nakal sering mengambil selir dari tempat pelacuran ini, atau hanya sekedar singgah untuk menikmati jamuan erotis dari beberapa pelacur di dalamnya.Yang paling dicari adalah seseorang dengan tubuh cantik, halus, dan tanpa bekas luka, serta masih perawan. Mereka bahkan rela membayar sepuluh koin perak untuk itu.Di Thaas Rachem, satu koin perunggu bisa menghidupi rakyat jelata selama seminggu, tapi itu tidak berguna bagi orang berku
"A-apa?"Clarence tidak tahu apa yang Leopold maksud. Setelah berpikir sejenak, dia akhirnya bisa menadapati satu kemungkinan, dan dengan takut-takut bertanya, "Apakah ini adalah..."Cengkeraman Leopold mengendur setelah melihat sorot kebingungan wanita itu. Dia bertanya, "Kau benar-benar tidak tahu?"Mata adalah anggota tubuh yang tidak dapat berbohong. Meski banyak bangsawan disini bisa memanipulasi sorot itu, Leopold adalah orang yang telah berkecimpung di dalam dunia intrik sejak dia lahir, jadi dia sangat bisa membedakan kepalsuan dan kejujuran, tidak peduli seberapa tebal topeng orang tersebut.Dan melihat Clarence benar-benar tampak tidak mengerti apa yang ia maksud, Leopold akhirnya berhenti mengintimidasinya."Putra Mahkota ini bertanya, apa yang kau lakukan disini jika bukan mengikutiku?" tanya Leopold dengan nada dingin.Clarence terdiam sejenak, dan akhirnya mengingat tujuan awalnya. "Aku ingin mengantarkan makanan ringan untukmu, dan juga surat kontrak pernikahan kita. Tap
Saat itu tengah malam, dan dalam gemerisik angin musim gugur, bulan sabit tergantung di langit yang mendung. Jeritan sedih dan sengsara keluar dari dalam rumah. Suara itu mengerikan dan amat memilukan, seperti berasal dari keputusasaan.Semua yang mendengar ini merasa hampa di hati.Di halaman istana, seorang wanita berusia lima belas tahun dibaringkan diatas besi panas. Tangan dan kakinya terpanggang dengan mengerikan. Pakaiannya compang-camping dengan beberapa sudut terbakar, dan tempat lainnya sobek karena bekas cambuk.Ada dua pelayan yang memegangi lengannya yang setipis tongkat. Mereka mencengkeramnya acap kali wanita itu memberontak karena rasa sakit. Rambut wanita itu acak-acakan dan wajahnya pucat pasi. Napasnya hanya terdengar samar. Seluruh tubuhnya dipenuhi keringat dingin, dan bersamaan dengan itu, darah mengalir bak hujan darah.Tampilannya sepenuhnya mengerikan. Namun, di hadapannya, seorang wanita tua dengan pakaian mulia masih duduk dengan anggun. Aura wibawa memanca
"Saya ingin mengajukan kesepakatan yang menguntungkan Yang Mulia." kata Clarence setelah tautan bibir mereka terlepas. Suaranya sedang, tidak lirih atau pun keras sehingga tidak akan ada yang mendengar percakapan mereka selain mereka berdua.Pangeran mengusap bibir istrinya dengan pelan, sebelum menjauhkan diri. "Dan apa itu? Apa yang kau inginkan?" tanyanya dengan nada dingin yang sama dengan tadi.Clarence, yang tercenung karena kelembutan tangan Pangeran ketika mengusap bibirnya, baru bisa menjawab setelah beberapa detik terlewati. "Sebelum itu, aku memiliki beberapa pertanyaan untuk Yang Mulia. Tapi, nanti. Aku tidak bisa mengatakannya di tempat ini karena mungkin akan menodai citra Yang Mulia." "Yah, katakan saja sekarang. Istana baru, wilayah, tambang batu mulia, nyawa seseorang, pesta terbesar di benua. Dari semua itu, apa yang kau inginkan?" "Apa maksud Anda, Yang Mulia?" tanya Clarence, tersinggung. Semua tawaran itu memang terdengar menggiurkan. Dia bisa melakukan apapun d
Pasangan dengan pangkat tertinggi di seluruh penjuru kerajaan Thaas Rachem itu bertahan tidak lama di pesta. Setelah mengucapkan selamat pada Pangeran dan istrinya, serta memberikan salam hangat pada seluruh bangsawan Querencia--ibukota Thaas Rachem--yang hadir, mereka pergi dengan terhormat. Para bangsawan, yang semula bisa menghembuskan napas lega karena keramahan dan senyum hangat sang Ratu kembali harus menegangkan otot wajah menghadapi kedinginan yang membekukan milik Pangeran.Sudut bibir Clarence berkedut. Dia merasa kasihan pada mereka, tapi tidak banyak. Hanya sedikit, karena Clarence sadar diri kalau seharusnya dia lah yang paling dikasihani saat ini.Seumur hidupnya, Clarence harus melihat dan berinteraksi dengan pria berkepribadian seperti tiran ini."Apakah tidak apa-apa bila saya tidak berdansa dengan para bangsawan, Yang Mulia?" Clarence memberanikan diri bertanya setelah dari atas kursi pengantin, berkali-kali matanya mendapati para bangsawan pria berkali-kali mencuri p
"P-putri Wilburn." salah satu wanita muda yang memakai gaun berwarna putih dengan bentuk bunga primrose menyebut nama lengkap Clarence dengan gugup."P-putri, salam."Niat awal Clarence mendatangi para wanita bangsawan itu adalah untuk menemui Dissy Lein Rosewood, seorang wanita muda bangsawan yang menurut Pangeran adalah musuh bebuyutannya. Clarence ingin berbicara secara langsung dengan musuh Clarence asli, untuk mengetahui siapa yang paling jahat. Pemilik tubuh ini, atau Dissy?Clarence juga perlu mengenal 'siapa' itu Clarence Wilburn yang asli. Karena bertanya pada Pangeran tidak memberikannya jawaban yang diinginkan, Clarence memutuskan untuk memulai langkah pertamanya dengan Dissy Lein Rosewood.Namun sayang, ketika Clarence menghampiri mereka semua, ekspresi ketakutan——yang semula Clarence pikir hanya ditujukan pada Pangeran——kembali menghiasi ekspresi mereka. Wajah yang dibubuhi oleh bedak tebal itu makin terlihat memucat. Ini membuat Clarence penasaran. Dia tertarik mencari ta
Meminta sesuatu pada takdir kematiannya adalah pilihan yang buruk.Dan sayangnya, Clarence baru menyadari hal itu setelah ucapannya keluar. Dia terdiam, dan membeku. Diam-diam menyalahkan diri sendiri karena telah bertindak impulsif tadi.Tidak ada tanggapan dalam waktu yang lama.Keheningan yang menyesakkan terjadi selama beberapa saat, dan baru menghilang saat Leopold tertawa mengerikan.Pundak Clarence seketika menegang. Terutama, saat tanpa sengaja dia menatap mata biru Leopold yang kini bak binatang buas, menatapnya dengan tajam."Yang Mulia——" Clarence menggigit lidahnya. Kehilangan kata-kata. Dimana keberaniannya yang sangat membeludak tadi? "S-saya..."Tiba-tiba saja, Leopold berdiri, membuat kalimat Clarence terhenti dengan paksa. Dada bidangnya kini berada tepat didepan matanya. Ketika Clarence mengangkat kepalanya sedikit, dia langsung berhadapan dengan dagu Leopold, yang... seksi.Clarence meneguk saliva dengan kasar. 'Bukan waktunya untuk memikirkan hal itu, Cla' dia mene
Clarence mengulum bibirnya ke dalam. Meminta perceraian secara langsung gagal. Jelas saja, itu adalah rencana yang buruk. Tidak mungkin ada orang yang akan menyetujui perceraian di hari pernikahannya.Jadi, Clarence harus beralih pada rencana lain. Namun apa itu?Dia tidak tahu. Dia masih akan memikirkannya. Yang jelas, saat ini, ada hal paling penting yang harus dia lakukan.Dan apa itu?Clarence mengembangkan senyum secerah matahari sembari melangkah dengan anggun menuju kamar milik pangeran Leopold. Pesta pernikahan sebetulnya belum selesai, masih ada beberapa rangkaian acara lagi. Namun, karena tipu daya yang ia lakukan, ia akhirnya berhasil menyelinap keluar dari aula tanpa diketahui oleh siapapun, bahkan pangeran Leopold sendiri.Yah, dia tidak bisa membayangkan apa yang ada di kepala orang-orang nanti saat menyadari, bahwa tokoh utama dalam acara ini malah menghilang. Pangeran Leopold mungkin akan marah, tapi Clarence berusaha untuk menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak ha