"Duh, Pangeran Ganteng rupanya sudah selesai berbulan madu dan kembali menuntut ilmu di kampus hits ini, bagaimana kesan bulan madunya? Menyenangkan?"
Rupanya si Bohay pelakunya. Tidak terima, Bara langsung menghadiahinya cubitan keras tepat di pinggang berlemaknya itu.
"Aduuuuh! Ampuni hamba, Pangeran."
Ringisan dramatis yang terlontar dari bibir si Bohay, menjadikan pendengaran Bara bermasalah. Ia bergidik jijik, lantas dengan kasar Bara melepaskan tangannya dari pinggang Rico dan berganti menunjukkan tatapan tajam bersama raut wajah tak bersahabatnya.
"Pangeran ini terlalu sensitif, baru begitu saja langsung merujak, eh salah maksudnya merajuk. Apa karena tidak puas dengan malam bulan madunya?"
Sepertinya lelaki gempal itu sengaja meledek Bara, mengingat bagaimana kemarin dengan suara lembutnya Rose memanggil Bara dengan sebutan 'pangeran', sangat lucu menggelikan dan kurang pantas menurutnya.
"Sekali lagi lo ngomo
Keduanya kompak melepaskan diri lantas melirik seorang gadis berpenampilan modis berambut pirang yang baru saja lewat dan melontarkan beberapa makian kasar yang tidak pantas untuk didengar. Seperti ... "Cewek ganjen!" "Murahan!" "Nenek lampir!" "Lonte kampus!" Dan sebagainya, makian itu terus berlanjut dan terdengar jelas sampai gadis itu benar-benar menjauh dari posisi mereka. Merasa penasaran dengan ekspresi orang-orang yang ada di sana, Bara memperhatikan sekitarnya. Ternyata mereka juga sama terkejutnya, bahkan ada beberapa di antara mereka membisikkan kelakuan gadis tersebut. Bara tidak asing dengan gadis yang baru saja meneriaki makian itu. Dia adalah Calia, kekasih dari lelaki yang disebut most wanted di kampusnya. Sebenarnya Bara tidak menyukai gadis itu, sebab menurutnya gadis itu terlalu tebar pesona ke seluruh lelaki di kampusnya, seperti tidak cukup memiliki satu kekasih. 
Ekhem, maklumi saja sikap Rose, gadis manis itu baru saja mendapatkan makanan yang kemarin sempat membuatnya meneteskan air liur, dan jika ingin menyalahkan mari datang ramai-ramai ke kediaman Rico, kita bisa sama-sama mendemo si Bohay agar tidak terlalu serakah terhadap makanan. Untung saja Pangeran Adhinatha pengertian, jika tidak bisa-bisa Rose masih mengalami rasa penasaran dalam hari-harinya sebab tidak dapat mencicipi makanan dengan lubang di tengah itu. "Baiklah." Rose terlihat melepaskan pelukannya dari piring putih setelah sebelumnya memberikan ciuman kasih sayang pada donat-donatnya. "Mari kita lahap habis makanan ini!" serunya mengangkat tangan kanannya yang mengepal, mengeluarkan seluruh semangatnya seakan hendak mengikuti perang. *** Cinta pertama adalah rasa terindah yang pernah ada di dunia ini. Hum, begitulah menurut orang yang diperbudak oleh cinta pertamanya sendiri. Katanya, si dia yang telah berhasil
"Lebih baik gue mati!" Seperti orang yang kesetanan, netra Bara memancarkan kilat api, tatapannya terkunci lurus pada bongkahan besar batu yang sudah beberapa kali ia lewati semenjak pindah ke rumah kakeknya. Tangan kanannya begitu kuat menancap gas hingga menaikan kecepatan maksimal penuh. "Ini yang terbaik!" ucapnya dengan penuh keyakinan tanpa setitik keraguan. Namun, memang dasarnya manusia pemilik otak yang berkapasitas rendah, sudah pasti ada sesuatu yang ia lupakan. Booom! "Arghhh!" "Sial!" Tiba-tiba laju motornya yang sangat cepat mendadak melambat dan oleng, masih mengenal kata insaf diri dengan refleks ia menahan keseimbangan agar tak jatuh dan disambut aspal. "Suara apaan itu?" tanyanya berlagak murka padahal hatinya merasa lega karena tidak jadi mati cepat. Setelah berhasil selamat dari kecelakaan maut yang hampir ia buat sendiri, Bara turun dari motornya dan berjalan ke b
Nalarnya bekerja mencari kemungkinan baik-buruk yang akan terjadi, bagaimana jika mamanya mengetahui keberadaan Rose?Memang sih, sudah dikunci pintu kamarnya, tapi tetap saja ia mengkhawatirkan Rose akan bersuara dan dapat memancing rasa penasaran Bella, asal tahu saja mamanya itu tentu memiliki kunci duplikat yang akan memudahkannya masuk kapan saja ke kamar Bara.Kaki panjang milik Bara yang biasanya menggunakan kelembutan saat menaiki tangga dengan melewatinya satu persatu, telah mengesampingkan kelembutan itu dan kini melompatinya tanpa perhitungan.Untungnya ada secercah nasib baik saat ia mengambil keputusan itu, tubuh Bara selamat dari mencium lantai kayu, meskipun sempat oleng ke depan dan hampir nyusruk memeluk pintu tapi ia bisa menahan keseimbangan."Huft!" Ia mengelus dadanya dan bersyukur dalam hati.Knop pintu su
"Ha-hantu?" Bella mengangguk mantap, jelas sekali terdapat keseriusan di matanya. Bukannya terbawa serius pula, Bara malah membentuk ekspresi menjengkelkan. "Pffttt." "Hahahaha!" Tawa meledak seketika. Bara memegangi perutnya akibat terlalu kuatnya tertawa. "Kok malah ketawa?" dengus Bella merasa kesal. Ayolah, sudah pasti Bara bahagia, sebab pikiran buruknya tidak terjadi. Ia merasa lega seketika, apalagi setelah menyemburkan tawa, seperti separuh beban yang bermuatan ton hengkang begitu saja. "Ekhem." Bara menyudahi kelakuan menyebalkannya, tidak enak juga rasanya melihat mamanya menatap kesal pada dirinya. "Maaf, Ma. Habisnya Mama lucu, mana ada hantu di siang bolong gini, mungkin Mama salah denger." "Haishh ... kamu ini nggak percayaan. Tadi 'kan Mama mau ngecek kamar kamu, pas mau dibuka ternyata pintunya dikunc
"Rose.""Hum?""Hari ini lagi-lagi lo hampir ngebuat otak gue mau meledak," ucapnya memulai aksi"Hah?" Tentu saja kalimat Bara barusan terdengar ambigu di telinga Rose.Lelaki itu masih betah menatap piring kosong belum mau berpindah pandang dari sana. Dengan mimik wajah sok serius, ia memindahkan tangan yang jarinya saling bertaut ke atas meja mini berwarna cokelat itu tepat di hadapan Paman Tikus, sedikit kasar! Tujuannya adalah sekalian mencoba menggertak tikus tersebut tanpa disadari Rose.Bara mencoba mengambil peran sebagai hakim yang tengah bertugas, menciptakan atmosfer menegangkan di tengah persidangan."Lo--." Bara menoleh sengaja menggunakan gerakan slow motion hanya untuk menatap Rose.Bertepatan dengan itu Rose menurunkan tangannya membuat seluruh wajahnya dapat dilihat utuh.
"Sini biar gue aja." Tanpa permisi lelaki yang tengah mengalami patah hati itu merebut tissue dari tangan Paman Tikus membuat sang empu menyipit tak terima. "Lambat!" ejek Bara kepada Paman tikus, dan tanpa meminta izin kepada Rose, Bara langsung mengelap pipi Rose dengan tissue tersebut menggantikan Paman Tikus. Rose mengerjapkan mata bulatnya, memperhatikan wajah Bara dari dekat ada sensasi tersendiri. Sedangkan Bara tak mempedulikan itu, ia lebih memilih fokus mengelap wajah Rose yang masih tersisa bercak cokelat separuh. "Ngapain liat-liat?" tegur Bara tiba-tiba. Rose yang tertangkap basah anehnya tidak gugup sama sekali, ia menggeleng calm dengan tatapan polos yang tidak hilang. "Nggak usah heran, gue emang udah ganteng dari lahir, makanya dapet julukan si Ganteng," cetus Bara percaya diri menarik sudut bibir membentuk senyum miring. Mendengar kalimat itu Rose tak bereaksi, masih betah menyapu tatapannya di s
Wah apa lagi ini? Karakter tersembunyi yang baru saja Rose tunjukkan membuat Bara takjub dalam hitungan detik. Gadis unik itu bukan hanya berotak cerdas dan peka, tapi juga suka melucu rupanya.Bara menahan senyumnya agar tidak mengembang, meski terbilang gurauan Rose garing, melihat tingkah lucunya cukup menjadi pengganti dorongan untuk membuat orang yang menyaksikannya tersenyum.Terlepas dari itu, terserah sajalah Bara tidak ingin terbawa perasaan. Jika ia tersenyum, takutnya sama saja membuka peluang tabir harapan Rose.Esok harinya Minggu datang, hari di mana Bara bebas dari mata kuliah dan dapat bersantai dengan ketenangan pikiran.Ah, berbicara tentang ketenangan pikiran sepertinya Bara sudah kehilangan hal tersebut semenjak Rose hadir dalam hidupnya dan Lily yang tidak pernah mau menjadi kekasihnya hingga meninggalkan ia memilih lelaki lain.Bara keluar dari kamar mandi dalam keadaan menggosok rambutnya yang basah me