Home / Romansa / You're My Destiny / Part 5, Di Luar Ekspektasi

Share

Part 5, Di Luar Ekspektasi

Author: Cathalea
last update Last Updated: 2021-05-25 11:00:22

Sumpah, pertama kali yang ada dalam pikiran Windi ketika menjejakkan kaki di bandara Incheon ini adalah dua kata. ‘Megah banget!’

Meskipun beberapa kali melihat bandara ini di serial-serial K-Drama, namun tetap saja dia terperangah mengitari bandara dengan pandangan tak berkedip dan mulut menganga lebar.

Windi betul-betul merasa sangat kerdil di bawah atap bangunan yang membumbung tinggi ini. Dia tidak peduli akan apa yang orang pikirkan melihat reaksinya, mau dibilang norak, kampungan, udiklah atau sejenisnya. Well itu terserah mereka sih, tapi sumpah, aku takjub, tandas Windi dalam hati.

Windi dan Fina celingukan mencari papan nama atau tanda apapun yang bisa memberitahu keberadaan tim penjemput mereka di bandara. Ada perasaan was-was juga, kalau-kalau tim yang dijanjikan itu tidak ada. Well, bisa-bisa mereka berpetualang tanpa arah di negeri asing ini.

Seorang pria berkacamata, sedikit culun dengan celana bahan dan kaos lengan panjang, nampak celingukan ke arah gerbang kedatangan luar negeri. Di tangannya selembar kertas bertuliskan “Welcome Ms. Prasetya & Partner” nampak kusut. Sepertinya dia telah menunggu cukup lama. Wajar sih, pesawat yang membawa mereka memang sempat delay waktu transit di Singapura.

Windi dan Fina pun mempercepat langkah untuk mendekatinya. Tiba-tiba seseorang menabrak Windi dari belakang. Dia jelas saja tidak siap, langsung terjerembab. Diiringi jerit kesakitan.

“Ohh ... sorry, I’m sorry,” katanya sambil bangkit berdiri. Rupanya dia ikut jatuh bersama Windi tadi.

Sambil menahan nyeri di lututnya, Windi mencoba bangkit.

“Are you okay ?” tanyanya lagi. Windi mengangguk. Menyambut uluran tangan cowok itu. Tanpa sadar mata mereka beradu.

Dheg.. gila nih cowok ganteng banget, jerit Windi dalam hati. Kulitnya putih bersih, rambutnya hitam legam. Hidungnya mancung, tatapan matanya yang teduh mampu memberikan rasa hangat. Membuat mata Windi nyaris lupa untuk berkedip. Tuhan, sungguh sempurna ciptaanMU, bisik Windi dalam hati.

“Sorry.. saya buru-buru, jika kamu yakin tidak apa-apa saya akan pergi sekarang.”

“O..ya.. silahkan, aku baik-baik saja kok,” jawab Windi tegas.

Merasa yakin dengan jawaban Windi, dia pun berlari pergi, menembus kerumunan orang-orang yang lalu lalang.

Windi menghembuskan nafas lega. Beberapa saat berhadapan dengan laki-laki itu membuatnya nyaris lupa untuk bernafas. Dalam hati ia sisipkan doa dan berharap semoga kelak dipertemukan lagi dengan laki-laki itu.

Setelah Windi berhasil menenangkan diri, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan.

“Annyeonghaseyo, naega Fina, dangsin ibnikka .. Han seonsaengnim ?” Fina memperkenalkan dirinya berbekal panduan buku percakapan yang sempat dia beli beberapa hari yang lalu, ketika mereka sampai dihadapan pria yang memegang kertas tadi.

“Oh.. annyeonghaseyo, joesonghabnida.. bla..bla..bla,” Windi tak lagi bisa mengikuti percakapan itu dengan baik. Meski pernah belajar bahasa Korea, tapi mendengar kalimat panjang yang diucapkan dengan cepat begitu Windi masih sulit mencerna dengan baik.

Kalau tidak salah menyimpulkan, pria itu mengatakan dia bukanlah Mr. Han seperti yang disebutkan di surel, namanya Lee Kwang Soo. Dia diutus untuk menggantikan Mr. Han karena dia sedang ada kesibukan lain.

Untuk meyakinkan Windi dan Fina, dia memperlihatkan ID-Card perusahaannya, yang sama dengan perusahaan penyelenggara event ini.

Semula mereka mau protes, tapi percuma, toh mereka juga tidak tau bagaimana caranya. Yang jelas menit-menit berikutnya mereka mengekor di belakang laki-laki itu, seperti kerbau yang ditusuk hidungnya.

Mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah gedung tinggi berdinding kaca. Cahaya matahari tampak memantul di sudut-sudut kunsen baja yang dilapisi cat metalik. Membuat silau semua mata yang memandang.

Windi dan Fina dibawa ke lantai 5. Kesebuah ruangan yang lapang, beberapa pasang meja panjang berbaris rapi. Empat orang beramput pirang, dua berambut coklat, dan dua lagi memiliki kulit berwarna gelap. Di depan mereka terdapat label negara asal yang dituliskan dengan spidol hitam. Sepertinya mereka adalah peserta acara ini juga seperti Windi dan Fina.

Windi dan Fina bergabung bersama mereka, tepat di belakang label bertuliskan Indonesia. Windi melirik meja lainnya yang masih kosong, ada label Malaysia, Singapura, Thailand dan Myanmar. Hmm sepertinya masih ada peserta lainnya yang belum datang.

“Hi.. I’m Richard, from Canada,” cowok berambut pirang disamping Windi mengulurkan tangannya. Melihat penampilannya ditaksir usianya dua tahun diatas Windi. Tapi entahlah, terkadang bule ni penampilannya kan suka nipu. Wajah mereka sering lebih tua dari umur yang sebenarnya.

“Oh.. hi, I’m Windi Faniro, call me Windi,” balas Windi sambil menjabat tangannya.

“Windy ?” ulang Richard kemudian. Sepertinya dia merasa nama Windi cukup unik di telinganya.

“Yes, Windi,” sahut Windi kemudian. Dia masih belum sadar dengan pertanyaan Richard yang mengandung makna ambigu. Richard masih memandangnya. Windi pun tersadar.

“Oo, I see, I mean, I’m Windi, with ‘i’ not ‘y’,” jelas Windi sambil tersenyum ramah. Richard pun paham. Dia balas tersenyum kepada Windi.

Hmm ... sepertinya perjalanan ini akan menarik. Ga salah deh keputusannya buat menerima ajakan Fina, batin Windi antusias.

Tidak lama kemudian peserta lainnya mulai berdatangan satu-persatu. Meja yang semulanya kosong, penuh terisi. Dan ruangan yang semula senyap dalam bisik-bisik kami, menjadi berdengung seperti suara tawon lewat.

Beberapa orang bermata sipit berpakaian resmi memasuki ruangan. Sepertinya mereka adalah para panitia penyelenggara. Tiga lelaki paruh baya duduk di barisan kursi khusus yang berada di samping mimbar. Satu wanita cantik, mirip artis Kim Tae Hee yang langsung menuju mimbar. Oh.. rupanya dia pembawa acaranya.

Wanita itu bernama Choi Ji Hyun, dia membuka acara dengan bahasa Inggris yang fasih. Ga salah kalo perusahaan ini menunjuk dia sebagai PR-nya.

Acara berlanjut ke kata sambutan demi sambutan. Ternyata kalau untuk urusan beginian, Korea ga beda deh dengan Indonesia. Pembukaannya lama, inti acara cuma sedikit. Samalah dengan yang mereka alami sekarang, setelah kata sambutan terakhir dari CEO event, mereka semua diminta memperkenalkan diri agar bisa akrab satu sama lain. Berlanjut ke pembagian badge.

Benar juga kata Fina tadi sebelum berangkat, badge itu bukan badge biasa, sedikit lebih tebal berbentuk seperti kartu ATM.

Windi membolak-balik kartu itu untuk menemukan letak GPS-nya, namun nihil. Sepertinya teknologi canggih mereka telah menyembunyikannya di dalam kartu itu.

Rasa penasaran akan kartu itu ia tepis dengan segera karena tidak lama kemudian mereka telah dipandu menuju kendaraan yang akan membawa mereka ke hotel. Tentu saja Windi tidak ingin melewatkan pemandangan kota Seoul yang akan ia saksikan selama di perjalanan nanti.

***

Yoo Ill sampai di rumah megah itu. Wajahnya tampak sangat cemas. Kabar yang ia baca di surel dua hari yang lalu membuat jantungnya nyaris berhenti berdetak.

Pulanglah, ibu sakit keras.

“Ajumma ... mana semua orang?” tanyanya kepada wanita paruh baya yang sedang memasak di dapur. Dia Bibi Yu, asisten rumah tangga mereka.

“Aigoooo ... Tuan Muda, Anda kemana saja? Kami semua mencemaskan Anda. Terutama sekali Nyonya. Sudah tiga hari ini dia tidak mau makan,” Bibi Yu mengguncang-guncang tangan Yoo Ill dengan cemas.

“Jadi dimana ibu sekarang? Dia dirawat di rumah sakit mana?” tanya Yoo Ill penasaran.

“Dia ada di kamar, Tuan. Dia tidak mau dibawa ke rumah sakit.”

Tanpa buang waktu lagi Yoo Ill meluncur ke kamar ibunya. Tapi kamar itu kosong. Dia tidak menemukan ibunya disana.

Ada apa ini ? Apakah semua ini hanya lelucon ? Tanya Yoo Ill dalam hati. Dia berbalik dengan gusar, dan kembali menemui Bibi Yu.

“Ajumma.. jangan main-main.. dimana ibu ? Aku tidak menemukannya di kamarnya,” tanya Yoo Ill dengan nada putus asa.

“Ooo ... mianhae.. tadi saya lupa bilang, dia tidur di kamar Anda, Tuan Muda,” jawab Bibi Yu dengan ekspresi aneh. Mata Yoo Ill semakin menyipit. Hatinya berbisik ada sesuatu yang mereka tutupi saat ini.

Untuk memuaskan rasa penasarannya, Yoo Ill pun berlari menuju kamarnya di lantai dua. Suasana di lantai itu tidak berbeda dengan suasana sebelumnya ketika ia masih berada di sana. Sunyi, sepi seperti kuburan. Jika saja seseorang menjatuhkan jarum di atasnya Yoo Ill yakin ia pasti bisa mendengarnya dengan jelas.

“Surpriseeeee !” sorak dua wanita cantik itu ketika Yoo Ill membuka pintu kamarnya.

Di depannya berdiri ibu dan adik perempuannya dengan satu kue tart besar berikut hiasan warna-warni yang bergelantungan di langit kamar. Dan tentu saja Ko Joo Ri – ibunya - dalam keadaan bugar.

Yoo Ill terperangah.

“Eomma..” protes Yoo Ill dengan muka merah. Ibunya mendekat, mengalungkan tangan ke lengan Yoo Ill membawanya mendekati kue tart.

“Sudah.. ga usah protes. Kalau kami ga bohong gitu kamu mana mau pulang. Ya, kan ?” ujar Joo Ri.

“Geureomyeon..” jawab Yoo Ill dengan tatapan usil. Satu cubitan melayang di perutnya.

“Oppa, jangan buat kami cemas lagi ya, aratjii ?” ujar Yoo Na, Si Bungsu dengan nada manja.

“Ye, arasseo,” jawab Yoo Ill sambil mengacak rambut Yoo Na. Dia baru mau memulai menyantap kue yang dihadapannya ketika tiba-tiba mendengar gaduh-gaduh dari suara yang ia kenal.

“Jadi ... kau telah kembali dari petualanganmu?” suara berat itu terdengar. Han Tae Ho berdiri berkacak pinggang di depan pintu kamar diiringin tatapan tajam menikam.

***Bersambung ***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • You're My Destiny   Bab 93, Takdir yang Menyatukan Mereka (TAMAT)

    Windi terpaku di tempatnya berdiri, sementara matanya tak berkedip menatap Yoo-ill. Untuk beberapa saat ia hanya berdiri mematung dengan ekspresi bingung, terlebih saat melihat tangan Yoo-ill yang terulur padanya. Ia pun tersadar tak lama kemudian. Dengan raut wajah gelisah dan bingung, Windi mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ia baru sadar kalau kursi-kursi di gereja itu telah banyak yang ditinggalkan penghuninya. Hampir separuh dari tamu undangan itu pergi setelah mengetahui pengantin prianya sosok yang berbeda.Di barisan paling depan Windi berharap menemukan keluarga Pandu, tetapi barisan itu pun terlihat lengang. Hanya rekan kerjanya yang setia menyaksikan acara pemberkatan itu sampai selesai."Ha-ni-yah. Apa yang terjadi. Mana Kak Pandu dan keluarganya?" tanya Windi dengan mata berkaca-kaca.Ha-ni yang bertugas sebagai bridesmaids tak bisa menyembunyikan rasa bersalahnya kepada Windi. Ia menghampiri Windi lalu memeluknya dengan erat. "Maafkan aku, Win. Aku tidak bisa m

  • You're My Destiny   Bab 92, Hadiah untuk Pandu

    Satu jam sebelumnya. Di ruang tunggu pengantin pria, Pandu bercengkrama dengan sejumlah tamu yang merupakan teman kuliahnya dulu. Ternyata perihal pertunanganan Yoo-ill yang batal telah menyebar luas di kalangan mereka."Aku tidak mengerti dengan cara pikir si Yoo-ill itu. Padahal kalau aku tidak salah dengar, ini pertunangannya yang kedua kali. Yang pertama dulu, belum sempat dikenalin ke publik, masih di kalangan internal perusahaan aja. Tapi, hanya beberapa bulan, Yoo-ill memutuskan wanita itu secara sepihak," kata salah satu di antaranya."Tapi aku dengar wanita itu ada skandal dengan salah satu pamannya," kata yang lain pula.Namun, pria yang lain membantah dengan gerakan tangannya. "Itu tidak benar. Kamu lupa kalau aku juga bekerja di Han Enterprise? Skandal itu adalah hoaks yang diciptakan oleh Han Tae Soo, paman Yoo-ill yang lain, karena ingin menurunkan tunangan Yoo-ill dari kursi direktur.""Gila. Parah juga persaingan di perusahaan itu.""Paman Yoo-ill yang satu itu memang

  • You're My Destiny   Bab 91, At The Wedding Day

    Untuk beberapa saat Windi terpaku di tempatnya berdiri karena tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Windi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat Yoo-ill sedang bersandar di mobilnya dengan kedua tangan yang sibuk memainkan ponsel. Windi juga heran bagaimana Yoo-ill bisa tahu tempat kerjanya."Yoo-ill? Kamu kenapa bisa ada di sini? Kamu tahu dari mana aku kerja di sini?" Windi mencecar Yoo-ill tanpa jeda.Yoo-ill mendekat tanpa melepaskan tatapannya dari wajah Windi, wajah wanita yang selama beberapa tahun terakhir ini terus mengusik hati dan pikirannya bahkan di saat tidur."Aku sudah menerima undangan pernikahanmu. Jujur ... aku kaget sekali karena tidak menyangka kalian akan menikah secepat itu," ujar Yoo-ill mengabaikan pertanyaan Windi."Apanya yang aneh? Kami memang sudah merencanakan sejak lama, hanya sedikit dipercepat saja karena keluarga Pandu inginnya begitu," jawab Windi beralasan. Padahal ia sendiri yang meminta hal itu pada Pandu, karena tidak i

  • You're My Destiny   Bab 90, H-3

    Dua hari berlalu. Di kediaman keluarga Han sedang terjadi ketegangan. Pasalnya adalah kepulangan Yoo-ill setelah tiga hari menghilang pasca membatalkan pertunangannya dengan Ji-hyun.PLAK! PLAK!Tamparan keras dari tangan Tn. Han mendarat di wajah Yoo-ill. Tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali. Masih tak puas juga, tetua keluarga Han itu juga menendang Yoo-ill dengan kakinya yang memakai sepatu pantofel. Sakit? Jangan ditanya. Ringis kesakitan dari Yoo-ill sudah menjawab semua itu, betapa sakit tubuhnya yang didera pukulan bertubi-tubi dari sang ayah.Sementara Ny. Ko hanya bisa menangis tersedu sambil menahan kaki sang suami agar berhenti memukuli buah hatinya."Cukup, Yeobo. Jangan pukuli Yoo-ill lagi. Berhenti memukuli kepalanya, matanya masih sangat rentan dengan guncangan. Tolong berhentilah!" pinta Ny. Ko yang kalut melihat luka di kening Yoo-ill. Ia takut sekali penglihatan Yoo-ill kembali bermasalah akibat pukulan itu.Namun, Tn. Han mengabaikan rengekan istrinya. Matanya y

  • You're My Destiny   Bab 89, H-5

    Dengan penuh tanda tanya Windi menyeret langkah menuju pintu, lalu mengintip lewat peephole yang ada di sana. Windi mengernyit heran saat melihat wajah Ji-Hyun di sana. Tak ingin memendam rasa penasarannya lebih lama, ia pun membuka pintu itu."Ji-Hyun?! Ada keperluan apa kamu di sini?" "Aku mau bicara." Dengan lancangnya, Ji-Hyun menerobos masuk lalu berkeliling kamar, masuk ke kamar mandi, membuka pintu lemari seolah sedang mencari sesuatu. Setelah gagal menemukan apa yang dicari, dia pun duduk di sofa yang tersedia di sudut kamar."Kamu sendiri?" tanyanya dengan tatapan menyelidik."Bersama Pandu. Dia sedang membeli makanan ke luar."Ji-hyun tak percaya. "Kenapa tidak pesan di restoran hotel saja?""Dia lagi pengen makan masakan Indonesia. Di restoran hotel ini tidak ada," jawab Windi asal. Padahal ia tidak tahu pasti Pandu ke mana, karena lelaki itu pergi saat dirinya sedang mandi.Windi menghela napas panjang, menutup pintu, lalu duduk di pinggir ranjang, berhadapan dengan Ji-hy

  • You're My Destiny   Bab 88, Tamu Tak Diundang

    "Aku senang sekali, Win. Memang itu yang aku mau. Tetapi, kalau aku boleh tau, apa alasan kamu tiba-tiba ingin mempercepat pernikahan kita?" Pandu bertanya tak sabar setelah mereka berada di hotel. Tadi ia terpaksa beralasan ada pekerjaan mendadak sehingga bisa pamit lebih awal dari pesta pertunangan Yoo-ill dan Ji-hyun. Meskipun ia sendiri heran dengan sikap Windi yang bersikeras untuk pulang, tetapi demi kenyamanan sang kekasih hati ia pun menuruti permintaan Windi."Tidak ada alasan khusus. Melihat Kak Pandu dikelilingi wanita-wanita cantik saat di pesta tadi membuatku berpikir sepertinya aku harus segera mengikatmu dengan cincin pernikahan," jawab Windi beralasan. Padahal ia melakukan itu karena takut hatinya kembali goyah oleh Yoo-ill. Windi takut, nama Yoo-ill yang telah terkubur di hatinya hidup kembali karena terbayang tatapan laki-laki itu yang dipenuhi rasa bersalah saat menatapnya tadi. Sementara ia sudah berkomitmen dengan Pandu. Pandu dan keluarganya adalah orang-orang

  • You're My Destiny   Bab 87, Aku Tidak Mau Menunda Lagi

    Pandu heran melihat Yoo-ill dan Windi terdiam dengan tatapan saling bertaut, sementara wajah mereka menggambarkan ekspresi yang sulit untuk digambarkan. Terkejut, kecewa, luka, dan juga rindu yang tersirat dalam. Berada di antara mereka membuat Pandu mendadak merasa berada di dunia yang berbeda. Keadaan itu berlangsung cukup lama sampai suara tunangan Yoo-ill membuyarkannya. "Wah, dunia ini sempit sekali, ya. Ternyata wanita yang ingin kamu kenalkan itu Windi, Pan?" tanya Ji-hyun pada Pandu. Pandu dan Ji-hyun merupakan teman saat duduk di bangku SMA dulu, sementara Yoo-ill adalah temannya di saat kuliah. Itu sebabnya Pandu sangat antusias menghadiri pesta pertunangan ini karena kedua calon pengantin adalah temannya. "Kamu kenal Windi?" Pandu balik bertanya dengan heran. Ji-hyun melirik Yoo-ill yang masih menatap Windi tanpa jeda, lalu bergelayut manja di lengan lelaki itu. Lewat sikapnya itu ia ingin memberi tahu Windi bahwa Yoo-ill adalah miliknya. "Bukan aku yang kenal Windi sec

  • You're My Destiny   Bab 86, Pertemuan Tak Terduga

    Windi mematut pantulan dirinya yang ada di cermin. Sungguh ia merasa takjub sendiri melihat penampilannya dalam balutan gaun malam berwarna maroon itu. Gaun pesta ala mermaid membungkus tubuh Windi yang sintal dengan indah, menonjolkan bagian-bagian tertentu dalam porsinya yang pas. Setelah merasa cukup puas dengan gaun pilihannya, Windi pun keluar dari kamar ganti itu.Pandu yang menunggu di luar kamar ganti spontan berdiri dengan bola mata membesar saat melihat Windi keluar. Mulutnya ternganga, terpesona akan kecantikan Windi yang tak biasa."Bagaimana, Kak? Cocok, tidak?" tanya Windi malu-malu. Pandu tidak menjawab, hanya tepuk tangannya yang menggema ke seantero toko. "Kamu cantik sekali, Win. Super-duper-cantik!" puji Pandu sambil berdecak panjang."Kak Pandu ini bisa saja. Jangan berlebihan, Kak. Jangan buat aku malu," ucap Windi dengan bibir mengerucut, sedikit protes, tetapi tetap saja pipinya merona."Aku tidak berlebihan. Coba saja tanya pada pramuniaga itu," sahut Pandu. "

  • You're My Destiny   Bab 85. Ramyeon Mokgo Gallae?

    Windi terkesiap, ia terduduk, spontan menjauh dari Pandu. Napasnya masih tersengal dan wajahnya masih memerah karena lonjakan libido. "Maaf, Kak. Aku tidak bisa melakukannya. Maafkan aku kalau mengecewakanmu," ujar Windi sambil menenangkan debaran jantungnya."It's okay, Win. Aku juga minta maaf karena telah lepas kendali tadi," ujar Pandu dengan kepala menunduk."Tidak apa, Kak. Ini salah kita berdua, jadi mari jadikan pelajaran saja," kata Windi berusaha untuk bijak.Pandu mengangguk."Silakan mandi dan ganti pakaianmu, aku akan menunggu di luar," kata Pandu.Ia keluar dari kamar, lanjut menuju dapur lalu meminum segelas air dingin. Ia butuh meredakan gelora hasratnya yang masih membara.Sementara itu, di Seoul. Sebuah acara yang mempertemukan dua keluarga baru saja berakhir. Tn. Han tampak antusias melepas kepergian tamu mereka. Tangannya tak henti melambai, dan senyumnya juga tak henti mengembang. Di sampingnya Yoo-ill berdiri dengan ekspresi datar.Mereka yang baru saja pergi ada

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status