Share

35. Cemburu (Lagi)

Penulis: Suzy Wiryanty
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-15 11:49:44

Angkot mulai bergerak perlahan meninggalkan halaman rumah besar bercat krem itu. Tak lama kemudian, gerimis pun turun. Nawang duduk di dekat jendela, menatap ke luar tanpa benar-benar melihat apa pun. Hatinya masih gelisah, memikirkan tatapan aneh Pak Gatot dan Bu Dewi.

Baru saja ia ingin bersandar, ponselnya bergetar di dalam tas. Nama “Bik Fatimah” muncul di layar.

“Assalamualaikum, Bik,” sapa Nawang begitu sambungan tersambung.

“Waalaikumsalam, Neng. Bibik mau ngomong sesuatu. Tadi Bibik nggak leluasa bicara karena ada Pak Gatot dan Dewi,” suara Bik Fatimah terdengar tergesa.

“Ada apa, Bik?”

“Neng Nawang jangan sembarangan menjual perhiasan-perhiasan itu. Semuanya berlian asli, kualitasnya bagus sekali. Bibik tahu karena dulu pernah mendengar Bapak mengatakannya pada Bu Laily.”

Nawang terdiam. Suara mesin angkot dan deru hujan rintik-rintik di luar menjadi samar.

“Iya, Bik. Saya tahu toko tempat Ibu membeli. Namanya Indah Jaya Jewellery, milik Cik Aling. Dulu Ibu pernah membawa say
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (3)
goodnovel comment avatar
carsun18106
mungkin sbnrny vonny ngga naksir ke hilal sih, cuma biar aktingny lbh meyakinkan, ya moga2 aja sih gitu, malesin juga klo rekan kerja tp ada rasa, trs menyebalkan
goodnovel comment avatar
carsun18106
jgn2 vonny pun intel
goodnovel comment avatar
Hanum Layla
kan bener aja untung dulu Laily ga jodoh sama kau Jalal MOKONDO, bisa ngasi apa kau buat Laily? ke Laila pun kau numpang hidup, tapi mulut kau lebar kayak ember sok berkuasa di rumah, kau laki-laki banci bermodal telor dan cuma bisa buat anak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Yang Tak Kunjung Padam   60. Luka dan Rahasia.

    Mereka memesan taksi online dan berangkat dari kampus. Di dalam mobil, Kenes terus mengoceh tentang film baru dan diskon makanan, berusaha mencairkan suasana. Nawang yang tadinya masih galau perlahan tertular semangat Kenes.Saat mendekati mall, mobil mulai melambat.“Jalannya ditutup, Mbak,” kata sopir taksi. “Ada pejabat lewat. Bisa muter, tapi agak jauh.”Kenes menoleh ke luar jendela. “Yah, padahal mall-nya udah kelihatan. Tinggal nyebrang aja, ya?”“Iya, Mbak,” jawab sang sopir.“Kami turun aja deh, Pak,” kata Kenes cepat. “Biar nggak kelamaan. Kami nyebrang dari sini aja.”Mereka turun di pinggir jalan. Mall sudah terlihat di seberang—tinggal menyeberang beberapa meter saja.Nawang mengikuti langkah Kenes yang setengah berlari, tak sabar ingin segera sampai. Sekonyong-konyong sebuah mobil melaju kencang tak terkendali ke arah Kenes.“Awas, Nes—!”Nawang menjerit keras.Dalam hitungan detik, tubuh Kenes terpental. Suara benturan keras membuat Nawang menjerit histeris.“Astagfirul

  • Yang Tak Kunjung Padam   59. Siapa Takut?

    Malam itu, Nawang hampir tidak memejamkan mata. Ia bolak-balik menatap langit-langit kamar; kata-kata Bi Laila berputar-putar di kepalanya.Nawang berbalik. Tatapannya membentur wajah Anisa yang sudah tertidur pulas. Ekspresi wajahnya murung. Nawang menghela napas panjang. Sebelum tidur tadi, Anisa marah padanya karena membiarkan ayahnya dihajar Hilal. Menurut Anisa, walau ayahnya salah, tidak perlu juga dipukuli hingga babak belur begitu. Ayahnya sudah tua. Bagaimana kalau tadi ayahnya sampai meninggal?Sedangkan Zulham, walau tidak mengatakan apa pun, air mukanya berbeda. Seperti Anisa, Zulham juga memendam kekesalan padanya. Cuma bibinya saja yang bersikap netral.Subuh menjelang, Nawang hanya tertidur sebentar. Saat bangun, tubuhnya terasa ringan, tapi kepalanya berat.Di kampus, Nawang lebih banyak diam. Ia duduk di bangku kelas seperti biasa, mencatat seperlunya, tapi pikirannya melayang entah ke mana. Wajahnya pucat, matanya sayu.Kenes yang duduk di sebelahnya beberapa kali me

  • Yang Tak Kunjung Padam   58. Cinta Sendirian.

    Rumah kecil itu terasa lebih pengap dari biasanya. Bau antiseptik bercampur dengan aroma jahe rebus yang menguar dari dapur. Anisa sedang menyeka wajah ayahnya yang luka-luka dengan kapas yang sudah dibubuhi alkohol. Sementara Bi Laila menyeka darah kering di dekat alis dan sudut bibir suaminya. Paman Jalal menggerutu pelan, tak terima karena Hilal menghajarnya. Ia terus mengoceh ini dan itu.Nawang baru saja selesai membersihkan diri. Ia keluar dari kamar dengan rambut dibungkus handuk. Wajahnya tampak letih setelah semua peristiwa keributan di pasar.Satu jam kemudian, mereka bertiga duduk di ruang tamu. Ketegangan halus menggantung di udara. Anisa dan Zulham diminta Bi Laila masuk ke kamar masing-masing. Bi Laila ingin berbicara tanpa pihak lain.Bi Laila memulai lebih dulu. Suaranya datar namun tajam. Menuntut dua orang yang duduk di depannya memahami kata-katanya.“Bang Jalal, dengarkan aku baik-baik. Aku capek karena harus terus menerus mengulang kata-kata ini. Dan ini adalah pe

  • Yang Tak Kunjung Padam   57. Rusuh.

    Paman Jalal sempoyongan. Hidungnya berdarah, sudut bibirnya sobek. Namun Hilal belum berhenti. Rahangnya mengeras, matanya gelap seperti hewan buas yang marah."Bang Hilal! Berhenti!"Nawang memeluk lengan Hilal dari belakang, menarik sekuat tenaga.Hilal mengangkat tangan lagi, siap memukul, tetapi tubuhnya seketika kaku ketika Nawang menempelkan kepalanya di punggung Hilal sambil berteriak,"Abang! Tolong cukup... Saya takut!"Suara itu — gemetar menahan tangis — menembus kemarahan Hilal. Tangannya turun perlahan. Napasnya memburu seperti baru selesai berlari jauh. Ia memejamkan mata dan menahan diri.Beberapa pedagang yang belum pulang terdiam dan hanya berani menonton kebrutalan Hilal. Selama hampir enam bulan menjaga pasar, baru kali inilah mereka melihat Hilal marah besar. Beberapa pedagang lainnya menelepon Bi Laila dan Zulham karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Tewasnya Pak Jalal di tangan Hilal—misalnya.Paman Jalal bangkit dengan goyah, memegangi rahangnya, w

  • Yang Tak Kunjung Padam   56. Baku Hantam.

    Nawang tidak menggubris kehadirannya. Namun ia juga tidak mengusir saat Pak Gatot mendekatinya. "Saya bantu tutup terpalnya ya, Nawang?" tawar Pak Gatot penuh harap. Nawang berhenti menggulung plastik, wajahnya tetap datar.“Tidak usah, Pak. Saya bisa sendiri," tolaknya tegas.Pak Gatot menelan ludah. Ia berdiri menatap Nawang yang bekerja dengan wajah lelah. Luka-luka di tubuh Nawang membuatnya makin merasa bersalah. Ia tidak bisa melindungi Nawang. "Mengenai rumah yang saya tawarkan kemarin dulu, bagaimana? Kamu sudah mempertimbangkannya?" tanya Pak Gatot sambil mengangkati kandang ayam dari bambu. "Tidak perlu, Pak. Saya sudah nyaman tinggal di rumah Bibi. Ia tidak malu mengakui saya sebagai keponakannya dan memperlakukan saya dengan sangat baik. Bapak pulang saja. Saya tidak membutuhkan bantuan Bapak," ucap Nawang dingin. Kata-kata Nawang membuat Pak Gatot tertohok. Nawang terang-terangan menyindir sekaligus mengusirnya. "Kamu... tidak ingin menanyakan soal... ehm hubungan

  • Yang Tak Kunjung Padam   55. Indahnya Cinta.

    "Nama lengkap saya Hilal Ramadhan. Berusia 35 tahun, dengan pangkat AKBP. Kasat Intelkam Polres besar."Hilal mulai menceritakan kehidupan pribadinya kepada Nawang pada suatu sore di pasar. Saat ini Nawang berada di kios sendirian karena Bi Laila sedang sakit. Anisa yang tadi menemaninya sudah pulang lebih dulu untuk merawat ibunya.Ia menemui Nawang di kios ditemani Vonny. Akan janggal jika ia mendekati Nawang tanpa "pacarnya" di depan para pedagang. Saat ini Vonny duduk di sampingnya sambil memakai headset. Ini memang permintaannya. Tidak lucu kalau Vonny mendengar semua rayuan gombalnya pada Nawang."Maaf ya, Bang. Bukannya saya sok pintar… tapi sepengetahuan saya, usia 35 tahun itu ketinggian untuk pangkat AKBP. AKBP juga seharusnya sudah tidak turun ke lapangan kalau menyamar," sela Nawang pelan. Ia teringat cerita Virni bahwa pamannya yang berpangkat AKBP sudah berusia 48 tahun dan hanya duduk di kantor. Paman Virni sudah menjadi Kapolres. "Bisa saja, Nawang. Kalau…"Hilal meng

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status