"Akh!" pekikan keras terlepas dengan refleks dari celah bibir merah menyala si wanita saat tamparan Kinara telah mendarat di salah satu sisi wajahnya. Tangannya memegangi bekas memerah yang terasa berdenyut pada pipi, tentu dengan spontan menatap wajah pelaku penamparan. Ia lantas mengerutkan kening dalam, pasalnya ia sedikit pun tak mengenalinya. Terkejut? Tentu saja. Hell, ia tak mengerti salahnya di mana sehingga mendapatkan serangan tiba-tiba. Namun, ia tetap tak bisa marah. Jika tebakannya benar, pastilah wanita cantik dengan wajah memerah di depannya ini ada hubungan dengan si pria berdarah asing yang saat ini menjadi pelanggannya."Nara?!" Daniel berucap seakan tak percaya; ia pun sama terkejutnya dengan wanita yang bersamanya. Sungguh, ia tak menyangka akan bertemu dengan sang mantan kekasih di tempat seperti ini. Dan lagi ... kenapa wanita itu menampar Karin?"Jalang sialan!" Kinara mengumpat keras. Ia terlihat tengah mengatur napasnya yang memburu, dadanya naik-turun menahan
Binar bahagia tampak terpancar pada wajah rupawan pria dewasa berambut sewarna arunika, tak jauh berbeda dengan keadaan pria kecil yang berada di atas pangkuannya. Beberapa piring berisi makanan menggugah selera tertata rapi di atas meja yang berada di depan mereka, tak lupa segelas susu pula secangkir kopi yang turut serta tersaji di sana.'Jadi, beginikah rasanya menjadi seorang ayah?' Daniel membatin haru.Senyuman tampan itu lantas mengurva, sebelum ia kembali menyuapkan sesendok kecil bubur lembut pada mulut mungil Axel, sang putra. Yah, setidaknya dengan berinteraksi dengan darah daging yang baru beberapa kali ditemuinya ini sedikit membuat perasaannya menjadi lebih baik. Sedikit meredakan rasa kesalnya terhadap Kinara.Fajar memang baru saja menyapa, bahkan mentari belum terlalu tinggi menyentuh khatulistiwa. Namun, meja makan di dalam mansion Maheswara telah ramai oleh perbincangan kedua laki-laki dengan ciri fisik nyaris serupa, meskipun terlahir di generasi yang jauh berbeda
"Paman?" Abiyasa membeo menirukan kata terakhir cucunya. Dahinya yang telah dihiasi banyak kerutan semakin mengerut dalam mendengar panggilan Axel pada Daniel—yang merupakan ayah kandungnya. Ia sedikit heran, namun merasa lega di saat yang bersamaan.Sedangkan Daniel terlihat mengurai pelukan putranya perlahan, lantas menatap mata biru cerah yang sewarna dengan miliknya; mencoba memberi pria kecilnya pengertian. "Sayang, Paman ada sedikit urusan dengan Kakek, sebentar saja. Axel menurut sama suster dulu, ya? Nanti kita bermain lagi setelah ini.""Plomise?" mata besar nan berkilau Axel menatap polos pada mata biru sang ayah, terdapat begitu besar harapan yang terlihat pada iris indahnya.Tentu Daniel membalas tatapan putranya dengan senyum menenangkan miliknya. "Tentu, seorang pria harus menepati janjinya."Setelah itu, kepala pirang Axel terlihat mengangguk pelan. Ah, sepertinya Daniel telah berhasil membujuk pria kecilnya. Dan hal tersebut kembali berhasil memancing keterkejutan Abiy
Langkah kaki yang awalnya berayun cepat, seketika terhenti. Mata indah itu membelalak, pula jantungnya kembali berdegup kencang kala atensinya menangkap presensi sang mantan kekasih, membuat tangan kanan halusnya secara otomatis terangkat menyentuh dada kiri. Kemeja slimfit berwarna hitam dengan lengan yang tergulung asal masihlah melekat pas pada tubuh atletis si pria pirang; masih pakaian yang sama yang Daniel kenakan semalam, Kinara masih mengingatnya. Yang artinya, pria itu benar-benar menginap di rumahnya.Sungguh, ia takut jika praduganya benar terjadi. Ia takut jika Daniel benar-benar berniat mengambil Axel dari sisinya, persis seperti apa yang ia pikirkan ketika baru saja terjaga. Apalagi ketika ia melihat sosok yang demikian tinggi itu telah berada tepat di depan pintu kamar putranya, tangan kanan berotot itu telah siap membuka gagang pintu di depannya."K-kau ... di sini?" pertanyaan dengan nada begitu lirih mengalun begitu saja dari kedua belah bibir bergetar Kinara, membua
"Nanti akan paman belikan satu yang paling bagus untuk Axel." "Yeayyy~" Seketika Axel berteriak riang mendengarnya, berbanding terbalik dengan raut penuh duka sang ibunda. Entahlah, melihat Axel begitu bersuka cita dengan apa yang dilakukan oleh ayah biologisnya, membuat Kinara semakin takut saja. Ia takut jika Axel akan direnggut dengan mudah dari sisinya. Dan ia tak akan pernah siap jika hal itu benar menjadi nyata."Baiklah ... sepertinya Paman harus pulang sekarang." Ucapan Daniel yang tiba-tiba membuat wanita itu kembali memusatkan atensi pada pemilik surai bak arunika. Pria itu terlihat mendudukkan Axel pada karpet tebal yang mereka duduki, lantas bangkit berdiri."Puyang?" dan yang tak Kinara duga, raut ceria Axel hilang seketika setelahnya. Bahkan kedua netra biru itu tampak berkaca ketika menatap wajah ayahnya, seolah tak mengizinkan pria blasteran itu meninggalkan dirinya.Melihat hal tersebut tentu saja Kinara segera mengambil peran. Ia lantas meraih tubuh kecil Axel ke d
Kantor Dakṣa cabang Indonesia sudah menunjukkan kebisingan meskipun mentari baru saja tampak lebih tinggi menghiasi cakrawala pagi. Setiap orang berbisik membicarakan suatu hal yang sepertinya begitu menarik, terutama para kaum hawa. Hal yang menjadi perbincangan hangat orang-orang kantor seminggu belakangan ini.Jam masuk kerja memang masih satu jam lagi, biasanya kantor masihlah terasa sepi. Namun, terkhusus untuk hari ini ada yang berbeda, bahkan beberapa karyawan dan karyawati telah berjejer rapi berdiri di sisi kanan dan kiri pintu masuk gedung megah sebuah perusahaan penyedia layanan transportasi."Kudengar pagi ini akan ada orang penting yang berkunjung ke kantor kita. Kau sudah mendengarnya?" bisikan lirih terdengar dari salah satu mulut karyawati berambut panjang legam pada teman di sisinya. "Tentu saja sudah. Makanya hari ini aku berdandan secantik mungkin untuk menyambut tamu penting itu," sahut wanita lain di sebelahnya. Ia baru saja kembali memoleskan sebuah lipstik berwa
Waktu berjalan dengan begitu cepatnya. Kini rona jingga telah tampak mendominasi angkasa di atas sana, begitu memanjakan mata. Daniel tampak kembali mengecek jarum pendek pada jam tangan Rolex yang melingkari pergelangan tangan kirinya, sebelum kembali menyesap secangkir kopi di atas meja.Kafe yang dirinya kunjungi memang tampak sedikit rame di kala senja, banyak pasangan kekasih yang mampir hanya sekedar untuk melepas penat sepulang kerja. Dan di sinilah Daniel, duduk seorang diri pada salah satu meja. Pria itu tengah menunggu kedatangan seseorang yang hendak ditemuinya. Seseorang yang ia telepon siang tadi.Dan ... tak perlu menunggu terlalu lama sosok tersebut akhirnya mampu tertangkap pandangan mata birunya. Sosok seorang wanita cantik bernama Karin dengan seorang pria kecil yang bergandengan tangan dengannya tampak berjalan mendekat, tentu diiringi lengkungan senyuman manis yang terpatri di kedua belah bibir ranumnya."Selamat sore, maaf saya terlambat," ucap wanita itu, sedikit
La fleur café, sebuah tempat makan ala Perancis dengan dinding kaca yang mengelilingi bangunannya. Terdapat berbagai jenis bunga merambat yang menghiasi setiap sudut tempat, beraneka warna, membuat kafe itu terlihat begitu menarik pandangan mata, sesuai dengan namanya. Setelah menepikan mobil yang ia kendarai, Daniel memperhatikan tempat itu dari balik kemudi. Menatap begitu ramainya pengunjung kafe kala jam makan siang telah tiba, sebelum akhirnya mata biru itu menoleh pada wanita yang duduk dengan tenang pada kursi penumpang di sisinya."Turunlah ...." sembari membuka seat belt, pria pirang itu berucap.Tentu wanita cantik dengan rambut tergerai rapi itu segera menuruti perintah pria di sampingnya. Ia turut membuka seat belt yang melingkupi tubuhnya, lantas membuka pintu alat transportasi roda empat yang ia naiki. "Kenapa kita harus jauh-jauh ke kafe ini hanya untuk makan siang, Mas?" tanyanya kemudian ketika telah menjejakkan kedua kakinya pada permukaan paving di bawah tubuhnya